• Friday, 30 November 2018
  • Ngasiran
  • 0

Candi Borobudur merupakan mahakarya nenek moyang bangsa Nusantara. Hingga saat ini keberadaan Candi Buddha terbesar di dunia ini masih terus diperbincangkan para ilmuwan. Lebih dari 1.000 makalah hasil kajian Candi Borobudur telah ditulis oleh para ilmuwan. Meskipun begitu, belum bisa menerangkan secara menyeluruh apa itu Borobudur, mengapa dibangun dan untuk apa?

Yang lebih menyedihkan, hasil kajian dari para ahli yang telah berkembang dari masa ke masa seolah tidak tersampaikan ke masyarakat. Hal ini membuat kesalahan fatal tentang penjelasan arti dan makna Candi Borobudur yang masih terulang dan berulang lagi. Hingga saat ini, setidaknya terdapat empat kaprah tentang penjelasan Candi Borobudur yang masih beredar di masyarakat menurut Salim Lee.

Pertama, bangunan Candi Borobudur atas tiga bagian; Kamadhatu, Rupadhatu dan Arupadhatu. “Menurut Abhidhama, Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu adalah tingkatan alam kehidupan dalam ajaran Buddha. Dan ini jelas tidak sesuai dengan candi Borobudur,” tegas Salim Lee, dalam Ceramah Umum Bhumisambhara; Peran Suntingan Sutra-Sutra Borobudur di Hotel Manohara, Jumat (23/11).

“50 tahun lalu, pada tahun 1968 saya sebagai mahasiswa arsitektur tingkat satu di Undip (Universitas Diponegoro) dikasih tau oleh Profesor Sidharta almarhum tentang pembagian ini. Entah sudah berapa kali artikel-artikel yang menyangkal tentang ini, tapi masih ada saja yang menyebut pembagian seperti itu, bahkan di wikipedia juga masih seperti ini,” imbuh Om Salim.

Karena itu, dalam ceramah umum yang disampaikan pada acara Borobudur Writers & Culture Festival 2018, Om Salim membuat print out khusus arti kammadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu. “Nanti kalau masih ada yang menjelaskan begitu, Anda tinggal menunjukkan ‘ini lho yang disebut kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu. Yang jelas bukan cara mendeskripsikan maupun membagi Borobudur menjadi tiga tingkatan itu. Khamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu adalah pembagian alam kehidupan dalam Abhiddhama menurut agama Buddha. Jadi jelas bukan pembagian Borobudur,” tegasnya.

Baca juga: Di Kaki Borobudur, Para Seniman Mengekspresikan Migrasi Rohani

“Kalau toh Borobudur mau dibagi menjadi tingkatan,” lanjut Om Salim, “Yang lebih sesuai kok malah, ajaran dari Nusantara yang kemudian diteruskan oleh alumni dari Indonesia yang bernama Dipamkara Srijnana, ini membagi pengalaman manusia menjadi tiga tahapan yang disebut tripurusa; Adhanapurusa, Madyamapurusa, dan Uttamapurusa.”

Kedua, relief bagian dasar ditutup karena berisi ukiran porno. Relief karmavibangga yang terdapat dalam lantai paling bawah Candi Borobudur sengaja ditutup saat proses pemugaran. Selama ini banyak berita yang beredar di masyarakat alasan ditutupnya ukiran relief ini karena tidak layak untuk dipertontonkan karena mengandung unsur pornografi. Ternyata ini tidak benar!

Menurut Om Salim, ditutupnya bagian bawah candi Borobudur bagian bawah adalah untuk memperbaiki strukur bangunan candi. “Relief karmavibangga ini ukirannya bagus, malah banyak yang lucu-lucu kok. Menurut saya yang lebih tepat kenaapa ditutup dengan batu setinggi 3 meter dan lewar 7 meter untuk menangkal supaya tidak mlorot. Tapi dengan d tutupnya ini ada 160 relief yang tertutup.

“Untungnya pada saat Borobudur dipugar, waktu itu fotografer dari Jawa namanya Pak Kasian, memotret relief satu persatu. Ini akan membantu kita untuk mengetahui Borobudur secara keseluruhan apa isi dari relief-relief itu untuk mengetaui makna yang ada di atas,” jelasnya.

Ketiga, Lalitavistara, story of The Buddha. Lalitavistara merupakan salah satu sutra terukir dalam relief Candi Borobudur. Tetapi sampai sekarang, masih banyak buku-buku yang menyebutkan bahwa lalitavistara adalah cerita kehidupan Buddha.

“Mungkin Anda sudah berkali-kali membaca lalitavistara ya, terakhir ini ada 2 buku yang baru diterbitkan mengenai lalitavistara tapi yang menarik judulnya masih story of The Buddha (cerita hidup Buddha). Padahal semua orang tau judulnya lalitavistara, lalitavistara itu tidak selalu cerita hidup Buddha,” terang Om Salim.

“Lalitavitara berasal dari kata lalita yang berarti ‘jigetan atau kiprah’ dan Vistara yang berarti luas, sepenuhnya, ‘all-out’. Umumnya, Sutra Lalitavistara dianggap berisi kehidupan aktual dari Buddha historis, Shakyamuni. Tapi, sesungguhnya Lalitavistara adalah suatu ‘genetic stories’ yang secara umum menceritakan babak dari kiprah-kiprah terakhir seorang Bodhisattva, sebelum menjadi Buddha Pemutar Roda Dharma.”

Keempat, pemakaian istilah Panca-Dhyani-Buddha; Vairochana, Akshobya, Ratnasambhava, Amitabha, dan Amoghasiddhi. Munculnya istilah Panca-Dhyani Buddha ini pertama kali dikemukakan oleh Hodgson, seorang ilmuwan asal Nepal.

Penggunaan istilah Panca-Dyani Buddha ini ternyata tidak benar menurut Om Salim karena tidak pernah ditemukan dalam teks sutra yang menjadi acuan pembuatan Candi Borobudur. “Tidak ada dalam teks, kalau merujuk Sutra-sutra Mahayana yang menjadi dasar pembuatan Candi Borobudur yang benar adalah Panca-Tathagatha-Jnana,” terangnya.

Salim Lee, atau yang oleh murid-muridnya sering dipanggil Om Salim telah belajar ajaran Buddha dengan banyak guru besar. Di antaranya Yang Mulia Dalai Lama ke-14, Lama Zopa Rinpoche, Kirti Tsenshab Rimpoche, dan sebagainya. Pada tahun 1999, Om Salim diminta oleh Lama Thubten Zopa Rinpoche untuk mengajar dan memberikan bimbingan Dharma di Indonesia. Sejak saat itu, beliau adalah pengajar tetap di Potowa Center, Jakarta hingga kini.

Sejak awal, Om Salim secara intensif mempelajari filosofi agama Buddha dan perkembangan sejarah Buddhadharma di dunia dan di Nusantara, di antaranya adalah mempelajari teks-teks yang terkait dengan Borobudur. Bersama komunitas Potowa, Om Salim kini terlah berhasil menerjemahkan Sutra-sutra Candi Borobudur secara lengkap.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *