• Wednesday, 2 January 2019
  • Surahman Ana
  • 0

“Setelah mengikuti kegiatan ini, saya merasakan pengalaman baru. Bagi saya, bisa belajar dan praktik Dhamma bersama itu menyenangkan meskipun saat melakukan meditasi kadang merasa capek, kaki kesemutan, tetapi bisa berkumpul dengan teman-teman saya bisa merasakan kedamaian,” terang Armega Yuliana saat mengikuti pelatihan Atthasilani.

Alih-alih merasa kapok dengan jadwal dan rutinitas berlatih yang ketat, siswi kelas 3 SMP N 2 Donorojo ini berharap dapat mengikuti pelatihan serupa di kesempatan yang lain. “Saya berharap bisa mengikuti acara seperti ini lagi di waktu mendatang, dan saya rasa teman-teman yang lain juga harus ikut merasakan kehidupan seperti ini,” imbuh remaja yang akrab disapa Mega ini.

Tak hanya Mega, Eka Hitaloka pun merasakan hal yang sama. Remaja 17 tahun yang saat ini duduk dibangku kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Donorojo juga mengaku menikmati segala aktivitas selama berlatih.

“Di sini kita berlatih tentang kedisiplinan, baik tentang waktu, aturan, dan lainnya. Juga di sini kita dilatih tentang objek sifat-sifat luhur kemudian tentang cara makan Atthasilani. Bagi saya latihan ini menyenangkan, dan semoga bisa saya praktikkan dalam kehidupan sehari-hari,” kata remaja putri asal Vihara Shima Kalingga, Desa Blingoh, Kecamatan Donorojo, Jepara ini kepada BuddhaZine.

Armega Yuliana dan Eka Hittaloka merupakan dua dari 35 peserta pattipathi Dhamma (belajar dan praktik Dhamma) di Kuti Petapaan Goa Meditasi, Dusun Guwo, Desa Blingoh, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara. Mereka adalah remaja putri dari 3 dusun; Guwo, Blingoh dan Jugo yang selama 4 hari penuh Selasa – Kamis (24 – 27/12/2018) mengikuti program Atthasila (mejalankankan delapan sila).

Pattipathi Dhamma merupakan program rutin yang diadakan oleh Kuti Petapaan Goa Meditasi bersama umat Buddha Vihara Giri Santi Loka. Kali ini adalah yang ke-3 sejak Goa Meditasi dibangun. Yang menjadi menarik, setiap kegiatan yang terlaksana di tempat ini selalu disokong penuh oleh umat Buddha setempat, terutama dalam hal makanan. Ibu-ibu dusun Guwo secara bergantian berdana makanan pagi dan siang untuk makan bhante, peserta dan panitia.

“Ini adalah yang ketiga kali dilakukan di tempat ini. Kali ini, khusus untuk anak-anak remaja usia sekolah, mulai dari kelas 5 sekolah dasar, sampai kelas 3 SMA. Ya, memanfaatkan hari libur sekolah, daripada dihabiskan hanya untuk liburan di rumah, lebih baik untuk berlatih spiritual, mengenal dan praktik Buddhadhamma lebih mendalam,” terang Bhante Khemadiro, pembimbing kegiatan ini.

Kegiatan pattipathi Dhamma kali ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama untuk peserta perempuan, dan tahap kedua Jumat – Senin (28 – 31/12/2018) khusus untuk peserta laki-laki. “Kenapa terpisah, salah satu alasanya karena tempat yang tersedia terbatas, hanya cukup untuk 30 orang saja. Kemarin kita paksakan 35 orang untuk peserta perempuan, jadi panitia harus tidur di ruang goa,” imbuh bhante.

Baca juga: Apa sih Atthasilani itu?

Selama empat hari berlatih menjalankan delapan sila, para peserta diajak untuk melakukan berbagai aktivitas dengan jadwal yang ketat. Pukul 04.00 dini hari, mereka harus bangun untuk melakukan meditasi pagi selama 1 jam. Selesai meditasi, para peserta melakukan pujabhakti hingga menjelang makan pagi.

“Pada prosesnya selama pelatihan para peserta Atthasila diajarkan bagaimana menajalani kehidupan dengan tata tertib sesuai Dhamma dan juga melatih kedisiplinan hidup. Pada pukul 04.00 dini hari para peserta diwajibkan sudah bangun kemudian diajak untuk bermeditasi pagi. Metode meditasi yang diajarkan pun bervariasi; duduk, berdiri, dan berjalan. Namun metode yang lebih ditekankan dalam pelatihan adalah meditasi kesabaran, yang mana dalam melakukan segala aktivitas selama pelatihan para peserta dilatih untuk melakukan dengan kesabaran guna menunjang ketenangan dan pengembangan batin.

“Memang di sini pelatihannya khusus Atthasila dan meditasi. Utamanya yang saya tekankan berkenaan dengan pelajaran adalah makna dari Atthasila itu sendiri, kemudian tata caranya, perilaku-perilakunya, tata tertibnya, apa yang perlu dilakukan dan yang tidak perlu dilakukan. Itu yang menjadi penekanan pelajaran anak-anak. Pelajaran ini saya ambil dari tata tertib kehidupan Samanera. Kemudian dalam meditasi memakai praktik sabar, dalam keseharian itu yang praktikkan adalah sabar. Ciri sabar yang pertama adalah menahan, menahan apa saja perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Yang kedua mampu menerima segala sesuatu dengan apa adanya,” imbuh Bhante.

Melanjutkan pelatihan, setelah pelatihan Atthasilani akan diadakan pelatihan Atthasila bagi remaja putra. Pelatihan Atthasila dimulai dengan penahbisan pada Jumat (28/12/2018) hingga Senin (31/12/2018). Sebagai penutup kegiatan pelatihan secara keseluruhan, bhante mengadakan Dhammayatra yang mengajak seluruh peserta Atthasila dan Atthasilani ke Grobogan, Purwodadi pada Selasa (1/01/2019).

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *