• Monday, 6 August 2018
  • Ngasiran
  • 0

Ada yang menarik dari acara Peace Walk; Jalan Damai Umat Buddha Kota Palembang, Sabtu (28/7) yaitu kedatangan Caroline Schneider. Acara ini dilaksanakan di Taman Kota Punti Kayu dan diikuti oleh tiga bhikkhu pembina umat Buddha Palembang serta sekitar 200 umat Buddha segala usia.

Caroline Schneider adalah artistic director Impro Teater Konstanz (ITK), sebuah grup teater di Jerman. Tak hanya sebagai direktur artistik, dia juga bermain untuk Impro Teater sejak 2011. Penampilannya di atas panggung selalu menghibur dan mengaduk emosi para penontonnya dengan karakter mendalam, lucu, dan memesona. Tetapi yang lebih menarik, meskipun tidak terlahir sebagai seorang Buddhis, Caroline adalah seorang praktisi dan pelatih meditasi.

Dari praktik meditasi itulah Caroline dapat lebih menjiwai setiap karakter yang ia mainkan. “Halo semua, saya Caroline, saya dari Jerman, tapi di Jerman tidak bicara Bahasa Indonesia,” sapa Caroline dalam Bahasa Indonesia dan disambut gelak tawa hadirin. Tak hanya mengikuti peace walk, pada kesempatan ini Caroline juga berbagi pengalamannya dari mengenal hingga praktik dan menjadi pelatih meditasi.

“Terima kasih sudah bahagia bersama, saya merasa sudah mengenal sebagian dari Anda, karena tadi sudah foto-foto dengan saya. Ini membuat saya lebih semangat berjalan bersama Anda,” tuturnya. Caroline tumbuh di keluarga Protestan yang tidak mengenal meditasi. Pada usia 17 tahun dia mengalami kebingungan dengan dirinya sendiri.

“Saya pernah berpikir untuk melepaskan kepala dan meletakkan kepala entah di sudut yang mana. Akhirnya saya berpikir ‘tunggu mungkin ada tradisi kuno yang bisa membantu saya’. Kemudian saya pergi ke perpustakaan dan bertemu dengan buku meditasi. Sebuah buku yang ditulis oleh orang Eropa, tapi bukan Buddhis.”

Baca juga: Berjalan Bersama dan Menikmati Keheningan

Dari buku tersebut, Caroline mulai belajar praktik meditasi yang dilanjutkan dengan banyak mengikuti retret meditasi. “Saya mulai meditasi dengan napas masuk dan keluar dengan mengembangkan kesadaran. Dari situ saya mulai mengenal meditasi Buddhis. Kemudian saya mulai mengikuti banyak sekali retret meditasi terutama di Swiss.

“Retret yang saya ikuti itu tidak boleh berbicara, hanya meditasi duduk dan jalan. Satu jam duduk, satu jam berjalan. Pada saat itu saya merasakan sangat bahagia karena ada orang di sekeliling saya.” Latihan meditasi inilah yang membuat Caroline merasa segar dan dapat menghadapi segala persoalan hidupnya.

“Setelah retret itu di rumah saya merasa segar dan kuat untuk melakukan meditasi duduk selama satu jam setiap pagi. Dengan meditasi itu pun akhirnya saya merasa sesuatu yang kokoh. Pada saat saya mengalami sesuatu di luar diri saya tetap merasa kuat.”

Bagi Caroline, melakukan praktik meditasi berkesadaran setiap hari sama seperti membangun rumah yang bisa mendatangkan ketenangan setiap hari. “Master Thich Nhat Hanh pernah mengatakan ‘tidak bisa membangun rumah saat badainya sudah datang’. Kalau badainya sudah datang, rumahnya sudah ada kalau kita latih terus. Jadi praktik-praktik yang kita lakukan setiap hari itu akan melindungi kita setiap hari.”

Hingga saat ini, Caroline rutin melakukan meditasi, minimal 30 menit saat pagi dan malam hari. “Terkadang juga karena aktivitas saya sangat banyak, saya melakukan berkesadaran dengan bernapas saat mengantri di supermarket. Pada saat tertentu, saya juga berkumpul dan praktik meditasi bersama dengan kelompok yang terdiri dari 5 – 6 orang. Ini penting seperti yang dikatakan oleh Thich Nhat Hanh, kadang kala kita mengalami kesulitan berlatih kalau tidak memiliki teman-teman terutama Sangha untuk berlatih.”

Bersama kelompoknya ini, Caroline melakukan meditasi jalan, duduk, makan hingga bernyanyi bersama. “Saya suka bernyanyi, menyanyi bagi saya membuat bergairah. Karena itu, mengakhiri sharing ini saya mau mengajak Anda untuk bernyanyi bersama,” pungkas Caroline.

Peace Walk jalan bersama hidup berkesadaran yang dikembangkan dari meditasi jalan. Majelis Buddhayana Indonesia Kota Palembang menilai selain makna latihan praktik Dhamma, kegiatan Peace Walk juga lebih menyenangkan, bisa diikuti semua usia.

“Ini adalah sarana berkumpul umat Buddha Kota Palembang yang menyenangkan. Ke depan boleh kita laksanakan lebih sering, supaya komunitas belajar dan praktik Dhamma semakin kuat. Tadi ada usulan dari Ibu Pembimas Buddha Palembang untuk melaksanakan satu bulan sekali, bolehlah kita upayakan,” tutur Sukartek, Ketua MBI Kota Palembang.

Menurut pria yang sering disapa Ko Tektek ini, ada gairah dan semangat yang tumbuh dari pemuda Buddhis Palembang setelah perhelatan Peace Walk pertama pada tahun 2016 lalu di Palembang. “Saya lihat setelah dua tahun lalu kita membuat acara Peace Walk anak-anak muda semakin rajin ikut kegiatan di vihara.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara