• Tuesday, 3 May 2016
  • Sutar Soemitro
  • 0

Leicester City akhirnya resmi menjadi juara sepakbola Liga Primer Inggris 2015/2016 setelah pada Selasa dinihari (3/5), pesaing terdekatnya Tottenham Hotspur hanya bermain imbang dengan Chelsea 2-2. Dengan hasil tersebut, Hotspur kini mengantongi 70 poin, sedangkan Leicester 77 poin. Dengan sisa dua pertandingan, poin maksimal yang bisa diraih Hotspur adalah 76. Sehingga perolehan poin Leicester sudah tidak mungkin terkejar, dan kini telah resmi menjadi juara pada pekan ke-36. Ini adalah trofi juara Liga Primer pertama bagi Leicester sejak berdiri pada 1884 atau 132 tahun silam.

Kisah sukses Leicester menjuarai Liga Inggris bak sebuah dongeng ajaib di abad modern. Klub berjulukan The Foxes adalah sebuah klub kecil yang tiap musim biasanya lebih sibuk berjuang untuk terhindar dari jurang degradasi Divisi Championship, ke kasta kedua Liga Inggris. Seperti yang mereka alami pada musim lalu.

Jelas saja tidak menjagokan Leicester bakal menjadi juara, bahkan untuk sekadar menjagokannya menembus papan atas klasemen pun tidak ada. Ketika di pertengahan musim mereka memimpin klasemen pun, masih banyak orang yang meragukan konsistensinya hingga akhir musim. Banyak orang yang memprediksi Leicester akan kehabisan bensin setelah melewati pertengahan musim. Tapi ternyata semua prediksi dan keraguan itu salah.

Leicester City juga hanyalah tim semenjana, sangat berbeda jauh dengan tim-tim elit seperti Manchester United, Manchester City, Chelsea, Liverpool, Arsenal atau Hotspur yang memiliki dana triliunan untuk membeli pemain terbaik. Leicester adalah sebuah anomali. Mereka membuktikan kekuatan uang bukanlah segalanya.

Materi pemain Leicester biasa-biasa saja. Tidak ada pemain bintang berharga mahal yang direkrut. Sebelum musim dimulai mungkin hanya sedikit pecinta bola yang mengenal sosok seperti Jamie Vardy, Riyad Mahrez, hingga Ngolo Kante.

Leicester pun hanya mampu mengontrak manajer sekelas Claudio Ranieri. Pria Italia itu bukanlah sosok pelatih semenjana yang tidak memiliki catatan prestasi mengkilap. Prestasi terbaiknya adalah nyaris menjadi juara bersama beberapa tim lain.

Fenomena Leicester ini lantas banyak dikaitkan dengan faktor spiritual. Sejak membeli Leicester tahun 2010, konglomerat Thailand Vichai Srivaddhanaprabha memang sangat memperhatikan sisi spiritual. Vichai adalah seorang pemeluk agama Buddha yang taat.

Vichai membangun ruang ibadah di King Power Stadium, markas Leicester. Tak hanya itu, Vichai selalu meluangkan waktu berdoa di ruangan tersebut selama 45 menit setiap sebelum pertandingan dimulai.

Dia juga rutin mengundang para bhikkhu dari Thailand ke King Power Stadium. Para bhikkhu ini diminta memberkati markas Leicester dan para pemain sebelum bertanding. Tidak tanggung-tanggung, Vichai mengirimkan jet pribadi miliknya untuk menjemput beberapa bhikkhu yang dipimpin Phra Prommangkalachan. Terkadang Vichai turun tangan menemani para bhikkhu terbang ke Inggris.

“Saya pikir awal-awal mereka tidak yakin mengenai peran kami. Tapi kemudian mereka terbiasa dengan kami dan saya yakin mereka sekarang mengapresiasi apa yang kami berikan,” kata Phra seperti dikutip dari The Telegraph.

Saking penasaran, media-media Inggris mulai menelusuri rekam jejak Phra Prommangkalachan ke Bangkok, Thailand. Liputan mengenai kegiatan bhikkhu berusia 64 tahun itu di Wat Traimit Withayaram Woraviharn (Vihara Golden Buddha) marak di akhir April ini. Vihara tersebut pun kini menjadi ramai dikunjungi turis dan dipastikan akan menjadi makin ramai setelah Leicester juara.

Publik Inggris ingin mengetahui apakah sukses Leicester ini benar-benar karena bantuan jampi-jampi. Dengan tegas Phra membantah kesuksesan Leicester musim ini karena sihir.

“Ini bukan tentang sihir. Kami hanya bisa menawarkan dukungan spiritual. Kami percaya itu membantu pemain dengan kesehatan yang baik, dengan menghindari cedera, dan dengan fokus mereka. Tapi mereka masih harus tampil baik untuk meraih hasil yang diinginkan,” terang Phra kepada CNN. Jadi, hasil akhir tetap ditentukan oleh para pemain sendiri di lapangan.

Wacana mengaitkan keberhasilan Leicester City dengan jimat Buddhis adalah absurd dan tidak masuk akal. Kunci utama kekuatan Leicester City adalah pada kolektivitas tim dan permainan. Mereka sangat kompak di dalam dan di luar lapangan. Mereka seperti sebuah keluarga yang saling mendukung dan saling bercanda. Permainan yang tidak kenal menyerah juga menjadi nilai tambah.

Ini berbeda dengan para pesaingnya para tim elit yang banyak diisi pemain bintang berharga mahal sehingga banyak ego di dalamnya. Performa tim-tim elit yang angin-anginan pada musim ini juga menjadi celah bagi Leicester untuk mendobrak.

Jasa Ranieri sangat besar dalam kesuksesan Leicester. Pria yang dijuluki The Tinkerman ini bisa membuat Leicester menjadi tim juara meskipun bermodal pemain pas-pasan. Pengalamannya melatih 11 klub di Italia, Spanyol, Inggris dan Perancis membuatnya jeli dalam merekrut pemain. Gaya melatihnya juga berbeda dari koleganya. Pria Italia ini tidak terlalu memberi beban pada anak asuhannya saat latihan, tapi ia lebih suka para pemainnya all out saat bertanding.

Keberhasilan Leicester juga berkat kejelian Vichai dalam mengelola klub. “Dia juga merupakan orang yang bijak dan tahu bagaimana mengelola klub, menyatukan tim dan pelatih. Hasilnya adalah kesuksesan mereka seperti sekarang,” ujar Phra Prommangkalachan.

Vichai adalah penganut Buddha yang taat. Ia juga banyak mendukung pembangunan vihara hingga penahbisan bhikkhu di Thailand maupun luar negeri.

Selamat, Leicester City! (www.liputan6.com)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara