Sasanasena Hansen | Sunday, 7 February 2021 11.11 AM News
Akhir tahun 2020, umat Buddha Korea khususnya maupun umat Buddha di dunia umumnya bergembira atas pengakuan resmi dari UNESCO terhadap Festival Lentera yang tiap tahun diadakan di Korea Selatan untuk menyambut hari lahir Buddha Gotama.
UNESCO secara resmi memasukkan Yeondeunghoe – festival lentera teratai sebagai warisan budaya dunia tak berwujud. Menurut penjabaran pada situs UNESCO, Yeondeunghoe merupakan festival tradisi di Korea Selatan dimana seluruh warga berparade dan menyalakan lentera dengan berbagai warna.
Festival yang awalnya merayakan kelahiran Buddha Gotama ini kemudian berkembang menjadi sebuah festival musim semi nasional yang dapat diikuti oleh siapa saja. Jalan-jalan dihiasi oleh lentera teratai dan kerumunan orang masing-masing memegang lentera buatan tangan untuk mengikuti parade perayaan tersebut.
Festival ini pertama kali diselenggarakan oleh Raja Jinheung dari Kerajaan Silla (540-576 M) dan berlanjut pada periode Dinasti Goryeo (918-1392 M). Pada zaman Goryeo, festival ini diselenggarakan secara meriah setiap bulan purnama pertama dan kedua serta pada hari kelahiran Buddha di bulan keempat kalender lunar.
Festival
Festival ini kemudian meredup pada tahun 1392 saat Dinasti Goryeo ditumbangkan oleh Dinasti Joseon (1392-1910) dan juga dikarenakan tekanan pemerintah selanjutnya yang menganut paham Konfusianisme dimana hanya rakyat jelata yang masih merayakan festival ini secara sederhana.
Kini, festival lentera menjadi festival yang paling ditunggu-tunggu masyarakat Korea Selatan. Festival tahunan ini diawali dengan memandikan sebuah rupang Buddha dalam wujud bayi dan dilanjutkan dengan sebuah prosesi publik memparadekan lentera sepanjang jalan oleh para peserta sembari mengekspresikan doa-doa dan harapan baik bagi dirinya sendiri, keluarga dan kemakmuran bangsa. Selain itu, para peserta juga dapat mengikuti berbagai perlombaan yang diadakan.
Penyalaan lentera ini menyimbolkan pencerahan pikiran individu, komunitas dan seluruh masyarakat melalui kebijaksanaan Buddha. Program-program edukasi, pembabaran dan keterampilan dhamma biasa disediakan oleh kuil-kuil buddhis dan komunitas yang ada.
Festival ini merupakan sebuah momen kegembiraan dimana batasan sosial dihapuskan meski hanya sementara. Pada masa-masa sulit, festival ini memainkan peran penting dalam mempersatukan bangsa dan membantu orang-orang untuk mengatasi permasalahan yang ada kedepannya.
Setelah melalui proses selama 9 tahun, BuddhaZine kini telah berpayung hukum dengan naungan Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara. Kami berkantor di Dusun Krecek, Temanggung. Dengan yayasan ini kami berharap bisa mengembangkan Buddhadharma bersama Anda dan segenap masyarakat dusun.
Kami meyakini bahwa salah satu pondasi Buddhadharma terletak di masyarakat yang menjadikan nilai-nilai ajaran Buddha dan kearifan budaya sebagai elemen kehidupan.
Anda dapat bergabung bersama kami dengan berdana di:
Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara
Bank Mandiri
185-00-0160-236-3
KCP Temanggung