• Saturday, 29 August 2020
  • Ngasiran
  • 0

Prasadha, di Dusun Indrokilo, Desa Nepen, Kec. Teras, Kab. Boyolali, Jawa Tengah akhirnya berhasil diangkat dan di letakkan pada posisi sebenarnya. Prasadha (bagian bawah/lapik) stupa itu mulanya tergeletak dalam posisi terbalik di belakang rumah warga. Letaknya yang beririsan dengan tanah tetangga, menjadikan benda diduga cagar budaya itu menghalangi saat si pemilik tanah akan membangun pondasi pagar keliling.

Mulanya pekerjaan mengangkat dudukan stupa itu dikerjaan oleh tim ekspedisi tim BuddhaZine saat blusukan mencari, dan mengunjungi tinggalan batu kuna di Boyolali, Sabut (22/8/2020). Ancah Yosi Cahyono yang pertama kali melihat benda itu langsung koordinasi dengan Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB), Prambanan, untuk melakukan tindakan darurat.

Melakukan tindakan terhadap obyek diduga cagar budaya memang tidak bisa sembarangan. Harus melalui prosedur yang ditetapkan oleh undang-undang cagar budaya. Namun dalam kondisi darurat, dan posisi obyek diduga cagar budaya itu sudah tidak insitu, tindakan penggeseran tetap bisa dilakukan dengan mematuhi prosedur seperti pemotretan sebelum, selama, dan posisi benda terakhir. Selain itu juga tetap memperhatikan resiko kerusakan benda itu.

Atas arahan Goenawan A. Sambodo, seorang arkeolog, juga Tim Ahli Cagar Budaya, tim ekspedisi BuddhaZine langsung melakukan tindakan penggeseran lapik stupa itu. Namun karena tenaga yang terbatas, juga alat yang seadanya hingga petang tiba belum mampu menggeser dan membalikkan lapik stupa itu dengan sempurna. Sampai hari Rabu (26/8/2020) BPCB, Jawa Tengah menurunkan tim untuk melanjutkan pekerjaan menggeser stupa itu. Kini, lapik stupa yang awalnya berada pada posisi terbalik sudah berdiri sempurna.

Selain lapik stupa tersebut, di Desa Nepen juga ditemukan beberapa obyek diduga benda cagar budaya. Di sebuah kebun singkong, sekitar 400 meter dari keberadaan lapik stupa itu, juga ditemukan sebuah lapik arca dengan ukuran sama.

Di makam desa juga ditemukan beberapa bagian stupa seperti yasti, dan juga chattra. Namun berdasarkan data pengukuran diameter dari kedua lapik yang ditemukan di desa itu tidak sama dengan yasti yang tergeletak di makam desa. “Kalau merujuk pada data pengukuran Mbah Gun, yasti di makam terlalu besar untuk kedua lapik stupa di sana. Bedanya sampai 12 centi meter,” tutur Yosi.

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *