Wonosobo merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang sebagian besar wilayahnya adalah daerah pegunungan. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Temanggung, terdapat gunung berapi Sindoro dan Sumbing. Daerah utara merupakan dataran tinggi Dieng dengan puncak Gunung Prau, dan sebelah selatan terdapat Waduk Wadaslintang. Kabupaten Wonosobo terbagi atas 15 kecamatan, dan kalau dipetakan di beberapa kecamatan terdapat komunitas umat Buddha.
Umat Buddha di Wonosobo pada umumnya terdapat di daerah-daerah pinggiran, yang jaraknya antar komunitas Buddha yang satu dengan yang lain cukup jauh. Kalau dijumlah secara keseluruhan, setidaknya terdapat 10 desa/dusun yang terdapat umat Buddha di seluruh Wonosobo dengan jumlah umat sekitar 600 jiwa. Dari 10 desa/dusun itu, hingga kini baru 7 yang sudah mempunyai vihara. Sementara yang lain melakukan puja, atau aktivitas vihara di rumah warga.
Beberapa daerah yang terdapat umat Buddha adalah (1) Desa Buntu Kec. Kejajar, (2) Dusun Sontonayan, Desa Kepencar, Kec. Kretek, (3) Desa Kaliputih, Kec. Selomerto, (4) Desa Kramatan, Kec. Wonosobo daerah kota, (5) Dusun Butuh, Kec. Kalikajar, (6) Desa Jlegong, Kec. Sukoharjo, (7) Desa Bangsari Kec. Selomerto, dan beberapa daerah yang terdapat perkumpulan umat Buddha namun belum mempunyai vihara, yaitu di (1) Kec. Kaliviro, (2) Desa Samabumi, Kec. Selomerto, (3) Desa Krakal, Kec. Kejajar.
Vihara Vajra Bumi Mandala Putra
Vihara Vajra Bumi Mandala Putra berada di Desa Buntu, Kecamatan Kejajar. Desa Buntu terletak di wilayah Dataran Tinggi Dieng, berjarak kurang lebih 13 km dari pusat Kota Kabupaten Wonosobo. Berada diketinggian 1.300 – 1.450 mdpl, Desa Buntu selalu berhawa sejuk, bahkan pada musim tertentu udara dingin sangat terasa.
Vihara Vajra Bumi Mandala Putra mulai dibangun sekitar tahun 1992. Berdasarkan prasasti yang tertempel di dinding vihara, pengerjaan vihara berjalan hampir dua tahun hingga diresmikan pada 31 Desember 1994 oleh mendiang Oka Diputhera, Dharmadyaksa Ring Kasogatan.
“Vihara mulai dibangun pada tahun 1992. Itu sejak awal agama Buddha ada di sini,” terang Pak Supardi, salah satu tokoh umat Buddha Desa Butuh kepada BuddhaZine, Selasa (6/10). Awal perkembangan agama Buddha di desa itu dimulai dari orang tua Bapak Sapardi, Mbah Siswanto. Sayang, Mbah Siswanto saat ini sudah tidak bisa diajak komunikasi karena faktor usia yang sudah sepuh.
Menurut penuturan Pak Supardi, sebelum menganut ajaran Buddha, Pak Siswanto adalah pengikut kepercayaan, Kejawen. Begitu juga ratusan orang yang kemudian menganut ajaran Buddha. “Sebelum menjadi umat Buddha, Bapak dan kebanyakan dari mereka yang ikut dari kepercayaan. Ada juga yang pindahan dari agama lain, tapi tidak banyak,” katanya lagi.
Namun sayang, dalam perkembangan umat Buddha Desa Buntu semakin berkurang. Pernikahan menjadi faktor utama berkurangnya umat Buddha di desa itu. Seperti yang dilansir Media Indonesia, berdasarkan tabel pemeluk agama di kantor Desa Buntu pada tahun 2017, setidaknya terdapat 60 KK masyarakat yang menganut agama Buddha. Sedangkan menurut penuturan warga saat ini tinggal 25-30 KK yang beragama Buddha.
Miniatur Indonesia
Salah satu yang menarik dari kehidupan masyarakat Desa Buntu adalah potret harmoni masyarakatnya. Karena itu, desa ini dikenal juga dengan sebutan “Indonesia Mini”. Bukan tanpa alasan, saat ini paling tidak terdapat 4 agama yang hidup rukun, berdampingan di Desa Buntu. Islam, Kristen, Katholik, dan Buddha.
Yang lebih menarik lagi, tidak sedikit keluarga dalam satu rumah yang menganut bermacam agama. Seperti yang dituturkan seorang warga umat Buddha yang mempunyai menantu beragama Islam. “Menantu saya Muslim, ia beribadah ke masjid. Kami tinggal satu rumah tapi tidak pernah ada persoalan terkait agama,” katanya.
Tak hanya dalam menjalin hubungan rumah tangga, dalam tata kelola pemerintahan juga demikian. Tidak harus mayoritas untuk menjadi pimpinan desa. Hal ini terbukti dengan terpilihnya Pak Supardi yang beragama Buddha menjadi Kepala Desa Buntu. “Di sini tidak ada mayoritas, minoritas dalam tata kelola pemerintahan desa, Mas,” tutur Supardi.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara