
“Selama hidup, saya belum pernah mendengar ajaran tentang Borobudur yang selengkap ini. Apa yang disampaikan Om Salim kemarin benar-benar baru dan menarik, hanya secuil ukiran saja ternyata banyak cerita dan kaya makna,” kata Sulis (57) setelah mengikuti Belajar Bersama (Belabar) Borobudur Kawedar kepada BuddhaZine, Selasa (2/4).
Menurut Sulis, pengetahuan tentang Borobudur ini sangat bermanfaat bagi dirinya, sebagai umat Buddha. Bahkan, Ketua RW 9, Desa Getas ini berharap suatu saat akan digelar lagi acara serupa. “Nek ono meneh kok matuk, seneng ngrungokno (kalau ada lagi bagus, senang sekali mendengarkannya),” paparnya.
Tak berbeda dengan Sulis, Ardian Permana (28), asal Wonosobo, juga merasa terkesan dengan materi yang disampaikan oleh Salim Lee. “Saat mendengarkan materi yang disampaikan Pak Salim, bagi saya ini kesempatan langka,” terang Ardian.
Meskipun begitu, Ardian merasa menyesal karena tidak bisa mengikuti acara sampai selesai. “Menyesal tidak bisa ikut full gara-gara ada undangan lain yang ternyata itu tidak terlalu penting. Pokoknya kalau ada acara belajar Borobudur (bersama Om Salim) lagi, saya harus ikut. Kalau bukunya sudah terbit, saya juga sangat berminat,” imbuhnya.
Belabar; Borobudur Kawedar digelar di Pendopo Paud Saddhapala Jaya, Dusun Krecek, Temanggung. Acara yang diikuti sekitar 70’an orang dari pelbagai daerah seperti; Yogyakarta, Jakarta, Wonosobo, Semarang, Jepara berlangsung selama tiga hari, Jumat–Minggu (29–31/3).
Memahami ajaran Borobudur
Candi Borobudur seakan tidak ada habisnya. Monumen kebanggaan Nusantara ini selalu mengundang kekaguman akan kejeniusan nenek moyang bangsa Nusantara. Ratusan pakar arkeologi dari seluruh dunia telah melahirkan ribuan buku dan makalah tentang Candi Borobudur, tetapi seolah masih mentok, belum bisa menerangkan secara utuh nilai ajaran dari bagian bawah sampai atas.
“Para pakar ini melihat Borobudur dari sudut macam-macam, tetapi sampai sekarang belum pernah ada makalah yang menerangkan secara keseluruhan, dari bawah sampai paling atas. Mengapa Borobudur dibuat, sebenarnya apa fungsinya Borobudur itu, ceritanya bagaimana sih?” terang Om Salim.
Upasaka Salim Lee, telah belajar ajaran Buddha dengan guru-guru besar seperti; Yang Mulia Dalai Lama ke-14, Lama Zopa Rinpoche, Kirti Tsenshab Rinpoche. Pada tahun 1999, Om Salim diminta oleh Lama Trubten Zopa Rinpoche untuk mengajar dan memberikan bimbingan Dharma di Indonesia. Sejak itu, beliau menjadi pengajar tetap di Potowa Center, Jakarta hingga kini.
Baca juga: Salim Lee: Candi Borobudur Simfoni Buddhadharma yang Indah
Om Salim berdomisili di Perth, Australia Barat. Ia memiliki pelbagai bidang usaha, di antaraya sebagai arsitek, konsultan, kontraktor, pengembangan dan pengelolaan panti jompo. Karena kecintaanya terhadap ajaran Borobudur, dalam kesibukannya mengelola berbagai usaha, Om Salim rela meluangkan waktu untuk membagikan pengetahuan Borobudur ke berbagai komunitas di Indonesia meskipun harus bolak-balik Australia – Indonesia. Termasuk kepada umat Buddha perdesaan Temanggung yang digelar di Dusun Krecek.
Om Salim tertarik mempelajari Candi Borobudur sejak menjadi mahasiswa S1 Universitas Diponegoro (Undip), Semarang 50 tahun lalu. Selain intensif mempelajari dan meneliti teks-teks Candi Borobudur dan Muarajambi, ia juga serius mempelajari filosofi agama Buddha dan perkembangan sejarah Buddhadharma di Nusantara dan Dunia.
“Saya rasa Borobudur ini kok luar biasa sekali ya, semakin kita pelajari, semakin dimengerti akan semakin jatuh cinta. Borobudur ini dibuat ada maksudnya, bukan untuk pamer atau gagah-gagahan raja pembuatnya,” jelasnya.
“Jadi, di Dusun Krecek ini pertama kali kita akan mempelajari secara lengkap ajaran Borobudur. Mulai dari panel-panel relief paling bawah sampai atas. Kita akan melihat Borobudur ini pentingnya apa sih keberadaannya, apakah ada bukti-buktinya? Apakah sampai sekarang masih ada efek-efeknya dan kegunaan buat kita-kita ini. Artinya, apakah warisan nenek moyang kita ini masih tetap kita nikmati, kalau ada seperti apa?” jelasnya.
Karena itu, Om Salim mengajak kepada umat Buddha terutama anak muda untuk lebih serius mempelajari Borobudur. Mempelajari dan mamahami pengetahuan Borobudur menurutnya merupakan salah satu upaya untuk melestarikan Candi Borobudur. “Candi Borobudur adalah bangunan fisik, sekeras apa pun kita menjaga dan melestarikan, batu-batu candi itu suatu saat pasti akan aus dan lama-lama akan hilang. Jadi saya sendiri punya pamrih di sini, pamrihnya supaya ajaran Borobudur ini bisa kita mengerti, kita lestarikan kemudian diteruskan kepada anak cucuk kita,” paparnya.