• Sunday, 26 November 2023
  • Ngasiran
  • 0

Foto: Ngasiran

Umat Buddha Indonesia mengekspresikan harapannya agar rencana pemasangan chattra atau payung di puncak Candi Borobudur segera direalisasikan. Mereka meyakini bahwa pemasangan chattra akan memperkuat aspek spiritualitas dan menjadikan Borobudur sebagai tempat peribadatan yang lebih sempurna.

Dorongan kuat ini disampaikan oleh sejumlah tokoh dan umat Buddha dalam Dialog Borobudur bertajuk ‘Chattra dalam Sudut Pandang Teologi Buddhis dan Arkeologi,’ yang diadakan di kampus Universitas Negeri Malang pada Sabtu (25/11/2023). Dialog ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF), bekerja sama dengan Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI.

Dialog, yang dimoderatori oleh Bhikkhu Santacitto, dihadiri oleh para seniman, budayawan, akademisi dari dalam dan luar negeri, serta perwakilan umat Buddha dari berbagai wilayah Indonesia.

Salah satu biksu, Bhante Ditthisampanno, mengungkapkan bahwa chattra memiliki keterkaitan yang erat dengan pandangan dan ajaran agama Buddha. Secara harfiah, chattra bermakna payung atau pelindung yang dipasang di puncak stupa. Lebih dari sekadar perlindungan, chattra juga melambangkan keberanian dan simbol kesucian dalam tahapan spiritualitas.

“Chattra melambangkan kesatuan unsur, memberikan penguatan dan pengembangan keyakinan bagi umat Buddha. Pemasangan chattra akan menambah kesempurnaan Candi Borobudur dari segi spiritualitas,” ungkap Bhante Ditthisampanno, yang juga pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Smaratungga, Boyolali, Jawa Tengah.

Beliau juga mendorong agar pengembangan Borobudur tidak hanya terfokus pada peningkatan nilai spiritual, tetapi juga mempertimbangkan potensi pariwisata dunia. Upaya ini sejalan dengan kebijakan pemerintah menjadikan Candi Borobudur sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).

Stanley Khu, seorang umat Buddha dan editor di Lamrimnesia, menambahkan dimensi filosofi spiritualitas yang mendalam pada perspektif chattra. Baginya, Candi Borobudur tak dapat dipisahkan dari elemen chatra atau payung mulia tersebut.

“Chattra bukan hanya soal simbol atau estetika di atas stupa. Ini tentang penghayatan nilai-nilai dalam ajaran Buddha,” tegas Stanley.

Meskipun pemasangan chattra dapat menimbulkan pertanyaan dari segi ilmiah, seperti yang diutarakan oleh dosen Undip, pendekatan ini dianggap tidak relevan oleh beberapa umat. Mereka lebih menekankan pada arti simbolis dan spiritualitas, serta keinginan untuk memperkuat keyakinan umat Buddha.

Dalam konteks ini, arkeolog Ismoyono menekankan bahwa pengembangan Candi Borobudur perlu dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan dan mempertimbangkan aspek keilmuan lintas disiplin. Meskipun chattra mungkin tidak memiliki dukungan data ilmiah untuk rekonstruksi candi, pembahasan pengembangan dan pemanfaatan perlu melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan.

Sebagai Candi Budaya Indonesia yang megah, Borobudur dapat menjadi wujud kesatuan spiritual dan potensi pariwisata dunia, dengan chattra sebagai simbol keberanian dan kesucian dalam perjalanan spiritual.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara