• Friday, 4 June 2021
  • Ngasiran
  • 0

Bertepatan dengan hari lahir Pancasila, 1 Juni 2021, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI menggelar Jagongan Moderasi Beragama di Dusun Krecek, Desa Getas, Kec. Kaloran, Temanggung.

Kegiatan ini menghadirkan Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq, Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Supriyadi, Budayawan Gus Yusuf Chudlori, dan Prof. Achmad Gunaryo sebagai narasumber. Acara ini digelar di Pendopo Paud Saddhapala, Dusun Krecek, Selasa (1/6).

“Jagongan moderasi beragama dilaksanakan dalam rangka menuju tahun kerukunan 2022,” tutur Rizki Riyadu Taufiq dalam laporan panitia.

Gus Yusuf Chodlori sebagai pembicara pertama menyampaikan bahwa Pancasila adalah kado indah bangsa Indonesia. Menurutnya, Pancasila mempunyai peranan vital dalam menyatukan bangsa Indonesia yang beragam.

“Dengan Pancasila semua saling mengasihi, bersatu dalam Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia harus menjadi rumah yang nyaman oleh semua anak bangsa, apapun suku dan agamanya,” tutur Gus Yusuf.

Tahun 2022 sebagai tahun kerukunan yang dicanangkan pemerintah Jokowi harus menjadi gayung bersambut para tokoh agama yang berada di tengah-tengah masyarakat. Moderasi harus sering dilakukan, tidak bisa hanya menjadi selogan-selogan, tidak cukup hanya seremonial diseminar-seminar, tapi harus digelorakan, dilakukan dalam pseduluran dalam masyarakat.

“Sekali lagi saya berharap jagongan semacam ini bisa kita tindak lanjuti bersama-sama secara informal, tidak harus menunggu dari litbang kemenag datang ke desa-desa pasti tidak mampu, anggarannya juga ora tekan,” lanjut Gus Yusuf.

Ruang perjumpaan antara generasi muda lintas agama harus terus diciptakan. “Di sini ada teman-teman NU, mungkin suatu saat generasi muda Buddha juga bisa bertemu dengan teman-teman pemuda Ansor, di sana nanti juga bertemu pemuda Kristen, Katholik, dan seterusnya. Ini yang terpenting menurut saya,” kata Gus Yusuf penuh harap.

Supriyadi, Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha RI juga mengajak segenap umat Buddha untuk ikut berperan dalam menjaga kerukunan bangsa. Kehidupan harmonis, menurut Supriyadi bisa tercipta bila setiap individu berpikir, berucap, dan bertindak dengan
dasar cinta kasih.

“Dalam Buddha Dharma, salah satu pedoman hidup harmonis merujuk pada Saraniya Dhamma Sutta. Kita bisa membangun keharmonisan jika kita bisa mempraktikkan cinta kasih dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan sehingga tidak ada iktikad buruk dalam bertindak. Begitu pula dalam berbagi, memberi kesempatan kepada sesama untuk menikmati apa yang didapat secara halal,” jelas Supriyadi.

Bupati Temanggung, M. Al Khadziq menyampaikan bahwa hidup harmoni dalam keberagaman bukan baru di Temanggung. Sejak abad ke-2 berdasarkan temuan situs Liyangan, Temanggung sudah mempunyai peradaban maju. Sekitar tahun 200 masehi peradaban itu sudah hidup, eksis, berkembang maju hingga tahun 1.100 terjadi bencana alam gunung meletus sehingga masyarakatnya melakukan eksodus ke Jawa Timur.

Para arkeolog menemukan fakta sejarah bahwa di Liyangan waktu itu sudah ada peradaban yang maju, sudah ada interaksi dengan masyarakat dari luar, juga masyarakat dari tiongkok, Cina dengan temuan artefak yang diperkirakan berasal dari Cina.

“Masyarakat sudah maju sejak abad ke-2, masyarakat sudah bisa bertani dengan baik, sudah bisa membangun arsitektur-arsitektur yang mumpuni, dan sudah berinteraksi dengan masyarakat dari luar daerah yang tentunya juga dengan masyarakat yang plural.

“Dan di Temanggung itulah tempat berdirinya kerajaan Mataram Kuna. Yang dipimpin oleh Rakai Pikatan dan Ratu yang cantik Pramodya Wardai. Saya kira raja dan ratu dulu pernah jalan-jalan ke Getas ya. Mungkin naik kuda sampai di sini. Nah, rakai pikatan ini menyatukan dua dinasti, dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra, Hindu dan Buddha.

“Artinya, bahwa keberagaman, lintas agama, lintas kultur bukan sesuatu yang baru di masyarakat kita, apalagi di masyarakat Temanggung,” papar Khadziq.

Semenatara itu, Prof. Ahmad Guntaryo sebagai narasumber terakhir menyampaikan bahwa jagongan yang diiringi dengan gending-gending gamelan dan masyarakat yang mengenakan pakaian Jawa menunjukkan alkurutasi yang sangat baik.

“Kalau ada Islam Nusantara, saya kira di sini lah Buddha Nusantara,” katanya. Ia juga menambahkan tidak ada satu agama apapun dalam perkembangannya yang tidak terpengaruh dengan budaya. “Itulah yang wajib kita syukuri bersama-sama,” imbuhnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara