• Thursday, 21 April 2022
  • Ngasiran
  • 0

Terlantar 6 tahun, Prasasti Wanua Tnah II kini berada di tempat layak. Sebelumnya, prasasti yang ditemukan di Candi Argopuro, Kec. Tretep, Temanggung itu tergeletak mengenaskan di dekat bak sampah Pendopo Pangayoman, Temanggung. 

Perlakuan pemerintah yang seolah tidak menghargai warisan benda cagar budaya itu membuat beberapa komunitas pegiat budaya naik pitam. Berbagai upaya protes dilakukan, namun mentok dengan alasan masih butuh kajian. “Kajian apa lagi? Prasasti itu sudah dikaji sejak pemerintah Hindia Belanda,” kata Goenawan A. Sambodo, seorang arkeolog yang juga Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), Temanggung.

Baru setelah pergantian bupati Temanggung tahun 2020 Prasasti Wanua Tnah II di pindah ke kantor bupati untuk dipamerkan di Pendopo Jenar. Tindakan pemerintah memindahkan prasasti itu merupakan langkah yang tepat. Karena, prasasti merupakan tinggalan budaya yang tak ternilai harganya.

“Benda berharga begini kok ditaruh dekat sampah, ditutup seperti kijing,” kata Al Khadziq, bupati Temanggung penuh sesal dalam sebuah kesempatan.

Pemindahan prasasti Wanua Tnah II ke kantor Bupati membuka akses bagi siapa saja untuk melihat, membaca, mempelajari, dan mendokumentasikan. Masyarakat Temanggung dan tamu-tamu dari luar yang berkunjung ke kantor bupati juga bisa leluasa menggumi tinggalan nenek moyang Temanggung karena posisinya yang strategis. 

Metode Baru Membaca Prasasti

Saat ini pahatan prasasti Wanua Tnah II sudah aus. Dari keseluruhan pahatan hanya beberapa baris saja yang terbaca dengan penglihatan normal. Karena itu, perlu upaya-upaya khusus untuk dapat merekonstruksi pahatan supaya tulisan dapat terbaca. 

Goenawan A. Sambodo, epigraf ahli Jawa Kuna yang mempunyai konsen membaca prasasti Jawa Kuna mencoba dua cara, yaitu Reflectance Transformation Imaging (RTI) dan Fotogrametri. RTI adalah metode fotografi yang menangkap bentuk dan warna subjek untuk mengungkapkan informasi permukaan yang tidak terlihat dalam penglihatan normal.

Dengan metode RTI, Citra/Gambar dibuat dari beberapa foto subjek, setiap bidikan diambil dengan cahaya yang diproyeksikan dari arah berbeda untuk menghasilkan sorotan dan bayangan yang berbeda-beda. “Citra ini kemudian digabungkan sehingga interaksi yang berubah antara terang dan gelap mengungkapkan detail halus dari permukaan,” jelas laki-laki yang kerap disapa Mbah Gun ini.

Sedangkan fotogrametri adalah ilmu melakukan pengukuran dari foto. “Masukan/input ke fotogrametri adalah foto, dan keluaran/outputnya biasanya berupa peta, gambar, pengukuran, atau model 3D dari beberapa objek atau pemandangan dunia nyata,” lanjut bapak dua anak ini. 

Dua metode tersebut sudah sering dicoba oleh Mbah Gun. Pada prasasti Wnua Tnah saja, percobaan metode fotogrametri dilakukan lebih dari 3 kali. Begitu juga dengan metode RTI. “Metode ini diharapkan mampu meningkatkan keterbacaan pahatan aksara dan angka pada prasasti batu dengan cara- cara terukur dengan baik serta meminimalisir perlakuan fisik terhadap prasasti (non invasive),” pungkasnya.  

Bupati Temanggung (mengenakan peci) melihat proses dokumentasi RTI. Sumber Foto: Ngasiarn

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara