• Tuesday, 15 May 2018
  • Ngasiran
  • 0

Waisak merupakan hari Buddha karena merayakan tiga peristiwa agung terkait perjalanan hidup Siddharta Gotama, mulai dari lahir, mencapai pencerahan sempurna, hingga wafat (parinibbana).

Menyambut Waisak, umat Buddha Kulon Progo yang mendiami wilayah pegunungan Menoreh melakukan upacara unik dan menarik dalam menyambut Waisak. Dengan mengangkat tema “Waisak Kulon Progo, Damai Harmoni dalam Kebhinnekaan.”

Panitia berharap umat Buddha mampu hidup rukun damai, harmoni berdampingan dengan penganut agama lain di Kulon Progo. “Karakter harmonis akan mewarnai setiap denyut nadi perjalanan hidup masyarakat yang ada,” tutur Surahman, penggagas acara ini.

Salah satu acara yang mencerminkan keharmonisan sosial adalah Tribuana Manggala Bhakti. Kegiatan yang bersifat religio kultural ini digali dari racikan ajaran Buddha berpadu dengan kearifan lokal adat dan budaya Jawa setempat. Dilaksanakan di Taman Sungai Mudal Minggu, (13/5). Masyarakat baik Buddhis maupun non Buddhis bahu-membahu menyiapkan upacara adat yang memiliki subtansi dasar kepedulian lingkungan hidup tersebut.

“Lingkungan hidup adalah tempat bernaung seluruh umat manusia dan bahkan hewan tumbuhan, lingkungan alam adalah area yang universal, area yang dibutuhkan oleh semua pihak, area yang tidak memisahkan sekat-sekat sosial dan sentimen primordial. Merawat kohesi sosial akan efektif bila dibangun dari sini, dari wilayah yang menjadi tumpuan bersama, wilayah yang mampu menyatukan perbedaan menjadi indah dan bermakna,” jelas Surahman, lebih lanjut.

Menurut Surahman, ada tiga mantra dalam upacara Tribuana Manggala Bhakti, yaitu, mantra bumi, mantra air, dan mantra cahaya, ataupun udara. “Ketiganya tidak luput dari pancaran kasih dan kepedulian Tribuana,” jelasnya.

Di Taman Sungai Mudal, setidaknya umat Buddha melakukan empat aktivitas; Pertama, pengambilan air suci waisak atau tirta amerta dengan menggunakan adat Jawa di sumber mata air Taman Sungai Mudal yang terletak tepat di kaki Gunung Kelir jajaran perbukitan Menoreh. Pada tahun ini pengambilan air diiringi dengan Gendhing Tribuana sehingga upacara semakin terasa sakral. Gendhing diracik khusus oleh tim dari Yavastin.

Kedua, upacara penanaman pohon penyangga air di berbagai mata air yang ada di perbukitan Menoreh, Kulon Progo berupa pohon Bodhi, Mahoni, Jati, Sengon serta tanaman produktif seperti manggis, durian, matoa, serta pete yang secara simbolik dipusatkan di Taman Sungai Mudal. Penanaman pohon adalah sarana edukasi untuk peduli dengan kelestarian mantra bumi.

Baca juga: Membersihkan Rupang Buddha Menjelang Waisak

Ketiga, pelepasan satwa burung endemik Kulon Progo seperti perkutut, kutilang, dan trotokan sebagai ekspresi kepedulian terhadap mantra udara, dan cahaya.

Keempat, pelepasan satwa ikan di sungai Mudal serta sungai sekitar lokasi vihara sebagai wujud ekspresi kepedulian terhadap lestarinya air.

Relevansi dengan ajaran Buddha, bila mau ditarik dalam wilayah agama, maka Tribuana bukanlah terletak pada wilayah wacana melainkan bergerak di wilayah tindakan. Bangunan tindakan kepedulian ini memiliki payung rujukan agama yang jelas. Spirit menghargai alam tersirat dalam teks Dhammapada 49, “Bagaikan seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana dalam menjalani hidupnya.”

Alam memang lahir untuk diolah tetapi bukan diperah, ada mekanisme hubungan mutualisme yang hendaknya dibangun. Lebah adalah contoh ideal dalam hal ini, memenuhi kebutuhan dari alam tapi tidak merusak alam bahkan menguntungkannya.

Babaran Buddha dalam Cakkavatti Sihanada Sutta mempertegas adanya bahaya eksploitasi alam yang berlebihan. Alam cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup semua penghuninya tapi tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan satu orang yang serakah.

Perintah pelestarian alam sesungguhnya ada dalam bagian teks Tipitaka meskipun tidak populer dalam masyarakat Buddhis. Teks Vanaropa Sutta menekankan bahwa baik pelestarian taman (aramaropa), maupun hutan (vanaropa) adalah bagian dari praktik Dhamma, bahkan dikatakan sebagai kebajikan yang luhur, laksana sang penolong.

Gerakan kepedulian terhadap alam dalam format Tribuana adalah gerakan yang penuh sukacita dalam kemasan adat Jawa klasik, masyarakat bahu-membahu merawat alam, larut dalam tindakan nyata.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara