• Monday, 22 February 2016
  • Ngasiran
  • 0

“Setelah mengikuti kegiatan ini, pengetahuan Dhammaku semakin mendalam, karena ajaran-ajaran Dhamma yang disampaikan oleh para bhante lebih terperinci dan mendalam. Para bhante senior dan pembicara dalam menyampaikan materi Dhamma disesuaikan dengan umur kita. Itulah yang membuat kita lebih mudah memahami makna kehidupan, jenis-jenis karma dalam perspektif Buddhis,” ujar Devi Wijayanti (19), salah satu peserta Dhamma Youth Gathering di Vihara Mendut, Magelang, Jawa Tengah.

Mahasiswi semester 6 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini mengaku sangat terkesan setelah mengikuti acara ini. Salah satu sesi yang menarik menurutnya adalah sesi tanya jawab bersama Bhante Jotidhammo. “Kita diperbolehkan bertanya apa saja saja mengenai Dhamma. Di sesi inilah kita banyak bertanya tentang keraguan-keraguan kita mengenai ajaran Buddha, perspektif Buddhis mengenai LGBT misalnya. Ini menjadi bahasan yang menarik dan waktu dua setengah jam saya rasa tidak cukup untuk sesi ini,” ujar gadis asal Sumatera ini.

Seperti diberitakan BuddhaZine sebelumnya, Vihara Mendut mengadakan Dhamma Youth Gathering. Acara yang dilaksanakan pada 19-21 Februari 2016 ini diikuti oleh 44 pemuda berusia antara 16-30 tahun, yang rata-rata adalah mahasiswa. (Baca Bhikkhu Sri Pannyavaro Ajak Anak Muda Buddhis Jalankan Atthasila untuk Memperkuat Inner Strong)

image image

Dengan bimbingan bhikkhu-bhikkhu senior, selain berlatih menjalankan 8 latihan moral (atthasila), kegiatan ini juga diisi dengan berbagai kegiatan, di antaranya bedah film Little Boy; kelas meditasi yang dibimbing langsung oleh Bhikkhu Santacitto, salah satu bhikkhu hutan yang memperoleh gelar doktor dari Srilanka; tanya jawab Dhamma bersama Bhikkhu Jotidhammo yang merupakan ketua Sangha Theravada Indonesia; berbincang tentang keyakinan dalam pandangan agama Buddha bersama Bhikkhu Sri Pannyavaro; memberi makna kehidupan dengan pembicara Lilik Suryono, seorang dosen UNS Solo; hingga motivasi menjadi seorang Buddhis yang disampaikan oleh Bhikkhu Atthapiyo, bhikkhu pertama dari Flores, Nusa Tenggara Timur.

Dan untuk menyambut hari Magha Puja, para peserta melakukan pradaksina dan membacakan Magha Puja Gatha di Candi Mendut bersama para bhikkhu. Magha Puja adalah salah satu hari raya agama Buddha yang memperingati empat peristiwa: (1) berkumpulnya 1250 bhikkhu tanpa pemberitahuan terlebih dulu, (2) semua bhikkhu yang berkumpul adalah Arahat, (3) semua bhikkhu memiliki enam abhinna, dan (4) semua bhikkhu ditahbiskan oleh Buddha dengan “Ehi bhikkhu”.

Di akhir acara, Bhikkhu Sri Pannyavaro melayangkan pujian kepada para peserta yang telah melaksanakan kegiatan dengan baik, merasakan tinggal di vihara, berlatih meditasi, mendengarkan Dhamma, dan berlatih atthasila.

“Semoga apa yang Anda dapatkan selama tiga hari di sini berguna, meskipun belum berguna sekarang, tetapi saya mempunyai keyakinan apa yang Anda dapatkan akan memberi kekayaan batin dan berguna di kemudian hari. Suatu saat apabila acara seperti ini diselenggarakan kembali, saya berharap Saudara-saudara bisa ikut berpartisipasi, mungkin bukan sebagai peserta tetapi sebagai panitia untuk membantu menyelenggarakan acara,” tutup Bhante Pannyavaro.

Bhante Pannyaro berharap latihan dan praktik Dhamma yang telah dijalankan oleh peserta dapat bermanfaat sebagai berkah dari latihan Dhamma. “Semoga pengetahuan, latihan dan pengalaman Dhamma yang Anda dapatkan, itulah sesungguhnya berkah, itulah sesungguhnya manggala untuk Anda,” pungkas Bhante.

image image

image image

image

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara