
Sebanyak 13 laki-laki dewasa berpakaian layaknya prajurit kerajaan menari lincah diiringi gamelan dari atas panggung Lapangan Bola Dusun Krecek, Desa Getas, Rabu (6/2). Tak lama berselang, muncul sesosok dewi berpenampilan anggun menjadi pusat perhatian penonton. Dia adalah penggambaran dari Dewi Songgolangit, kekasih Prabu Klono Sewandono seorang raja di Kerajaan Jenggala dalam pementasan seni rakyat kelompok kesenian Kudo Taruno Karyo Bahagiyo (KTKB) acara potong gombak Eka Santida Nugraha.
“Pada pentasan ini menceritakan perjuangan Prabu Klono Sewandono untuk mempersunting kekasihnya, Dewi Songgolangit,” tutur Rahman, salah satu pentolan KTKB.
Diceritakan, Prabu Klono bersama serombongan prajurit istana (prajurit kuda kepang) berangkat melamar Dewi Songgolangit ke Kerajaan Kediri. Tetapi ditengah jalan, Prabu Klono dihadang oleh raksasa yang digambarkan sebagai buto. Akhirnya terjadi pertempuran sengit antara Prabu Klono dan pasukannya dengan buto raksasa (Muyadi).
Dengan senjata cemetinya, Prabu Klono dapat mengalahkan buto raksasa yang merupakan perwujudan Prabu Lodaya. Kalah sebagai buto, Prabu Lodaya berubah wujud menjadi singo barong, tetapi lagi-lagi dapat ditaklukkan oleh Prabu Klono, kali ini dengan senjata gunungan KTKB. Akhir cerita, meskipun dikalahkan oleh Prabu Klono, Prabu Lodaya tak lantas sakit hati, tetapi mereka menjadi sahabat baik.
“Perjuangan yang tulus dengan niat baik, meski mendapat halangan sebesar apapun dapat diatasi dan dengan kebaikan, kejahatan dapat dikalahkan. Itu adalah inti pesan yang ingin kami sampaikan kepada penonton,” imbuh Rahman yang merupakan penabuh gamelan juga pencipta koreografi KTKB.
Perjuangan melestarikan kesenian rakyat
Kabupaten Temanggung merupakan salah satu tempat lestarinya kesenian, terutama seni rakyat kuda kepang. Berdasarkan data dinas pariwisata Temanggung, saat ini tercatat sekitar 750 kelompok kesenian rakyat yang sudah terdaftar, salah satunya adalah Kudo Taruna Karyo Bahagiya (KTKB).
Kelompok kesenian KTKB telah berdiri sejak tahun 1977, oleh warga Kampung Mranggen, Dusun Kandangan, Desa Tempuran, Kecamatan Kaloran. Saat ini, KTKB menjadi salah satu grup kuda kepang yang paling digemari bila dibandingkan dengan grup-grup lainnya, terutama yang dari Kecamatan Kaloran.
Koreografi yang terus berkembang, gending-gending garapan yang selalu dikembangkan, cerita narasi penuh pesan moral dan totalitas anggota adalah kelebihan dari grup ini. Tetapi dibalik kesuksesannya, ternyata membutuhkan perjuangan panjang.
“Dulu, untuk membeli properti, gamelan, seragam dan lain-lain masyarakat membentuk kelompok nyangkul (mencangkul). Ketika ada warga dusun yang membutuhkan tenaga mencangkul dilahannya, kelompok ini yang mengerjakan dan upahnya digunakan untuk membeli gamelan, badong, seragam tari dan kebutuhan kesenian lain,” kenang Rahman.
Baca juga: Mengemas Dharma dalam Kegembiraan di Pegunungan Ungaran
Bahkan tidak hanya mencangkul, pekerjaan-pekerjaan kasar yang membutuhkan banyak orang juga dikerjakan demi menyalurkan jiwa seni. “Tidak hanya mencangkul tetapi pekerjaan lain yang melibatkan banyak orang seperti proyek pembangunan pun pernah dilakukannya. Upah buruh yang diterima ini dikumpulkan untuk mempertahankan grup KTKB, khususnya untuk properti yang setiap tahunnya terus mengalami perkembangan. Selain dari cara buruh, mereka pun mendapatkan pemasukan dari tanggapan pentas dari dusun-dusun lain,” katanya.
Pasang surut grup sudah tidak lagi menjadikan penghalang mereka untuk terus bertahan, ada satu masa ketika KTKB sangat kekurangan dana dan tidak bisa melengkapi properti yang lebih modern, hingga ketika pentas pun mengenakan properti apa adanya. “Rasa nervous sudah pasti mereka alami ketika menghadapi persaingan dalam pentas, namun mereka menyadari bahwa keadaan seperti itu tidak akan selamanya. Kurang lebih lima tahun terakhir hingga saat ini KTKB mulai bangkit dari keterpurukan, dengan banyaknya undangan pentas pemasukan pun mulai cukup untuk membeli perlengkapan. Dari pentas ke pentas KTKB mengumpulkan dana yang bisa digunakan untuk mengejar ketertinggalan,” imbuh laki-laki yang juga awak BuddhaZine ini.
Demi sebuah totalitas
Salah satu faktor kuat yang membuat KTKB tetap bertahan dan bisa berkembang hingga saat ini adalah totalitas. Rasa memiliki yang tinggi atas terhadap KTKB membuat para anggota rela melakukan apa pun demi mempertahankan dan mengembangkan kesenian.
Tanpa imbalan, bahkan kadang harus merogoh kantong pribadi ketika diundang untuk pentas mereka tetap melakukannya. “Ketika jadwal pentas padat, mereka seakan tak pernah lelah untuk pentas. Beberapa kali mereka bahkan melayani undangan yang sangat berdekatan jarak, hanya selang semalam sehingga kadang harus menginap di tempat penanggap. Dan itu semua mereka lakukan tanpa ada imbalan secara materi bagi setiap anggota, mereka bahkan tidak jarang merogoh kocek sendiri untuk transportasi ketika pentas di dusun lain,” tutur Weny, penabuh gendang KTKB kagum.
Semakin berkembangnya KTKB jadwal pentas pun semakin padat. Mereka diundang pentas diberbagai acara mulai dari orang punya gawe, perayaan Agustusan, nyadran, sedekah dusun, hingga pentas-pentas seni rakyat massal di Kabupaten.
“Sekarang, satu bulan kita rata-rata mendapat undangan pentas 5 – 10 kali. Kalau musim sadranan, perayaan 17 Agustus dan sedekah desa lebih gila lagi, satu minggu kadang bisa pentas 5 kali. Jadi saat ini lumayan, sudah tidak perlu mencangkul untuk membeli alat. Dari tanggapan-tanggapan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan pentas meski belum bisa membayar anggota,” imbuhnya.
Bagi warga Kampung Mranggen, seni mampu menyatukan segala perbedaan baik ras maupun agama, juga sebagai perekat persaudaraan antarwarga. Di sisi lain dengan adanya kegiatan berkesenian ini diharapkan akan mengalihkan perhatian terutama bagi kalangan anak muda kepada hal-hal yang positif, sehingga tidak mudah terseret arus dalam pergaulan yang kurang sehat.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara