• Monday, 22 June 2015
  • Sutar Soemitro
  • 0

Fenomena keberadaan bhiksu palsu atau gadungan tidak hanya muncul di benua Asia, tetapi juga mulai menjalar ke benua Amerika, seperti yang terjadi di New York, Amerika Serikat.

Bercelana khaki dan bersepatu kets, bhiksu palsu berjubah oranye menawarkan dagangan mereka di High Line, sebuah taman kota di New York.

Seperti yang dilansir New York Post, Minggu (14/6/2015), sekelompok pengemis berpakaian seperti para bhiksu berkeliaran di High Line dan taman-taman kota lainnya, meminta-minta sejumlah uang kepada para wisatawan yang ada di sana, diantaranya meminta lebih setelah diberi.

Salah satu wanita pengunjung High Line menyerahkan lebih dari 5 dolar pada dua pekan lalu, tapi itu tidak cukup. “Dia mencoba untuk mendapatkan 20 dolar,” kata wanita itu kepada New York Post.

Sementara itu bhiksu palsu lainnya menjajakan gelang plastik murah seharga 5 dolar tanpa menjelaskan digunakan untuk apa uang yang telah terkumpul dari menjajakan gelang tersebut.

Pria berpakaian bhiksu juga nampak di Taman Bryant, kawasan Midtown Manhattan, yang dua pekan lalu kepergok sedang mencuri sebuah botol air plastik dari seorang penjual di trotoar.

Bhiksu palsu lainnya terlihat sedang merokok saat beristirahat, ia mencoba untuk menyembunyikan perilakunya tersebut di dekat pintu masuk terowongan kereta bawah tanah. Sedangkan dua bhiksu palsu lainnya lagi terlihat tidur siang di tepian luar gedung perpustakaan.

Menurut seorang pengamat, para pria penyamar sebagai bhiksu yang sebagian besar berwarga negara Tiongkok tersebut akan kembali ke penginapan murah mereka setelah mendapatkan penghasilan harian mereka. Kadang-kadang mereka mengganti jubah mereka di terowongan kereta bawah tanah sebelum berkumpul di sebuah restoran setempat untuk makan yang biasanya disertai dengan minuman beralkohol.

“Saya akan terkejut jika beberapa dari mereka benar-benar bhiksu Buddhis,” kata Dan Biederman, kepala dari Bryant Park Corporation, sebuah perusahaan manajemen swasta nirlaba yang mengelola Taman Bryant di New York.

Bahkan, beberapa pria penyamar tersebut menggunakan toilet taman untuk mengganti pakaian mereka dengan jubah berwarna oranye, cokelat atau abu-abu sebelum menuju keluar; celana khaki (cokelat muda kekuningan) dan sepatu kets Nike bisa dilihat di bawah pakaian “keagamaan” yang menyelubunginya.

Para bhiksu palsu bermunculan di seluruh dunia dan baru-baru ini telah menjadi pemandangan tetap di Times Square. Mereka menyerbu taman-taman saat cuaca lebih hangat, mereka muncul di High Line sekitar bulan April.

“Kami menyadari bahwa ini merupakan sebuah masalah dan kami sedang berdiskusi dengan Dinas Pertamanan New York untuk mengatasi masalah ini,” kata Martin Nembhard, wakil presiden operasional taman dari Friends of the High Line, sebuah perusahaan nirlaba yang mengelola taman High Line untuk warga kota. “Sementara itu, kami mendorong siapa saja yang berhadapan dengan masalah ini untuk segera melaporkannya kepada petugas Dinas Pertamanan di tempat.”

Dinas Pertamanan hanya mengatakan bahwa “individu yang melanggar peraturan pertamanan yang melarang mengemis secara agresif, penyelewengan, dan vandalisme, dapat dikenakan surat panggilan dari Patroli Penegakan Hukum Pertamanan.” Sementara itu pihak Kepolisian Kota New York belum menangkap satu oknum pun terkait dengan bhiksu palsu.

Menurut Pandita T. Kenjitsu Nakagaki, presiden dari Dewan Buddhis New York, para bhiksu yang asli biasanya membawa mangkuk dana dan mereka yang berpura-pura menjadi bhiksu telah benar-benar tidak menghormati agama.

“Orang-orang hanya percaya pada jubah karena para bhiksu yang mempraktikkan Ajaran, berbagi kebahagiaan kepada orang-orang,” kata Pandita Nakagaki. “Jika mereka berkonspirasi jahat dan memakai jubah, itu benar-benar tidak menghormati umat Buddha sendiri.”

Fenomena keberadaan bhiksu palsu merupakan hal yang nyata dan perlu dicermati oleh semua pihak. Selain membawa mangkuk dana, pembeda lain antara bhiksu asli dengan yang palsu adalah yang asli tidak melakukan tindakan meminta-minta atau mengemis karena tindakan tersebut tidak diperkenankan dalam peraturan kebhiksuan atau yang disebut sebagai Vinaya, yang ditetapkan sendiri oleh Buddha. Para bhiksu yang asli hanya menerima apa yang diberikan oleh warga sebagai dana. (bhagavant.com)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara