Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI menggelar Sippa Dhamma Samajja Tingkat Nasional VI Tahun 2015. Perlombaan pengetahuan agama dan kreativitas untuk tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK ini digelar di Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta tanggal 26-30 Oktober 2015.
Ada empat jenis lomba bagi masing-masing tingkat, yaitu Menyanyi Solo Lagu Rohani Buddha, Cerdas Cermat Dhamma, Membuat Cerita Bergambar, dan Melafalkan Syair Dhammapada. Menurut ketua panitia acara yang juga Direktur Urusan Agama Buddha Ditjen Bimas Buddha, Supriyadi, lomba kali ini diikuti oleh 28 propinsi dari seluruh Indonesia dengan 713 jumlah peserta.
Sejumlah kontingen yang kali ini ikut harus berjuang keras melewati kendala untuk dapat ikut akhirnya bisa sampai di Jakarta, terutama kontingen dari Sumatera dan Kalimantan. Salah satu contohnya adalah kontingen Riau. Karena kesulitan penerbangan langsung dari Pekanbaru, mereka harus naik bus ke Padang terlebih dahulu sebelum naik pesawat dari Padang. Sedangkan kontingen dari Bangka Belitung harus tertahan di bandara selama sehari karena penerbangan tertunda.
Menanggapi hal ini, panitia memberikan sedikit kelonggaran jadwal kepada kontingen yang terkena dampak kabut asap tersebut dengan menggeser jadwal lomba mereka.
Perlombaan sendiri berjalan lebih rapi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kerapian tersebut sudah terlihat sejak acara pembukaan yang dihadiri oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin pada hari Selasa (27/10).
“Tahun ini kelihatan sekali lebih rapi, juri-juri pun dilibatkan dalam panyusunan penilaian,” ujar Firman Lie, pelukis yang sudah terlibat sebagai juri sejak Sippa Dhamma Samajja pertama kali digelar. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Bhikkhu Cittaguto yang menjadi juri melafalkan syair Dhammapada.
Alasan di balik rapinya acara kali adalah karena Ditjen Bimas Buddha melibatkan event organizer profesional untuk acara pembukaan, penutupan dan penyelenggaraan, sedangkan perlombaan dan kepanitiaan tetap dipegang oleh Ditjen Bimas Buddha.
Pada event kali ini, diperlombakan kategori baru, yaitu lomba cerita bergambar. Peserta diberi kebebasan membuat cerita bergambar sebanyak 5-10 lembar dengan tema kejujuran, persahabatan, dan cinta kasih. Tema tersebut sebelumnya sudah diberitahukan ke peserta lomba sehingga saat lomba mereka sudah tahu harus menggambar apa.
“Waktu seleksi tingkat DKI Jakarta, saya merasa apa mungkin sih anak SD bisa? Ternyata bisa dan bagus,” ujar Firman Lie yang kali ini jadi juri lomba cerita bergambar. Bahkan minat peserta menggembirakan.
Bobot tertinggi penilaian antara lain teks harus bisa dibaca (keterbacaan), estetika, dan kesesuaian dengan topik. Aspek penilaian lain adalah estetika, komposisi warna, harmonisasi, dan proporsi.
Firman Lie bahkan memuji beberapa peserta memiliki potensi besar dalam bidang ini. “Potensi ada, skill ada, semangat ada, SDM sudah ada, nah tinggal siapa yang meneruskan pembibitan ini? Ini menarik kalau secara sungguh-sungguh digarap,” ujarnya. Ia menyarankan agar bibit-bibit tersebut dipupuk secara kontinyu melalui komunitas atau workshop.
Sementara itu Ditjen Buddha, seperti diungkapkan Supriyadi, berencana mengumpulkan hasil lomba tersebut yang jika memungkinkan akan diterbitkan dalam bentuk buku cerita bergambar. “Agar anak-anak bangga hasil karyanya diterbitkan dan dibaca oleh masyarakat banyak,” jelasnya.
Begitu juga dengan pemenang lomba menyanyi, ia juga berharap agar pemenang lomba bisa dibuatkan album. Kualitas peserta lomba menyanyi juga mengalami banyak peningkatan, seperti diakui oleh Joky, pencipta lagu Buddhis kondang yang menjadi juri.
“Menyanyi harus mengungkapkan isi syairnya dengan tulus kepada yang mendengar, yang mendengar pasti tersentuh,” Joky memberi tips.
“Bernyanyi harus tulus, apa adanya. Bernyanyi perlu kejujuran. Improvisasi boleh, tapi di atas segalanya harus jujur mengungkap isi syair baru orang lain yang mendengarkan bisa tersentuh,” tambah Joky. Dan itu latihannya tidak cukup dalam satu atau dua minggu, tapi harus jangka panjang.
Sementara itu, Lukman Hakim Saefuddin berpesan kepada para peserta lomba untuk tidak hanya mengejar kemenangan. Ia sangat terkesan dengan syair Dhammapada yang dibaca saat acara pembukaan, “Kemenangan menimbulkan kebencian; orang yang kalah hidup dalam kesedihan. Orang yang tenang dan damai hidupnya bahagia karena ia telah mengatasi kemenangan dan kekalahan yang dihadapinya.”
“Perlombaan/kompetisi sesungguhnya yang dilawan bukanlah orang lain, tapi hakekatnya melawan diri kita sendiri,” tandas Lukman Hakim.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara