• Thursday, 13 April 2023
  • Surahman
  • 0

Umat Buddha Bali kembali menggelar pembacaan sutta 24 jam tanpa henti yang dirangkai dengan pelimpahan jasa di Pura Siwa Buddha, Candi Kuning, Bali Sabtu – Minggu (8-9/4).  Acara dihadiri oleh tujuh anggota Sangha, tokoh agama Buddha, tokoh agama Hindu, serta pemangku adat Bali. Para bhikkhu yang hadir yaitu; Bhikkhu Tejapunno Mahathera, Bhikkhu Dhammasubho Mahathera, Bhikkhu Siriratano Mahathera, Bhikkhu Saccadhammo Thera, Bhikkhu Aloka, Bhikkhu Ithigo, dan seorang samanera. 

Gede Sukada, koordinator lapangan acara menyampaikan bahwa peserta juga ada yang berasal dari mancanegara. “Kurang lebih 150 orang mengikuti acara ini. Mereka terdiri dari umat Buddha, Umat Hindu serta simpatisan dan warga  asing dari mancanegara penekun spiritual seperti dari Iran,” katanya.

Sutta yang dibacakan adalah Ratana Sutta, Manggala Sutta, dan Karaniya Metta Sutta. Menurut Gede, untuk pembacaan sutta sendiri dalam acara ini merupakan yang ke-9 kalinya.

“Untuk pembacaan sutta ini sudah dilakukan 5 kali di Vihara Giri Manggala Desa Alasangker, 1 kali di Candi Borobudur, sempat terhenti karena Covid 19 dan setelah Covid dilanjutkan di Pura Siwa Buddha 3 kali, termasuk yang sekarang ini. Secara keseluruhan pembacaan sutta kali ini adalah ke-9 kali,” imbuh Gede, yang sudah menjadi koordinator acara sejak pelaksanaan pertama kali.

Ulasan Singkat Awal Mula Pembacaa Sutta Nonstop 

Kesepakatan pelaksanaan pembacaan sutta nonstop muncul menjelang peresmian pembangunan Taman Siripada Puja di Vihara Giri Manggala, Desa Alas Angker, Buleleng, Bali tahun 2016. Kesepakatan tersebut merupakan hasil diskusi donatur pembangunan Taman Siripada, Bapak Yung Mertayasa yang sekaligus terlibat sebagai panitia acara peresmian waktu itu bersama kakaknya yang bernama Bapak MertaAda.

Namun Bapak MertaAda sendiri sebenarnya hanya mengusulkan hasil perbincangannya dengan  Bhikkhu Dhammasubho beberapa tahun sebelumnya. Saat itu Bhikkhu Dhammasubho mengemukakan gagasan bahwa suatu saat nanti bila memungkinkan diadakan pembacaan Karaniya Metta Sutta nonstop selama 3 hari. Hingga akhirnya atas kesepakatan kakak beradik inilah, gagasan Bhikkhu Dhammasubho ini direalisasikan di moment peresmian Taman Siripada Puja di Vihara Giri Manggala. Dan rencana tersebut terlaksana selama 8 hari nostop yaitu pada tanggal 12-20 Maret 2016, dan dibuka oleh Bhikkhu Dhammasubho serta dihadiri 11 bhikkhu lainya dari dalam dan luar negeri. Saat itulah saat pertama kalinya pembacaan sutta diadakan.

Sekalipun acara ini dilaksanakan di pura, namun Gede menjelaskan bahwa dalam upacara ini lebih menekankan pada nilai dan maknanya, bukan ritualnya. 

“Pelimpahan jasa ini bukan sepenuhnya dari Buddhis karena di Hindu Bali juga ada upacara untuk leluhur. Hanya saja pada upacara kali ini memang ada persembahan pembacaan paritta nonstop. Untuk tata upacara kali ini bukan seperti pada umumnya di Buddhis, tetapi yang penting dalam moment ini lebih menekankan pada nilai dan makna upacara ini,” ujarnya.

Rangkaian acara secara keseluruhan diawali dengan prosesi pengambilan Tirta Paritta di bawah Pura Siwa Buddha pada hari Sabtu. Di posisi terdepan adalah para bhikkhu Sangha disambung para pemangku Pura Siwa Buddha, barisan pembawa sarana puja, selanjutnya Kelian Adat/Bendesa Adat Desa Kembang Merta serta panitia, seterusnya para umat yang hadir. Dengan membawa Tirta Paritta, para umat ber pradaksina sebanyak tiga kali mengelilingi Pelinggih pura yang ada Rupang Buddha dan Pelinggih yang terdapat simbol  Siwa dan beberapa Pelinggih lainnya.

Setelah prosesi, acara dilanjutkan pembukaan oleh pemimpin puja Romo Gede Sukanata  dengan permohonan sila kepada Bhikkhu Sangha. Selanjutnya acara diisi dengan pesan Dhamma oleh Bhikkhu Dhammasubho yang langsung memimpin acara inti pembacaan 3 sutta. Pembacaan 3 sutta dimulai pada pukul 10.00 WITA (Sabtu) dan berakhir pada hari Minggu Pukul 10.00 WITA. 

Acara dilanjutkan Dhammadesana oleh Bhikkhu Dhammasubho dan diakhiri dengan pelimpahan jasa kepada para leluhur. Di penghujung acara ini dilakukan Pattidana untuk para leluhur di Desa Kembang Merta, leluhur para pendukung acara dan semua makhluk di alam semesta.

Hal menarik dalam acara ini adalah upacara ini wujud kehidupan toleransi, kebersamaan, dan harmoni antar umat beragama khususnya di Bali. Bagi umat Buddha sendiri, juga merasakan kehangatan dari warga desa setempat. Di samping itu, dalam acara ini ada tantangan dan pembelajaran tersendiri.

“Kami sangat merasa dirangkul dengan hangat dan penuh kekeluargaan dari pihak Desa Adat/ Bapak Bendesa Adat, peran pemangku pura, pecalang dan seluruh warga Desa Kembang Merta. Sementara acara membaca sutta ini menjadi tantangan untuk komitmen, nonstop selama 24 jam, 3 hari, bahkan 8 hari. Karena terdapat moment rawan dari pukul 1.00 pagi hingga pukul 05.00 pagi, jam-jam itu saat dimana biasanya kita tidur pulas dan saat ini kita membaca sutta, bagi kami adalah hal yang tidak mudah. Hal menarik lainya adalah peserta yang hadir dari berbagai kalangan, berbagai wilayah, bahkan lintas negara. Jadi kami merasa terdapat keanekaragaman dalam proses acara ini,” Gede menambahkan.

“Harapan kami, semoga sedikit upaya yang kami lakukan akan membawa kontribusi untuk keselarasan bagi semesta beserta isinya, sesuai makna yang tertera pada tiap bait dari 3 sutta itu. Sadhu,” pungkasnya. [MM]

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara