• Thursday, 1 December 2022
  • Klisin
  • 0

BuddhaZine telah setia menemani para pembaca selama 11 tahun. Waktu yang tidak singkat. Bak perjalanan Bhiksu Tom San Cong mencari kitab suci ke Barat, banyak lika-liku yang dihadapi. Selama 11 tahun itu pula banyak sekali perubahan yang terjadi di masyarakat. Terutama pola masyarakat dalam mengkonsumsi berita dan informasi. Tulisan ini ingin merefleksikan bagaimana perjalanan BuddhaZine dari kacamata seorang editor yang tidak dibayar. 

Sejak 1 Desember 2011, BuddhaZine didirikan oleh mendiang Sutar Soemitro. Seorang pemuda sederhana yang memiliki visi besar dan jangka panjang. Pada waktu itu, membuat website berita tidak semudah sekarang. Perlu pendanaan, skill, dan tentu saja keseriusan. Namun tekadnya begitu kuat. Dia memulai dengan segala keterbatasan dibantu beberapa teman dan mentornya seperti Ngasiran dan Jo Priastana. Saya sesekali saja diajak berdiskusi. Itupun karena kebetulan kami sama-sama wartawan yang belum jelas. 

Sekitar tahun 2012-2013, Sutar duduk bersebelahan dengan saya di perpustakaan ICRP, tempat yang saya jadikan ruang kerja. Dia menceritakan soal perubahan konsumsi informasi masyarakat. Kira-kira dia bilang begini, “BuddhaZine akan menjadi media informasi dan edukasi masyarakat. Sekarang zamannya membaca berita di website.”

Saya menangkap pada waktu itu memang pola konsumsi media terutama website sedang naik-naiknya. Saya sendiri waktu itu sedang mengelola sebuah portal berita lintas agama. Dan memang pengunjungnya tiap hari bisa mencapai ratusan ribu. Namun, tidak dengan saat ini. Sehari dapat pengunjung seribu saja sudah berbunga-berbunga. 

Tahun 2022 ini website sudah tidak seramai satu dekade belakangan. Semakin mudahnya akses digital, pola konsumsi masyarakat juga berubah. Selain itu, media sosial baru juga turut mendisrupsi dalam memberikan informasi berita. Kini, masyarakat lebih banyak mengakses youtube, instagram, tiktok, twitter, dan sosial media lain dari pada website. 

BuddhaZine di tahun ke-11

Sebagai editor lepas, saya masih percaya bahwa berita berjenis teks masih menjadi sumber informasi yang dibutuhkan masyarakat. Oleh sebab itu, saya sering marah ketika tim BuddhaZine seperti terutama Ngasiran dan Ana Surahman tidak merespon berita-berita yang berkembang dengan cepat. Sebagai media pemberitaan, saya merasa terlalu lambat untuk memproduksi berita. 

Lihatlah kantor-kantor berita di Indonesia. Mereka masih bertahan dengan website-website mereka. Sementara itu, koran-koran dan majalah cetak sudah mulai bertumbangan. Saya menduga, koran dan majalah cetak hanya dibaca oleh generasi baby boomers, dan sedikit generasi dibawahnya. Saya sendiri berlangganan koran dan majalah nasional namun versi digital. Karena repot sekali harus menunggu koran cetak datang tiap pagi. Selain itu, tidak ramah lingkungan, bukan? 

Namun, meskipun berjalan pelan, namun saya melihat BuddhaZine ada upaya inovasi. Jika Anda pelanggan setia BuddhaZine, Anda pasti tahu Instagram, Facebook, Youtube, dan Tiktok BuddhaZine. Instagram dan Tiktok adalah dua media sosial yang dikelola dengan khusus. Keduanya saya mendengar pertumbuhan pengikutnya cukup kencang. Tim BuddhaZine bekerja cukup serius mengembangkan dua media ini. 

Saya melihat perkembangan ini menuju kearah yang positif. Sayangnya, sebagai bagian dari orang dalam saya melihat ada beberapa evaluasi penting. Pertama, seperti yang disampaikan oleh Sutar Soemitro, BuddhaZine selain media informasi, juga memiliki visi besar sebagai media edukasi. Mengedukasi artinya tidak sekadar memberikan informasi, tapi lebih jauh dari itu. Memberikan analisis, pemahaman, dan penyadaran masyarakat akan isu-isu penting. Saya agak pesimis, jika hanya mengandalkan konten-konten sosial media yang berdurasi pendek. Visi besar pendiri BuddhaZine ini adalah PR besar yang harus dilanjutkan oleh Ngasiran dan tim BuddhaZine saat ini. 

Kedua, meningkatkan kualitas. Sebagai editor, saya tentu membaca setiap tulisan yang masuk. Rata-rata tulisan itu dari reporter di lapangan. Kualitas reportase itu menurut saya harus lebih ditingkatkan baik dari kecepatan, penugasan, sistem editing, dll. Ini urusan “dapur” redaksi yang tidak perlu saya beberkan secara detail. Namun, kami berupaya untuk terus memperbaiki dari waktu ke waktu. 

Ketiga, memperkuat strategi dan inovasi. BuddhaZine dibawah pimpinan Ngasiran memiliki inovasi-inovasi terutama selain pemberitaan. Misalnya program pemberdayaan masyarakat Buddhis di Temanggung. Dampaknya dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Kerjasama dengan lembaga-lembaga baik pemerintah, perguruan tinggi, swasta, dan masyarakat sipil turut memperkuat gerakan ini. Namun, inovasi-inovasi ini masih perlu untuk dirapikan dengan manajemen yang lebih tertata. 

Terakhir, catatan ini bukan berarti untuk “menguliti” tubuh kami sendiri. Namun, sebagai refleksi, dan kecintaan kami pada BuddhaZine di tahun ke-11 ini. Kami sangat berharap, para pembaca juga dapat memberikan masukan dan saran ke kami. Terimakasih. [MM]

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara