Candi Borobudur sebagai tempat wisata terbuka untuk dikunjungi siapapun, baik turis lokal ataupun asing. Tak sedikit para pengunjung itu berpakaian terlalu terbuka dan kurang pantas. Ini kadang menimbulkan dilema karena di sisi lain Candi Borobudur adalah tempat ibadah agama Buddha.
Tapi sejak Maret 2011, kekhawatiran tersebut menurun secara signifikan. Penyebabnya adalah aturan sarungisasi. Ya, aturan ini mewajibkan semua turis, tanpa terkecuali, wajib mengenakan sarung batik dengan motif stupa dan mandala. Sebagai bentuk penghargaan pada bangunan warisan sejarah dunia itu.
Setelah lebih dari setahun diberlakukan aturan tersebut, ternyata memiliki dampak yang positif. Sarung berhasil mengubah perilaku pengunjung saat menikmati keindahan candi yang dibangun abad 8 peninggalan Wangsa Syailendra tersebut.
“Dulu yang biasanya pengunjung naik ke stupa, dengan memakai sarung sudah tidak lagi. Tidak lari-lari di candi dan tidak membuang sampah sembarangan,” ujar Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, Purnomo Siswoprasetjo seperti dilansir VIVAnews, Selasa 4 September 2012.
Sarung disediakan oleh pihak pengelola, tanpa memungut bayaran. Purnomo menambahkan, kebijakan sarungisasi mendapat apresiasi dari para wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. “Mereka justru sangat bangga memakai sarung batik,” tambah dia.
Dengan mengenakan sarung, pakaian para pengunjung otomatis terlihat lebih sopan. “Sarung bisa menimbulkan efek kesadaran kepada pengunjung. Eh, ternyata dampak positifnya banyak sekali. Candi sebagai warisan budaya jadi semakin dihargai,” tutur dia.
Sejak program sarungisasi dilaksanakan banyak sekali wisatawan yang tertarik untuk membawa pulang sarung tersebut sebagai suvenir. “Ya kejadian seperti itu banyak. Karena ada permintaan seperti itu, kami siapkan suvenir sarung yang bisa dibeli untuk dibawa pulang,” tuturnya.
Sebagian besar yang ingin membawa pulang sarung tersebut adalah wisatawan mancanegara. “Kalau boleh dibawa pulang ya dibawa pulang. Kalau boleh dibeli ya dibeli, karena mereka sangat tertarik dengan sarung itu. Yang kebanyakan seperti itu tamu dari luar negeri,” tutur Purnomo.
Banyak juga yang lupa mengembalikan saat turun dari tangga Candi Borobudur. “Biasanya yang lupa mengembalikan sarung, esoknya datang lagi baru dikembalikan. Mungkin mereka itu lupa melepas sarung itu saat turun. Tapi sebagian besar dikembalikan lagi,” papar dia.
Saat ini jumlah sarung yang disediakan untuk pengunjung Candi Borobudur sebanyak 15 ribu potong. Padahal sebelumnya jumlahnya hanya sekitar 10 ribu potong. “Sebelum Lebaran kemarin, kami menambah jumlah 5.000 sarung,” sebut dia.
Keberhasilan program sarungisasi di Candi Borobudur juga sudah mulai ditiru diterapkan di Candi Prambanan sebelum Lebaran kemarin. Jumlah sarung yang disediakaan sementara ini mencapai 4.000 sarung. (vivanews.com)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara