• Tuesday, 20 November 2012
  • Sutar Soemitro
  • 0

Presiden Amerika Serikat Barack Obama melakukan kunjungan bersejarah ke Myanmar kemarin. Dalam lawatannya, Obama menyinggung kekerasan sektarian yang menimpa warga minoritas Muslim Rohingya di Myanmar barat.

Obama menyerukan untuk menghentikan kerusuhan sektarian di negara bagian Rakhine tersebut. Ditegaskannya, tak ada alasan untuk kekerasan terhadap orang-orang yang tak bersalah. “Rekonsiliasi nasional akan butuh waktu, namun demi rasa kemanusiaan kita bersama, dan demi masa depan negeri ini, perlu untuk menghentikan penghasutan dan menghentikan kekerasan,” tutur Obama seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (19/11/2012).

“Hari ini kita melihat kekerasan terbaru di negara bagian Rakhine yang telah menimbulkan begitu banyak penderitaan, dan kita melihat bahaya dari terus berlangsungnya ketegangan di sana,” tutur Obama dalam pidatonya di Universitas Yangon.

“Sekian lama, warga negara bagian ini, termasuk etnis Rakhine, telah mengalami kemiskinan berat dan penganiayaan. Namun tak ada alasan untuk kekerasan terhadap rakyat tak bersalah, dan Rohingya memiliki martabat yang sama seperti kalian, dan juga saya,” tandas Obama.

Rentetan kekerasan antara warga Buddha dan Rohingya di Rakhine sejak Juni lalu telah menewaskan sedikitnya 180 orang. Lebih dari 110 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Sebagian besar korban adalah warga Rohingya, yang selama beberapa dekade terus mengalami diskriminasi di Myanmar. Pemerintah Myanmar saat ini didesak untuk memberikan status kewarganegaraan bagi minoritas Rohingya. Selama ini warga Rohingya dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

Obama juga bertemu dengan Presiden Thein Sein, serta mengunjungi pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi di villa pinggir danau tempat Suu Kyi menjalani tahanan rumah selama dua dekade. Obama memuji keberanian dan semangat Aung San Suu Kyi dalam menghadapi rezim junta militer di Myanmar.

“Di sini, di saat-saat sulit, dia telah menunjukkan keberanian dan semangat yang luar biasa. Di sinilah, kebebasan dan martabatnya sebagai manusia tidak bisa disangkal lagi,” kata Obama pada konferensi pers usai pertemuan dengan Suu Kyi, Senin, 19 November 2012.

Dalam pertemuan itu, Obama ditemani oleh Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton. Sebelum bertemu Suu Kyi, Obama melakukan pembicaraan selama satu jam dengan Presiden Thein Sein. Dalam pembicaraan itu, Sein yang mengenakan sarung dan sendal jepit khas Myanmar berkomitmen untuk mempererat hubungan bilateral kedua negara.

Sepanjang kunjungannya ke negara tersebut, Obama menggunakan kata “Myanmar” ketimbang “Burma”. Nama ini jarang disebutkan Obama ketika berhubungan dengan negara ini.

Nama Myanmar diberikan oleh pemimpin militer negara tersebut 23 tahun lalu, menggantikan nama Burma. Biasanya, pemimpin negara-negara Barat dan para aktivis demokrasi termasuk Suu Kyi menyabut “Burma” bukan “Myanmar”.

Obama menegaskan bahwa kunjungannya kali ini bukanlah untuk menyanjung Myanmar. Menurutnya, masih banyak yang harus dilakukan pemerintah Myanmar untuk mencapai reformasi total. Salah satunya adalah menghentikan kekerasan etnis di Rakhine yang menewaskan lebih dari 80 orang etnis Muslim Rohingya. (detik/vivanews)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara