• Tuesday, 7 April 2015
  • Sutar Soemitro
  • 0

Banyaknya oknum berpakaian rohaniwan Buddha yang sering meminta-minta menimbulkan keresahan masyarakat. Biasanya oknum tersebut memakai jubah bhiksu berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu dan berasal dari Tiongkok.

Modus operasi para bhiksu palsu tersebut hampir mirip. Selain meminta-minta sedekah, kadang mereka menawarkan pernak-pernik Buddhis atau menawarkan pembacaan doa untuk ditukar dengan sejumlah uang.

Sosoknya sering dijumpai di kawasan pemukiman etnis Tionghoa yang banyak terdapat toko semisal di Glodok. Warga yang didatangi kadang menjadi kikuk untuk menolak karena melihat jubah yang dikenakannya, terlebih kalau warga tersebut seorang Buddhis.

Namun bhiksu palsu itu akan diam seribu bahasa ketika diajak bicara terutama jika ditanya tentang identitasnya, termasuk jika diajak bicara bahasa Mandarin, padahal mereka kebanyakan berasal dari Tiongkok.

Secara fisik, walaupun terlihat mirip dengan bhiksu asli, namun ada perbedaan yang sebenarnya cukup jelas terlihat. Biasanya garis mukanya keras dan kulitnya agak hitam untuk ukuran orang Tiongkok. Aura khas seorang bhiksu juga tidak terlihat, berbeda dengan bhiksu asli yang memiliki aura khas karena sering menguncar ujaran Buddha (sutra/mantra) atau meditasi.

Fenomena bhiksu palsu ini ternyata bukan hanya terjadi di Jakarta, tapi juga sudah merambah sampai ke daerah-daerah lain.

Di Jogja salah satunya. Om Bing, salah satu sesepuh umat Buddha di Jogja menuturkan, salah satu peserta meditasi di Vihara Karangdjati pernah menangkap seorang bhiksu palsu yang sedang minta-minta. Uniknya, peserta meditasi ini justru seorang non Buddhis. Bhiksu palsu tersebut sempat melawan sebelum akhirnya tunduk dan dibawa ke kantor polisi.

Menurut Om Bing, Pembimas Buddha Kementerian Agama DIY kini telah mengedarkan surat resmi kepada instansi terkait, yaitu Kepolisian dan Kantor Imigrasi untuk menangkap bhiksu palsu.

Menanggapi keresahan ini, Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI Dasikin menyarankan agar tak perlu takut untuk menangkapnya. (Baca Seorang Bhiksu Gadungan Ditangkap Ketika Sedang Meminta-minta)

“Tangkap dan laporkan ke polisi!” Dasikin menghimbau. Setelah itu laporkan ke Pembimas atau Penyelenggara Bimas Agama Buddha setempat dan Kantor Imigrasi.

Dasikin juga menyatakan Kementerian Agama sebenarnya telah memiliki Peraturan Menteri Agama tentang Rohaniwan Asing, namun kini sedang disempurnakan menyesuaikan kondisi saat ini.

“Ini lagi disusun Peraturan Menteri Agama tentang Rohaniwan Asing. Nanti kita buat surat edaran ke instansi terkait,” ujar Dasikin.

“Rohaniwan asing yang ada di Indonesia itu pasti ada sponsor yang bertanggung jawab. Mereka mengurus perizinannya ke Ditjen Bimas Buddha, Kementerian Tenaga Kerja, dan Ditjen Imigrasi (Kemenhukam),” jelas Dasikin.

“Kalau tidak pakai (izin), itu namanya liar,” tegas Dasikin.

Ia juga menyebut, jika ada seorang yang mengaku-ngaku rohaniwan tapi meminta-minta, itu adalah pelanggaran serius karena menyalahgunakan visa yang ia pakai. Sanksinya adalah dideportasi. Rohaniwan yang berizin biasanya memakai visa rohaniwan, dan aktivitasnya jelas, yaitu kegiatan keagamaan. Sedangkan bhiksu palsu tersebut biasanya memakai visa turis, sehingga tak diperbolehkan mencari nafkah, terlebih meminta-minta.

Selain itu, rohaniwan Buddha aliran mana pun dalam aturan kebhikkhuan (Vinaya) tidak diperbolehkan meminta-minta. Sehingga tidak lagi ada alasan untuk membiarkan para bhiksu palsu tersebut menimbulkan keresahan masyarakat dan mencoreng nama baik agama Buddha.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara