Foto: Ngasiran
Vihara Dharma Jaya Toasebio menggelar Maha Sanghadana di Citywalk, Gajah Mada, pada Minggu (19/10/2025). Acara yang diselenggarakan di tengah suasana khidmat ini dihadiri oleh delapan bhikkhu Sangha dari Sangha Theravada Indonesia (STI), di antaranya Bhikkhu Senior Bhante Sombat Pavitto, Bhante Atthadhiro, Bhante Dhammiko, Bhante Jayasilo, dan beberapa bhikkhu lainnya. Ribuan umat Buddha dari Jakarta dan kota-kota sekitarnya turut hadir memberikan dukungan dan penghormatan kepada Sangha.
Acara dibuka dengan penampilan Parami Harmony, grup musik Buddhis muda asal Jakarta. Melalui lantunan lagu-lagu penuh semangat dan makna, suasana menjadi hangat dan penuh sukacita, mencerminkan semangat kebersamaan dalam perayaan masa Kathina tahun ini.
Makna Sanghadana di Masa Kathina
Perayaan Kathina merupakan momen penuh berkah yang datang setahun sekali setelah para bhikkhu menyelesaikan masa Vassa — masa retret tiga bulan selama musim hujan. Setelah berakhirnya masa Vassa, selama satu bulan umat Buddha memiliki kesempatan istimewa untuk melakukan Sanghadana, yaitu persembahan kepada Sangha berupa jubah dan kebutuhan pokok lainnya.
Melalui Sanghadana, umat Buddha memperkuat hubungan spiritual yang harmonis antara umat perumah tangga dan Sangha bhikkhu. Seperti disampaikan oleh Bhante Atthadhiro dalam pesan Dhammanya, hubungan ini didasari oleh metta, cinta kasih yang tulus.
“Hubungan antara umat dan Sangha telah terjalin sejak lama, dan dasarnya adalah cinta kasih. Seorang umat datang berdana karena memiliki metta, demikian pula para bhikkhu menjalankan kewajiban mengajarkan Dhamma dengan dasar cinta kasih,” ujar Bhante Atthadhiro.
Beliau menambahkan, berdana bukan sekadar memberi materi, tetapi juga menumbuhkan sifat tidak melekat dan menyingkirkan keserakahan.
“Orang yang suka memberi adalah orang yang mampu berbagi apa yang dimilikinya. Karakter berdana adalah berbagi, dan dasarnya tetap cinta kasih. Tanpa cinta kasih, tidak mungkin seseorang bisa memberi dengan tulus,” jelas Bhante.
Cinta kasih yang dimaksud dalam ajaran Buddha, menurut Bhante Atthadhiro, bukan cinta yang lahir dari emosi atau perasaan sesaat, tetapi cinta yang lahir dari kebijaksanaan.
“Cinta kasih yang berdasarkan kebijaksanaan tidak menuntut balasan dan tidak mudah berubah. Memberi dengan cinta kasih seperti ini berarti menanam kebajikan yang akan berbuah kebahagiaan,” ujarnya lagi.
Menjaga Keberlangsungan Buddha Sasana
Bhante Atthadhiro juga menekankan bahwa dukungan umat kepada Sangha memiliki makna lebih luas, yakni menjaga keberlangsungan Buddha Sasana.
“Selama masih ada bhikkhu Sangha, maka Buddha Sasana akan tetap hidup. Sangha adalah penjaga ajaran, dan umat adalah pendukungnya. Keduanya saling melengkapi,” terang Bhante.
Melalui perayaan Maha Sanghadana di masa Kathina ini, umat tidak hanya memberikan persembahan berupa materi, tetapi juga meneguhkan komitmen batin untuk memelihara hubungan yang penuh kasih dan saling mendukung antara umat dan Sangha.
Suasana penuh kebersamaan, semangat dana, dan cinta kasih yang terpancar di Citywalk hari itu menjadi bukti nyata bahwa Sasana Buddha tetap hidup karena metta yang terus mengalir di hati umat dan para bhikkhu Sangha.
