• Wednesday, 21 November 2018
  • Ngasiran
  • 0

Bencana gempa bumi Lombok, Nusa Tenggara Barat sudah berlalu. Kini masyarakat Lombok mulai bangkit untuk pemulihan pasca gempa. Tetapi kisah haru para korban dan perjuangan heroik para relawan demi tugas kemanusiaan sungguh inspiratif! Salah satunya kisah Amirudin.

Amirudin adalah putra asli Pulau Lombok, Lahir di dusun Tendaun, Batu Rapat, Kecamatan Lembar, Lombok Barat. Pria kelahiran 31 Desember 1983 ini merupakan salah satu korban gempa Lombok, rumahnya mengalami retak ringan, istrinya yang sedang hamil tua saat terjadi gempa mengalami pendarahan membuat nyawa putra keduanya tidak bisa diselamatkan.

Dalam kondisi seperti itu, Amir yang merupakan Abdi Desa Ehipassiko Foundation tetap menjalankan tugas kemanusiaan. “Ya gimana, uang sudah masuk dan harus dibelanjakan untuk disalurkan. Tidak mungkin saya pasrahkan ke orang lain yang sudah menjadi tanggung jawab saya,” tutur laki-laki yang akrap disapa Amir ini kepada BuddhaZine.

Sejak gempa pertama mengguncang Lombok tanggal 29 Juli, Amirudin bersama tim yang terdiri dari 20 orang langsung bergerak menyalurkan bantuan. Setiap hari dia blusukan ke desa-desa yang terkena dampak gempa. Hingga saat gempa mengguncang dengan kekuatan lebih dahsyat tanggal 5 Agustus, meskipun berpusat di Lombok Utara, rumah Amir yang berada di Lombok Barat juga terkena goncangan cukup keras.

“Saat itu, istri saya panik mengalami pendarahan, belum sempat saya bawa ke rumah sakit karena sumah sakit juga lumpuh. Setelah beberapa hari, putra kedua kami yang masih dalam kandungan meninggal,” sesal Amir.

Meskipun dalam kondisi duka mendalam, namun Amir tetap melaksanakan tugas dalam misi kemanusiaan; Bodhisattva misi. Sehari setelah jenazah putranya dikebumikan, Amir harus kembali meninggalkan istri dan keluarga untuk kembali bertugas. “Esok hari setelah anak saya dikebumikan saya harus kembali bertugas. Ya bagaimana, amanat orang harus diselesaikan, tetapi jam empat sore saya usahakan sudah sampai rumah. Karena malam harinya kan ada baca paritta,” lanjutnya.

Suka duka menjadi relawan gempa

Menjadi relawan untuk membantu orang yang sedang kesusahan tidak selalu mudah. Dibutuhkan niat tulus dan keberanian di lapangan. Apalagi relawan yang juga korban, terkadang dihadapkan pada dilema antara mengurus keluarga dan menjalankan tugas kemanusiaan. Ini juga yang dihadapi oleh Amirudin. “Istri saya kadang ya protes, ‘hanya mengurusi orang lain, keluarga sendiri tak diurus’ ya bagaimana sudah tugas saya. Lama-lama istri juga ngerti,” tutur Amir.

Tak hanya itu, ketika sedang berada di lapangan untuk menyalurkan bantuan. “Kesulitannya ya, namanya orang itu kan timbul keserakahan, jadi harus pandai-pandai. Contohnya misalnya terpal, terpal itu saya menyalurkan lebih dari 400’an buah, masih saja tidak cukup-cukup. Begitu juga yang lain-lain, karena itu ketika menyalurkan bantuan, barang langsung saya serahkan kepada kepala posko atau Kadus, supaya mereka yang atur.”

Baca juga: Anak-anak Korban Gempa Lombok Sudah Kembali Sekolah

Tetapi bagi Amir, membantu orang dan melihat orang yang dibantu tersenyum merupakan kebahagiaan sendiri. Seperti ketika Amir menyalurkan bantuan ke pelosok Dusun Pawang Timpas, Kecamatan Bayan, Lombok Utara yang hingga Amir datangi belum menerima bantuan. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu. “Aduh tepat sasaran dah saya,” pikir Amir dalam hati.

Menurut Amir, Dusun Pawang Timpas adalah dusun paling pelosok di Lombok Utara. Untuk datang ke sana harus jalan kaki melalui medan pegunungan. Hingga kedatangan amir, (4 hari pasca gempa) masyarakat Pawang Timpas belum tersentuh bantuan sama sekali.

“Pergi saya ke sana, memang pelosok benar, kita jalan kaki, pelosok banget. Saya bawa mie Instan waktu itu, mereka lagi bakar ubi, tidak ada beras, minumnya air kelapa. Belum lagi bantuan saya berikan, baru ngobrol-ngobrol sama mereka, orang tua-tua itu langsung ambil mie, langsung dimakan mentah. Oh, ini laper bener pikir saya, nggak ada malu-malunya langsung dimakan mentah-mentah,” Amir berkisah.

Selama menjadi relawan, amir telah menyalurkan bantuan senilai 355 juta rupiah. Dana ini diperoleh dari Ehipassiko Foundation dan para donatur dari berbagai kota di Indonesia. Uang tersebut disalurkan dalam bentuk berbagai kebutuhan pokok seperti; beras, mie instan, lauk-pauk (ikan asin, bawang merah, cabe), air, dan aneka kebutuhan lain.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara