• Friday, 2 November 2018
  • Surahman Ana
  • 0

Minggu (28/10) ratusan umat Buddha mengikuti perayaan Kathina di Vihara Mendut, Magelang. Para umat yang hadir berasal dari berbagai vihara yang ada di daerah sekitar Magelang, seperti Temanggung, Yogyakarta, Solo dan Magelang sendiri.

Acara dimulai sekitar pukul 11.30 WIB dengan pujabhakti. Seusai pujabhakti, Bhante Sri Pannyavaro memberikan Dhammadesana. Di awal khotbah bhante menjelaskan hubungan timbal baik antara umat dan para bhikkhu, sehubungan dengan perayaan Kathina.


“Di hari Kathina ini para umat melakukan kebajikan berdana, memberikan kebutuhan pokok para bhikkhu. Para Bhikkhu kemudian melaksanakan kewajiban kepada masyarakat yang telah memberikan empat kebutuhan utama untuk kelangsungan hidupnya,” tutur bhante di awal khotbah.

“Apakah kewajiban para bhikkhu itu?” lanjut bhante.

“Kewajiban para bhikkhu adalah mengajarkan Dhamma, memberikan keteladanan berperilaku yang pantas, malu melakukan kejahatan dan mengingatkan bahaya dari perbuatan kejahatan kepada masyarakat. Para bhikkhu seperti perawat, para bhikkhu seperti dokter yang menyimpan obat, obat penderitaan yang didapat dari Guru Agung Buddha Gautama. Kemudian memberikan obat penderitaan itu kepada masyarakat. Tidak semua yang sakit mau minum obat, ada yang mau minum obat meskipun pahit sekali, tetapi ada yang menolak kalau obat itu pahit. Sebagai perawat, sebagai dokter, para bhikkhu kemudian memecah-mecah obat yang pahit itu, membalut dengan gula dan membujuk masyarakat yang menderita untuk mau minum obat itu supaya sembuh. Itulah kewajiban moral semua bhikkhu sepanjang masa.”

Obat penderitaan

“Di dalam Sanghiti Sutta disebutkan, ada tiga Punnyakiriyawathu, tiga hal dari perbuatan yang sangat berharga, berguna, perbuatan yang sangat berjasa bagi orang lain dan bagi dirinya sendiri. Dan kalau boleh saya mengumpamakan, menganalogikan, obat Dhamma itu adalah Dana, Sila, dan Bhavana. Sering metafora ini digunakan Guru Agung kita sebagai dokter, Guru Agung Buddha Gautama sebagai dokter, Dhamma itulah obat kehidupan untuk menyelesaikan penyakit penderitaan dan Sangha itu mereka yang mulai sembuh dan kemudian mewariskan obat itu kepada generasi kemudian.

“Ibu, Bapak, dan Saudara, sebagai umat Buddha sudah tidak asing lagi dengan ajaran dana, sila, dan bhavana. Dana, moralitas atau berperilaku baik, dan mengembangkan kebajikan. Dana, sila, dan bhavana. Tetapi sekarang yang ingin saya minta kepada saudara-saudara adalah marilah kita meningkatkan kualitas kita, kualitas berdana, kualitas sila, dan kualitas bhavana. Berdana adalah ajaran yang sangat populer bagi seluruh umat Buddha.

“Ajaran berdana sudah tidak asing lagi bagi setiap umat Buddha golongan apa pun. Tetapi ajakan saya sekarang adalah marilah kita meningkatkan kwalitas berdana kita, tidak hanya kuantitasnya, tidak hanya jumlahnya, tetapi kualitasnya. Berdanalah untuk tujuan yang tertinggi, membersihkan kotoran batin. Supaya dana itu menjadi salah satu obat untuk mengurangi penderitaan kita. Penderitaan itu muncul bukan karena kurang materi, penderitaan itu muncul bukan karena kurang sejahtera, penderitaan itu muncul bukan karena kita bukan orang kaya, penderitaan itu muncul karena batin kita dipenuhi oleh keserakahan, iri hati, kemarahan, dendam, kecongkaan, keakuan yang menggelembung luar biasa.”


“Kalau boleh dibuat perumpamaan, kalau Ibu, Bapak, Saudara berdana, memberi meskipun kecil, bukan jumlahnya tapi kualitasnya dinaikkan untuk kebersihan batin kita. Maka manfaatnya sangat besar, manfaat yang tengahan, yang bawah itu otomatis didapat. Seperti kalau saudara bisa pegang rajanya maka anak buah akan ikut semua. Kalau saudara menangkap tawon madu, tangkap rajanya semua pengikutnya akan ikut. Kalau saudara berdana dengan kualitas raja maka manfaat berdana yang tengahan, yang rendahan akan ikut semua. Memberilah untuk membersihkan kotoran batin. Kesejahteraan, kebahagiaan, nama yang baik otomatis akan ikut serta. Kalau rajanya sudah dipegang, anak buahnya atau punggawanya akan ikut semua.”

“Obat yang kedua adalah sila, tidak melakukan hal-hal yang buruk, menjaga diri. Menjaga ucapan, menjaga mulut dan juga menjaga perbuatan. Tidak hanya di lingkungan orang lain, tidak hanya di lingkungan terbatas, tidak hanya di kantor, tidak hanya di rapat. Dengan istri, dengan suami sendiri berdua berusahalah untuk mengendalikan ucapan dan perbuatan Anda. Jangan membiasakan untuk berkata-kata dan berbuat yang buruk, karena itu akan menjadi kebiasaan. “Nek ora ngomong koyo ngono kui, ora lego,” kalau yang diomongkan itu buruk, saudara akan menambah hal-hal yang buruk.

Baca juga: ‘Berdana Saat Kathina Adalah Belajar Melepas’

“Ibu, Bapak, dan Saudara-saudara, cobalah perhatikan kalimat ini, ‘kita tidak bisa memaksa orang lain untuk berbuat baik, tetapi kita tetap bisa berbuat baik kepada mereka’. Saya ingin mengulang sedikit tahun yang lalu.

“Sekarang tidak hanya menjaga ucapan, tidak hanya menjaga perilaku, hati-hatilah saudara menulis, membuat status, di facebook, di WA, di internet. Meskipun saudara mendapat kiriman benar, kalau tidak berguna jangan dilanjutkan. Kalau dahulu waktu kita SD, belajar tujuh ratus peribahasa, antara lain, ‘Mulutmu harimaumu’, sekarang ‘jempolmu harimaumu’. Hati-hati dengan jempol-jempol kita.

“Obat yang ketiga adalah bhavana. Mengembangkan hal-hal yang baik. Seperti yang di depan, saya juga ingin mengajak saudara, mari kita meningkatkan kualitas bhavana kita. Tidak sekadar menambah hal-hal yang baik, tidak sekadar memancarkan pikiran-pikiran yang positif. Tetapi marilah kita bermeditasi lebih dalam lagi. Karena tantangan kita lebih berat, tidak sekadar tenang, tidak sekadar mencari ketenteraman, tetapi lebih dari itu. Bagaimana kita bisa nggladi kesadaran kita, awareness kita, untuk menjagai perasaan dan pikiran kita.

“Guru Agung kita mengatakan berhati-hati dengan pikiranmu, karena kejahatan muncul dari pikiran. Kebaikan juga bersumber dari pikiran. Penderitaan berasal dari pikiran, kebahagiaan juga diciptakan dari pikiran. Bermeditasilah.

“Agama Buddha tanpa latihan kesadaran, hanya dana, sila. Hanya berdana, berdana, tidak berbuat buruk selesai, tidak lengkap. Bukan agama Buddha yang lengkap, bukan Dhamma yang lengkap. Dhamma yang lengkap adalah dana, sila, dan meditasi. Membersihkan pikiran, karena pikiran itulah sumber dari segala malapetaka. Tetapi pikiran adalah sumber dari semua kebahagiaan, dan pikiran yang sadar itulah obat mujarab untuk memberesken penyakit-penyakit penderitaan ini.

“Inilah tiga macam obat yang selalu dibawa oleh para bhikkhu ini ke semua tempat. Ke daerah-daerah, ke pelosok-pelosok, dengan dijelaskan, diuraikan dengan berbagai macam cara. Karena tidak semua orang mampu menangkap dengan cara yang sama,” jelas bhante.

Seusai Dhammadesana acara dilanjutkan dengan persembahan dana kepada para bhikkhu. Secara bergiliran satu per satu para umat mempersembahkan dana kepada para bhikkhu. Setelahnya para bhikkhu membacakan paritta pelimpahan jasa, umat bersikap anjali.

Menjelang akhir acara diisi dengan pemercikan tirta suci oleh para bhikkhu kepada para umat dan disambung pembacaan paritta Ethavatha. Sebagai penutup acara, para umat membacakan Namaskharapatha. Rangkaian acara secara keseluruhan selesai sekitar pukul 15.00 WIB.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara