• Tuesday, 22 June 2021
  • Surahman Ana
  • 0

Seluruh umat Buddha di Dusun Manguntosari, Jumat (18/6) memasang rupang Dewi Tara. Arca setinggi 140 sentimeter tersebut dipasang pada sebuah patok dusun, di Puncak Bukit Anjir. Pemasangan ini bertujuan sebagai simbol permohonan wara nugraha, yaitu segala sesuatu yang baik untuk masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai petani.

Penghormatan pada Dewi Tara ini sudah lama dikenal di kalangan masyarakat Jawa. Salah satu buktinya adalah Candi Kalasan di Yogyakarta. Candi tersebut didedikasikan Rakai Panangkaran untuk menghormati Dewi Tara.

Kini beberapa daerah di Kabupaten Temanggung membangkitkan kembali tradisi tersebut. Salah satunya di Dusun Maguntosari, Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran.

Mardiyanto, ketua Vihara setempat mengatakan kegiatan pemasangan rupang dewi yang memiliki 21 sosok ini masih rangkaian Waisak 2021.

“Sebenarnya tempat itu dulu digunakan oleh warga sini untuk tirakatan malam menyambut peringatan Merti Dusun yang biasanya dilaksanakan di hari Jumat Kliwon bulan Sawal (kalender Jawa). Sedianya ritual ini juga akan dilaksanakan Jumat Kliwon bulan lalu yang mana bertepatan dengan peringatan merti dusun, tapi karena beberapa kendala akhirnya ditunda sampai hari ini. Dan hari ini acara juga akan disambung dengan peringatan Waisak khusus umat Dusun Manguntosari yang akan dilaksanakan setelah acara ritual selesai,” jelas Pak Mardiyanto, Ketua Vihara Dusun Manguntosari.

Acara dihadiri oleh tiga Bhikkhu Sangha (Bhikkhu Dhammakaro, Bhikkhu Sujano, dan Bhikkhu Titasadho), dua Athasilani, romo, tokoh Agama Buddha, dan tokoh pemerintah di Desa Kalimanggis. Meskipun dihadiri oleh para tokoh agama dan tokoh pemerintah, peserta umat dibatasi hanya untuk warga Dusun Manguntosari demi mempermudah penerapan prokes mengingat konsidi pandemi yang belum juga usai.

Ritual diawali dengan pujabhakti pagi yang dipimpin oleh Bhikkhu Sangha yang dilanjutkan dengan prosesi menuju altar pratima. Sebagai uborampe ritual untuk mengiringi rupang Dewi Tara, warga mengusung tumpeng hasil bumi, tumpeng nasi beserta lauk dan sayurnya, bunga, dupa, dan beragam sesaji. Dengan berseragam adat Jawa warga berjalan sejauh kurang lebih 200 meter melalui rute menanjak yang membelah Dusun Manguntosari.

Dewi Tara untuk keselamatan dan kesejahteraan warga

Dewi Tara dikenal umat Dusun Manguntosari sebagai Mbok Dewi Sri. Mayoritas warga sebagai petani, terbiasa memohon berkah kemakmuran dan kelimpahan hasil tani kepada Mbok Dewi Sri.

”Kalau secara agama Buddha kan lebih dikenal Dewi Tara, sedangkan untuk masyarakat Jawa kan disebut Mbok Dewi Sri,” ungkap Wardiyanto.

Romo Mettiko, pemimpin ritual, menjelaskan Dewi Tara lahir di saat Avalokitesvara Bodhisattva atau Kwan Im merenungkan penderitaan para makhluk di dunia ini. Besarnya rasa welas asih kepada para makhluk yang menderita membuat Avalokiteshvara meneteskan air mata. Air mata Bodhisattwa jatuh di kelopak teratai. Dari kelopak teratai itulah kemudian muncul sesosok dewi yang bernama Tara.

Di saat itu juga Dewi Tara berkata, “Oh Bodhisattwa yang agung janganlah engkau bersedih, aku akan membantumu untuk menolong para makhluk yang menderita di dunia”. Oleh sebab itu, Dewi Tara dikatakan penolong yang tangkas, yang paling cepat, yang paling dekat dengan manusia,” jelasnya.

“Dewi Tara sendiri sebenarnya sudah tidak asing bagi masyarakat Jawa, karena Dewi Tara mempunyai 21 manifestasi. Di Jawa sendiri Dewi Tara dikenal dengan nama Dewi Sri (manifestasi ke 11), karena salah satu perwujudan Tara sebagai Matari yaitu Dewi yang memegang padi atau palawija. Dewi Sri juga melindungi para petani agar pertaniannya subur.”

Pemasangan rupang Dewi Tara menjadi simbol permohonan wara nugraha bagi warga dusun manguntosari. Wara nugraha adalah apa pun yang baik dan bermanfaat akan tercapai.

“Diharapkan dengan pemasangan Dewi Tara ini membawa wara nugraha bagi warga dusun sini. Wara nugraha itu lebih tinggi daripada berkah, sempurna, artinya memiliki wara nugraha itu apapun akan tercapai. Jadi keberuntungan, kesejahteraan hidup semoga bisa terpenuhi. Termasuk juga keselamatan dan terhindar dari segala penyakit, makanya tadi diungkapkan dalam pembacaan doa bahwa Bhagavati Tara Dewi di 21 penjelmaan yang bagian ke 20 itu spesialis untuk menghalau penyakit. Apalagi saat ini dunia sedang dilanda wabah covid, semoga dengan ini semua wabah penyakit khususnya di Indonesia segera berlalu,” imbuh Mettiko.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara