• Saturday, 18 November 2017
  • Andre Sam
  • 0

“Jauh sebelum Bhinneka Tunggal Ika. Toleransi telah dimulai dari Borobudur, relief Gandawyuha.” Romo Mudji, SJ

Pendapat tersebut disampaikan oleh Romo Mudji di sela-sela konferensi pers Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2017 pada Selasa, (14/11) berlokasi di Tjikini Lima Restaurant & Cafe. Jl. Cikini 1 No.5. Menteng. Jakarta Pusat.

BWCF merupakan sebuah festival tahunan yang diselenggarakan oleh Samana Foundation, sebagai wahana berupa pertemuan bagi para penulis dan pekerja kreatif serta aktivis budaya pada umumnya dalam kerangka dialog lintas batas dan pemahaman interkultural yang berbasis pada pengembangan dan perluasan pengetahuan atas berbagai khazanah sehingga para kreator budaya maupun masyarakat yang hidup dalam budaya-budaya tersebut dapat memanfaatkan segala khazanah yang ada sesuai dengan kebutuhan aktualnya.

Ada 460 buah panel Relief Gandawyuha yang dipahatkan pada dinding lorong dua dan tiga Borobudur jarang sekali didiskusikan secara serius. Padahal relief ini berbicara tentang hal yang sangat relevan di tengah kecenderungan fanatis dan intoleransi agama saat ini. Relief ini berbicara tentang kisah pencarian kebenaran tertinggi. Sesuatu yang ada dalam semua agama dan tradisi-tradisi besar dunia kerohanian mana pun.

BWCF menganggap bahwa pencarian ketuhanan dalam kisah Gandawyuha ini sangat universal dan mencerminkan tingkat toleransi agama yang tinggi. Kisah Gandawyuha bahkan bisa membuktikan bahwa antara Borobudur dan Prambanan tidak terjadi kompetisi atau persaingan religi.

Festival ini akan dihelat pada 23-25 November 2017. Diawali di Hotel Grand Inna Malioboro dan berlanjut di Hotel Manohara, pentas seni di Taman Aksobya, Lapangan Kenari di kompleks Candi Borobudur, Magelang serta diakhiri di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta.

Menurut Sudiarto, Ketua Sudimuja, sebuah lembaga yang mendedikasikan diri mengungkap Muarajambi sebagai pusat kebudayaan Buddha. Ia menuturkan, “Pada puncak Candi Borobudur, stupa-stupa mewakili batin makhluk yang tercerahkan.”

Untuk pertama kalinya Gandawyuha akan dibahas secara khusus dalam sebuah seminar. Gandawyuha adalah cerita yang terpatri di relief lorong ke 2, 3, dan ke 4 Candi Borobudur yang merupakan sutra besar Agama Buddha Mahayana dan menjadi inti dari Borobudur yang berkisah tentang kemajemukan religi, toleransi dan pluralisme agama yang tinggi.

Dalam semangat keberagaman tersebut akan dibahas pelbagai keyakinan penghayat di bumi nusantara mulai dari Marmalim di Batak, Sunda Wiwitan di Sunda, Kejawen di Jawa, Kaharingan di Kalimantan, Marapu dan Lamaholot di Flores.

Gelaran BWCF ke-6 akan diisi oleh seminar, pentas kolaborasi tari-rupa-musik, musik, pembacaan puisi, meditasi pagi, pemutaran film, pameran foto, pesta buku, dan pemberian penghargaan kepada Sang Hyang Kamahayanikan.

Yudhi Widdyantoro sebagai seorang guru yoga yang akan turut berpartisipasi dalam BWCF menambahkan, “Pangeran Sudhana merupakan seorang yogi. Yoga merupakan perjalanan spiritual. Seorang yogi adalah seorang yang telah melampaui batasan-batasan agama.”

Ada beberapa acara yang tidak boleh dilewatkan, yakni:

1. Kamis, (23/11)

Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta (Malioboro) pukul 18.30-20.00 WIB. Pidato Kebudayaan Dr. Agus Widiatmoko tentang hubungan Muaro Jambi, Nalanda, Vikramasila, dan Candi Borobudur.

2. Jumat, (24/11) 

Hotel Manohara, Candi Borobudur. Sesi I, pukul 09.00-13.00 WIB.

a. Prof. Dr Noerhadi Magetsari, “Aspek Ketuhanan Candi Borobudur”

b. Salim Lee (Australia), “Candi Borobudur: Gandawyuha Kawedhar”

Sesi II, pukul 13.00-17.00 WIB.

c. Romo J. Sudrijanta, SJ, “Mistisisme Buddha dan Katholik”

d. Bhante Santacitto Sentot, “Sutra Gandawyuha dalam perspektif Theravada”

3. Sabtu, (25/11)

a. 05.00-07.00 WIB, Morning Meditation di Zona 1 Candi Borobudur, Romo J. Sudrijanta, SJ., Yudhi Widdyantoro, dan Bhante Santachitto

b. 05.00-07.00 WIB, Membaca Relief di zona 1 Candi Borobudur, Salim Lee

4. Penutupan

Di Pendopo Hotel Ambarukmo, Yogyakarta. Pukul 18.30 WIB-selesai. Penyerahan Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada Prof. Dr. Noerhadi Magetsari. Dan tentunya banyak acara menarik lainnya, yang sayang apabila dilewatkan begitu saja.

Romo Mudji menutup sesi konferensi pers dengan pernyataan, “Mari kita mewartakan kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Sehingga kita bisa merawat kehidupan dan merayakannya.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara