Pindapatta selalu menjadi kegiatan yang dinanti umat perdesaan. Begitu pun umat Buddha Vihara Buddha Metta Kampung Mranggen, Tempuran Kaloran, Temanggung. Cukup lama umat tidak melaksanakan pindapatta, sehingga warga menyambut antusias kedatangan Bhante Guttadhammo melakukan pindapatta, Rabu (26/1).
Dari anak-anak hingga lansia. Mereka mengenakan seragam kemeja putih. Berjejer di pinggir jalan kampung. Mempersembahkan dana makanan kepada bhante.
Pukul sepuluh pagi, bhante berjalan searah jarum jam mengelilingi Kampung Mranggen. Menghampiri setiap umat yang menyediakan makanan di meja ataupun dipegang oleh sekitar 31 keluarga. Beberapa umat dari vihara tetangga, seperti Vihara Metta Karuna Dusun Kandangan turut bergabung.
Seusai pindapatta, umat mengikuti bhante memasuki Dhammasala. Dalam kesempatan baik tersebut, bhante memberikan pesan-pesan Dhamma. Menurut bhante, pindapatta merupakan praktik untuk belajar melepas. Dengan melepas akan mengikis penderitaan dan mengurangi stres dalam menjalani kehidupan.
“Selama masih hidup, kita pasti akan menjumpai berbagai masalah. Makanya ada pepatah urip iku panandang. Yang sudah sangat jelas, kita hidup ini akan mengalami tua, sakit kemudian mati.
Belum lagi selama kita hidup banyak sekali persoalan yang akan kita hadapi. Inilah panandang. Makanya kalau kita tidak terbiasa belajar melepas, akan menderita ketika menghadapi panandang ini,” jelasnya.
Oleh karenanya bhante sangat mendukung pelaksanaan pindapatta, memberikan kesempatan kepada umat untuk berdana. Dengan berdana, melepas, maka kebahagiaan akan muncul. Namun demikian dalam melakukan kebajikan berdana juga harus memiliki pengertian yang baik.
“Kalau mau pindapatta jangan sampai memaksakan kemampuan diri. Apa yang bapak/ibu punya itu yang diberikan. Kalau sampai diada-adakan sementara kemampuan bapak/ibu tidak memenuhi, malah yang ada jadi stres. Harusnya bahagia melakukan kebajikan malah jadi menderita.” Tegas bhante.
“Melakukan berdana atau pindapatta juga harus dengan ketulusan atau keikhlasan. Karena disitulah manfaat yang besar akan muncul. Kalau pindapatta karena ingin sesuatu, misalnya ingin kaya itu namanya bukan ikhlas tapi mancing.
“Makanya kenapa pindapatta ini adalah latihan untuk melepas ya harus iklhas. Contoh yang nyata, semisal bapak/ibu berbuat baik kepada seseorang lalu orang tersebut malah berbuat sebaliknya kemudian bapak/ibu marah-marah, benci. Apakah bahagia? Tidak. Itu karena tidak iklhas, kalau iklhas ya tidak terpengaruh dengan perbuatan orang tadi,” imbuhnya.
Di samping itu, bhante juga menghimbau untuk praktik atthasila. Sebagai cara berpuasanya umat Buddha, atthasila adalah untuk mengikis hawa nafsu. Dengan terkikisnya hawa nafsu maka penderitaan bisa berkurang.
“Baik berdana maupun atthasila, keduanya harus dilandasi dengan tekad untuk melepas. Pindapatta untuk melepas, atthasila juga untuk melepas. Selesai.” terang bhante.
“Perlu direnungkan, terlahir dan hidup di alam bahagia itu ada cacatnya. Kita bisa mendapatkan kebahagiaan kalau kita berbuat kebajikan, kalau tidak berbuat kebajikan ya tidak mendapatkan kebahagiaan. Ini cacatnya. Makanya orang dikatakan bijaksana itu pasti ketika ada kesempatan digunakan untuk berbuat kebajikan. Sedikit maupun banyak yang penting berbuat kebajikan ketika ada kesempatan,” pungkasnya. [MM]
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara