• Sunday, 29 June 2025
  • Surahman Ana
  • 0

Foto: Ngasiran dan Ana Surahman

Sukses menggelar Apihoma pertama pada 2023, tahun ini Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia dan Majelis Agama Buddha Tantrayana Zhenfo Zong Kasogatan Indonesia kembali menggelar Upacara Apihoma Catur Kiblat di Candi Agung Borobudur pada Sabtu, 28 Juni 2025.

Upacara dipimpin oleh sepuluh Dharmacarya dan Bhiksu, serta melibatkan 12 Pandita Dharmma Duta dan 31 Pandita Lokapalasraya selaku pendamping, dengan peserta melebihi 1000 orang dari seluruh pelosok dalam dan luar negeri. Mayoritas peserta adalah umat Tantra berbahasa Jawa dari Lampung, Cilacap, Banjarnegara, Wonosobo, Semarang, Temanggung, Salatiga, serta Malang.

Tururt hadir dalam acara seremonial antara lain Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Kementerian Agama RI Nyoman Suriadharma, Ketua Umum DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia Siti Hartati Murdaya, serta pimpinan Pemerintah Kabupaten Magelang.

Ketua Paitia, Yusuf Sumartha, menjelaskan bahwa Apihoma kali ini mengusung adinata Bodhisatva Vajrasattva Catur Kiblat yang hanya ada di Indonesia. Ia menambahkan upacara ini juga sebagai wujud pelestarian budaya Nusantara.

“Sejauh kita mengingat Apihoma di empat penjuru seperti ini adalah satu-satunya di Indonesia mungkin juga di dunia. Upacara ini sekaligus sebagai wujud pelestarian budaya, dimana dari sudut pandang Agama Buddha, Apihoma menjadi tonggak kebangkitan kembali Tantra Buddhis di Jawadwipa. Dari sudat pandang internal Zhenfo Zong, acara ini adalah salah satu kegiatan rutin terbesar aliran True Buddha di seluruh dunia,” terang  Yusuf.

Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Kementerian Agama RI Nyoman Suriadharma, memberikan apresiasi serta dukungan untuk pelaksanaan kembali upacara sakral ini di tahun-tahun mendatang. Ia menilai upacara ini sarat akan makna-makna luhur dalam kehidupan.

“Saya melihat tiga makna utama dalam acara ini, pertama ini perwujudan semangat umat untuk selalu merawat tradisi luhur sebagai praktik spiritualitas yang sangat baik. Kedua, ini merupakan perwujudan harmonisasi di antara umat dengan kerjasama dua majelis besar dalam penyelenggaraan ini, dan makna ketiga ini salah satu visualiasi untuk menghapus dan melenyapkan kekotoran batin dalam diri kita, dan juga mengembangkan harapan-harapan baik bagi semua makhluk,” jelas Nyoman.

Siti Hartati Murdaya, Ketua Umum DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia, menyampaikan terima kasih serta apresiasi atas penyelenggaraan upacara ini. “Kami sangat berterima kasih kepada kedua majelis besar Agama Buddha Tantrayana dan juga segenap umat yang sangat antusias dalam mengikuti upacara sakral ini. Semoga ke depan, kerjasama ini akan terus terjalin dengan baik,” ujarnya.

Acara diawali dengan sesi seremonial yang menyuguhkan kesenian karawitan dari anak-anak sekolah Minggu Vihara Vajra Giri Putra Cipari, Cilacap, serta pagelaran sendratari Vajrapuja dari sekolah Minggu Prajna Bakti, Vihara Vajra Bumi Satya Dharma Virya, Lamuk, Temanggung. Paduan tarian dan gamelan memberi wujud seni pada ritual prayoga vajrasattva yang sakral. Selanjutnya, sesi ritual menampilkan persembahan api catur kiblat dalam paduan doa-doa berbahasa Jawa dan mantra Sanskerta. Acara ditutup dengan pradaksina dan meditasi malam purnama di puncak Candi Borobudur.

Apihoma, Persembahan untuk Para Makhluk Suci dan Pelestarian Budaya

Upacara dwi-tahunan ini merupakan ritual persembahan melalui media api yang merupakan ritual khas agama Buddha Tantrayana, di mana semua bahan sesaji disucikan dalam api untuk dipersembahkan kepada para makhluk suci. Kegiatan ini dilaksanakan bertepatan dengan bulan sakral Suro tahun 1959 dalam penanggalan Jawa, menandai harapan mulia membangkitkan kembali ajaran Tantra di Jawa dan mewujudkan Borobudur sebagai pusat ziarah bagi umat Buddha Asia Tenggara.

Apihoma Catur Kiblat, api timur melambangkan pencerahan batin melalui kebijaksanaan, api selatan melambangkan kemurahan hati dan perlindungan bagi semua makhluk, api barat melambangkan ketenangan dalam menghadapi ujian kehidupan, dan api utara melambangkan keteguhan hati dalam menjalankan Dhamma. Dalam ritual ini juga menjadi momentum untuk permohonan keselamatan dan kemajuan bangsa serta perdamaian dunia,  dan juga doa untuk berakhirnya segala konflik antar negara dengan damai.

”Melalui ritual persembahan ini, kita menyalurkan jasa kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia agar terhindar dari bencana, aman sejahtera; juga kepada Mahaguru Lian Sheng agar sehat sentosa dan senantiasa memutar roda dharma di dunia saha,” ujar upacarika utama dan pemimpin para Sangha, Acarya Lian Fei.

Penyelenggaraan Apihoma Tantrayana di Candi Borobudur didasarkan pada Nota Kesepakatan Antara Kementerian Agama RI, Kemendikbudristek RI, Kementerian BUMN RI, Kemenparekraf RI, Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Pemprov Jawa Tengah Nomor: 5 Tahun 2022, Nomor: 03/Ii/Nk/2022, Nomor: Mou-3/Mbu/02/2022, Nomor: Nk/3/Hk.07/Mk/2022, Nomor: 119/1959, dan Nomor: 450/006/2022 Tentang Pemanfaatan Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon untuk kepentingan agama umat Hindu dan umat Buddha Indonesia dan Dunia.

”Kami berterima kasih atas dukungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Kementerian Agama RI; Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kementerian Kebudayaan RI; Perwakilan Umat Buddha Indonesia; serta Taman Wisata Borodudur sehingga acara ini dapat terselenggarakan dengan baik,” imbuh Wakil Panitia Upacara Apihoma Tantrayana Zhenfozong Borobudur 2025, Tanto Harsono.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *