• Saturday, 21 November 2020
  • Deny Hermawan
  • 0

Sekitar abad ke-18, masih sedikit orang Eropa yang tahu tentang Buddhisme. Dari sedikit orang itu, salah satunya adalah pastor Jesuit yang bernama Ippolito Desideri. Dia adalah seorang misionaris Katolik yang ditugaskan di Tibet.

Ippolito Desideri atau Hippolyte Desideri (21 Desember 1684 – 14 April 1733) adalah seorang pengelana Jesuit Italia dan misionaris Eropa awal pengunjung Tibet yang paling kondang. Ia adalah orang Eropa pertama yang sukses mempelajari dan memahami agama, bahasa, dan budaya Tibet.

Di usianya yang masih kepala dua, Desideri sudah menyusun proyek besarnya untuk mengubah Hindia menjadi Katolik. Permohonannya untuk misi Hindia diterima oleh Pastor Jenderal Serikat Jesus, Michelangelo Tamburini, pada tahun 1712, dan ia ditugaskan untuk membuka kembali misi Tibet, yang berada di bawah yurisdiksi Provinsi Jesuit Goa.

Desideri meninggalkan Roma pada tanggal 27 September 1712, dan berangkat ke timur dari Lisbon dengan kapal Portugis, untuk tiba di Goa satu tahun berselang.

Dari Goa ia melakukan perjalanan ke Surat, Ahmedabad, Rajasthan dan Delhi, tiba di Agra, lahan misi Jesuit di India Utara pada 15 September 1714. Dari sana ia kembali ke Delhi, ia bertemu dengan atasannya dan rekan seperjalanannya, orang Jesuit Portugis, Manoel Freyre.

Perjalanan

Bersama-sama mereka melakukan perjalanan dari Delhi ke Srinagar di Kashmir, mereka tertunda selama enam bulan, dan Desideri menderita penyakit usus yang nyaris fatal.

Dari Kashmir mereka ke Leh, ibu kota Ladakh, tiba di sana pada akhir Juni 1715. Menurut Desideri, mereka diterima dengan baik oleh pemimpin di sana, dan dia ingin menetap, tetapi dia dipaksa untuk mematuhi pemimpinnya, Freyre, yang bersikukuh bahwa mereka melakukan perjalanan ke Lhasa.

Dengan demikian mereka melakukan perjalanan musim dingin tujuh bulan yang berbahaya melintasi dataran tinggi Tibet. Walau tak siap dan tidak berpengalaman, mereka bisa bertahan karena bantuan yang diterima dari Casal, Gubernur Mongol, yang meninggalkan jabatannya dan kembali ke Lhasa.

Mereka melakukan perjalanan dengan karavan bersenjata, dan akhirnya tiba di Lhasa pada 18 Maret 1716. Setelah beberapa pekan, Freyre kembali ke India, melalui Kathmandu dan Patna, meninggalkan Desideri yang bertanggung jawab atas misi.

Pada 1716 ia menjadi salah satu orang Eropa pertama yang pergi ke Lhasa Tibet, sekaligus menetap cukup lama. Dia bersemangat, namun emosional dan mudah jengkel. Dirinya penuh penasaran, sekaligus berani dan tekun.

Saat awalnya Desideri tiba di Lhasa Tibet, penguasa Mongol di Tibet, Lhasang Khan dan para lama menyambutnya dengan antusias. Dan antusiasme mereka tidak berkurang ketika Desideri mengumumkan bahwa dia bermaksud untuk mengubah mereka semua menjadi Katolik.

Desideri disambut baik dan diberi izin untuk menyewa rumah di Lhasa dan mempraktikkan serta mengajar Kristianitas.

Setelah membaca karya pertama Desideri dalam bahasa Tibet, tentang dasar-dasar doktrin Katolik, Lasang Khan menasihatinya untuk memperbaiki bahasa Tibetnya dan mempelajari literatur agama dan filsafat Buddha Tibet.

Dalam hal itu, Khan menyarankan, akan menjadi baik baginya untuk mendalami dan menguasai agama Buddha. Sebab jika dia benar-benar memahami agama Buddha, dan dia bisa meyakinkan orang Tibet bahwa agama Katolik lebih baik, maka tentu orang Tibet akan pindah agama.

Desideri menerima tantangan itu. Setelah beberapa bulan belajar intensif, dia masuk ke Universitas Monastik Sera, salah satu dari tiga tempat belajar terbesar dari aliran Gelukpa di Tibet. Di sana ia belajar dan berdebat dengan biksu dan cendekiawan Tibet, serta diizinkan memiliki kapel Katolik di tempat tinggalnya.

Desideri mempelajari kurikulum teologi dan filsafat Buddhis, sampai selama 12 tahun. Dia terus menyusun serangkaian traktat penginjilan dalam bahasa Tibet, yang ditulis dengan indah pada gulungan yang dipakai oleh perpustakaan-perpustakaan besar Tibet, dengan huruf-huruf yang elegan dan kotak-kotak kayu berukir.

Tetapi proyek misinya ini lantas terganggu oleh perang teritorial. Tentara dari kerajaan tetangga menyerbu. Desideri mundur mengungsi ke vihara yang terpencil. Dia tetap mengerjakan teks misi Kristennya sembari berusaha menguasai lebih banyak teks-teks agama Buddha. Ia bahkan sempat menerjemahkan Lam Rim Chen Mo karya filsuf besar Tibet Lama Tsongkhapa ke dalam bahasa Latin.

Gagal

Lewat bukunya, Desideri berupaya menggambarkan Buddhisme Tibet secara detail, terutama dalam bab yang berjudul “Agama Palsu dan Aneh yang Teramati di Tibet.” Ia berusaha mematahkan doktrin shunyata, karma, dan reinkarnasi, yang dianggapnya sebagai sesuatu yang keliru.

Desideri memang sukses melewati badai salju Himalaya dan perang. Tapi aksi misi religiusnya boleh dikatakan gagal. Pada akhirnya hanya sangat sedikit orang Tibet yang mau masuk menjadi Katolik.

Dan pertikaian birokrasi teologis pun akhirnya menimpanya. Para misionaris saingan, Ordo Kapusin, berjuang dengan sengit dengan para imam Jesuit atas wilayah evangelikal, dan mereka mengklaim Tibet untuk kaum mereka sendiri.

Michelangelo Tamburini, pimpinan Jesuit, memerintahkan Desideri untuk segera kembali ke Eropa, sampai perselisihan itu diselesaikan. Surat dari Tamburini butuh dua tahun untuk mencapai Tibet, dan begitu tiba, pada 1721, Desideri tidak punya pilihan lain.

Dirinya menghabiskan 11 tahun berikutnya menulis ulang bukunya dan memohon mati-matian kepada Vatikan agar dia dikirim kembali ke Tibet; satu-satunya tempat di mana dia benar-benar bisa merasa menjadi dirinya sendiri.

Sayang, pada 1732, pihak berwenang Vatikan akhirnya memutuskan mendukung Ordo Saudara Dina Kapusin. Diputuskan bahwa bukunya tidak akan diterbitkan Vatikan dan ia tidak akan pernah bisa kembali ke Tibet. Desideri meninggal dunia empat bulan kemudian.

Meski demikian, di abad ke-21, karya tulisnya akhirnya diterjemahkan oleh Michael J. Sweet dalam bahasa Inggris dan diterbitkan menjadi buku “Mission to Tibet: The Extraordinary Eighteenth-Century Account of Father Ippolito Desideri S.J.” terbitan Wisdom Publications tahun 2010.

Selain itu, Donald S. Lopez, Profesor Studi Buddhis dan Tibetan dari University of Michigan bersama Geshe Thupten Jinpa [penerjemah pribadi Dalai Lama] juga telah menulis buku yang komprehensif tentang Ippolito Desideri yang berjudul “Dispelling the Darkness: A Jesuit’s Quest for the Soul of Tibet” terbitan Harvard University Press pada tahun 2017.

Deny Hermawan

Editor BuddhaZine, penyuka musik, film,
dan spiritualitas tanpa batas.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *