Balai Konservasi Borobudur (BKB) akan melakukan pengamatan dan kajian dampak gerhana matahari terhadap batu konstruksi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Meski di Magelang sendiri hanya akan terjadi gerhana matahari sebagian.
Kajian dilakukan oleh tim peneliti BKB bidang dokumentasi arkeolog. Mereka akan mulai mengamati sejak sebelum gerhana matahari, saat terjadi gerhana matahari, dan beberapa hari setelah gerhana matahari.
Kepala BKB Marsis Sutopo mengatakan, tim akan melakukan pengamatan menggunakan sistem teknologi fotografi. Bidang yang akan diamati adalah bidang candi pada sisi timur atau bidang yang paling sering terpapar sinar matahari.
“Pada bidang sisi timur itu nanti akan kita amati apakah ada pengaruh sebelum dan sesudah terpapar gerhana matahari,” kata Marsis dalam keterangan pers di Borobudur, Senin (7/3).
Hanya saja, kajian yang dilakukan bukan fokus pada pengaruh gerhana matahari terhadap fisik batu seperti kerapuhan dan keausan batu, akan tetapi lebih kepada rona permukaan batu saat terpapar gerhana matahari.
“Kami akan amati apakah ada pengaruh gerhana matahari terhadap rona pada permukaan batu-batu penyusun candi Buddha tersebut,” kata dia.
Ia menjelaskan, setelah melakukan pengamatan, tim kemudian akan melakukan kajian yang hasilnya akan diketahui beberapa waktu setelah gerhana matahari pada 9 Maret 2016. Hasil kajian tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman BKB jika terjadi peristiwa serupa di masa yang akan datang.
“Sama halnya ketika kami melakukan kajian terhadap dampak abu vulkanis erupsi merapi 2010 lalu pada batu candi, hasil kajian itu bisa kami pakai saat terjadi bencana alam di Borobudur,” kata dia.
Marsis menambahkan, meski belum ada catatan sejarah yang menerangkan hubungan Candi Borobudur dengan ilmu astronomi, namun ia memperkirakan bahwa Candi Borobudur memilik hubungan erat dengan astronomi. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari gambar relief yang terpasang di dinding candi peninggalan Raja Samaratungga pada wangsa Syailendra itu.
Kala pembangunan dulu, monumen Candi Borobudur diperkirakan tidak hanya untuk kegiatan keagamaan Buddha saja, melainkan pada waktu itu bisa digunakan sebagai penentu musim. “Misalnya, ketika matahari persis di atas stupa, bisa saja nenek moyang terdahulu menandainya sebagai musim pertanian atau apa,” jelasnya.
Candi Borobudur memiliki hubungan dengan astronomi juga dapat dilihat dari salah satu relief bergambar tujuh bintang dan matahari. Pada relief itu, menggambarkan seseorang dengan latar belakang matahari dan tujuh bintang.
“Gambaran tersebut setidaknya memberikan pengetahuan bahwa nenek moyang dulu sudah mengerti tentang astronomi. Tujuh bintang ini ada artinya,” ungkapnya.
Sementara Kasi Pelayanan Konservasi BKB Iskandar M Siregar menambahkan, gerhana matahari di wilayah Jawa Tengah, termasuk Magelang, diperkirakan hanya kebagian sekitar 80-83 persen. Gerhana muncul Rabu 9 Maret 2016 dari pukul 06.20 WIB – 08.35 WIB.
“Puncak gerhana matahari persis pada pukul 07.24 WIB,” ujar dia. (www.kompas.com)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara