• Monday, 2 September 2013
  • Sutar Soemitro
  • 0

Judul tulisan ini mungkin terdengar aneh. Karena Amerika bukanlah negara Buddhis dan tradisi-tradisi Buddhis yang ada di Indonesia pun kebanyakan justru dari negara-negara Asia.

Tentu kita sudah tahu bahwa kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia dipelopori oleh The Boan An (yang kemudian dikenal sebagai Bhikkhu Ashin Jinarakkhita) dan Kwee Tek Hoey pada masa Hindia Belanda.

Keduanya adalah tokoh utama Perkumpulan Theosofi pada masa Hindia Belanda. Perkumpulan Theosofi ini yang kemudian banyak berperan dalam kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia dengan menerbitkan majalah Moestika Dharma dan buku-buku Buddhis.

Lantas apa hubungannya dengan New York?

Jawabannya ada pada Perkumpulan Theosofi (Theosophical Society). New York adalah tempat didirikannya Perkumpulan Theosofi oleh H.P. Blavatsky dan Henry Steel Olcott pada September 1875. Olcott juga dikenal sebagai salah satu pencetus bendera Buddhis.

“Salah satu yang mempercepat perkembangan agama Buddha di Indonesia pada abad yang lalu adalah Theosofi,” jelas Julia Linder mengutip tulisan Michael von Bruck. Linder mengungkapkan itu dalam sharing “Buddhism West and East” di Prasadha Jinarakkhita, Jakarta, pada Minggu, 1 September 2013.

Julia Linder adalah seorang peneliti kelahiran Jerman yang sedang menyelesaikan disertasi doktoral berjudul “Buddhism in Contemporary Indonesia” di Bonn International Graduate School of Oriental and Asian Studies (BIGS-OAS), Jerman. Penelitian Linder menarik dicermati karena Linder bukanlah seorang Buddhis. Ia menyebut dirinya simpatisan Buddhis. Linder adalah seorang peneliti agama minoritas di Indonesia.

Menurut temuan Linder, agama Buddha di Indonesia sebenarnya tidak benar-benar hilang selepas keruntuhan Majapahit seperti banyak anggapan berkembang. Ada sejumlah kecil orang Tionghoa yang tetap menjalankan Buddhisme tradisi Tiongkok dan juga sejumlah kecil orang Jawa yang mengklaim dirinya keturunan langsung dari Majapahit yang masih menjaga tradisi Buddhisme.

“Walaupun begitu, sumber kemunculan agama Buddha pada skala yang lebih besar yang dapat terlihat di seluruh Indonesia sampai keluar Indonesia ditemukan pada akhir abad 19,” terang Linder.

Menurutnya, Theosofi yang merupakan organisasi inklusif yang mempertemukan berbagai macam agama dan filosofi sebenarnya bukanlah organisasi Buddhis, namun secara tidak langsung berperan sangat besar terhadap kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia. Theosofi masuk ke Indonesia dibawa oleh orang Belanda. Pada masa awal berdirinya, keanggotaan Theosofi sangat eksklusif, yaitu hanya terdiri dari orang Belanda, orang Jawa terpelajar, dan orang Tionghoa terpelajar. Namun lama-kelamaan orang pribumi dan peranakan banyak yang tertarik ikut bergabung.

“Theosofi merupakan sebuah landasan yang mempertemukan serta pertukaran ajaran-ajaran Buddha di antara Barat dan Timur,” jelas Linder. Pertukaran ajaran ini yang membuat orang Indonesia tertarik lebih jauh mempelajari agama Buddha sehingga dari Theosofi kemudian lahir tokoh-tokoh Buddhis yang kemudian menjadi pelopor kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia.

Linder menyebut Kwee Tek Hoey dan The Boan An sebagai tokoh kuncinya. Kwee Tek Hoey adalah seorang pengarang, jurnalis, dan editor. Ia menghormati dan menghargai semua tradisi dan filosofi, karenanya ia menolak menyebut dirinya pendukung salah satu agama, karena menurutnya hal tersebut berarti ia menyukai salah satu agama dibandingkan yang lain.

Moestika Dharmaadalah buah kerja keras Kwee Tek Hoey. Majalah ini memuat artikel-artikel tentang agama, mistik Theosofi, dan filsafat spiritual. Karena berbahasa Melayu, majalah ini bisa diakses oleh lebih banyak orang sehingga ajaran Theosofi dan juga Buddhisme makin dikenal luas. Kwee Tek Hoey juga menerjemahkan sejumlah buku.

Sedangkan The Boan An yang lahir di Bogor mulai aktif di Theosofi ketika menuntut ilmu di luar negeri, terutama di Eropa. Publik lebih mengenalnya sebagai Bhikkhu Ashin Jinarakkhita yang merupakan pelopor kebangkitan agama Buddha di Indonesia. Menurut tulisan Hudaya Kandahjaya, ada seorang profesor Belanda yang sangat memberikan pengaruh tentang Buddhisme kepada The Boan An muda, yaitu Prof. Van Der Stock. Dia adalah presiden Theosofi di Bogor pada tahun 1924.

Pada masa itu, langkah Bhikkhu Ashin Jinarakkhita ternyata menimbulkan kontroversi, diantaranya adalah tentang konsep Tuhan yang dikenal dengan sebutan Adi Buddha dan konsep orang suci bisa ditemukan di manapun, serta semua orang Buddhis bisa mencapai pencerahan dengan jalannya masing-masing.

Linder juga mencatat, Bhikkhu Ashin beberapa kali berusaha memasukkan warisan agama Buddha masa lalu yang terbukti mencapai masa keemasan ke dalam agama Buddha yang sedang kembali dibangkitkan. Diantaranya dengan memasukkan ajaran Sanghyang Kamahayanikan.

 

Agama Buddha di Indonesia Unik

Linder baru setahun tinggal di Indonesia namun sudah cukup fasih berbahasa Indonesia. Ia pernah beberapa kali membuat penelitian tentang agama-agama minoritas, kini tertarik meneliti agama Buddha di Indonesia karena menurutnya sangat menarik. “Agama Buddha di Indonesia unik,” ujarnya.

“Apa ciri khas agama Buddha di Indonesia? Itu yang saya ingin ungkap di disertasi saya,” tambahnya.

Di Eropa, Linder mengaku kesulitan mendapatkan literatur tentang agama Buddha pada masa Hindia Belanda hingga saat ini. Berbeda dengan literatur tentang agama Buddha pada masa keemasan zaman Sriwijaya dan Majapahit yang menurutnya banyak beredar di Eropa.

“Dengan disertasi saya ini, saya ingin menggambarkan mosaik faktor-faktor yang menentukan agama Buddha di Indonesia,” jelas Linder. “Dan mosaik itu terdiri dari faktor historis, budaya, etnis, dan politik.”

 

Agama Buddha di Eropa

Studi terhadap agama Buddha di Eropa yang ditandai dengan dibentuknya beberapa studi tentang Buddhisme di sejumlah universitas dimulai sekitar 150 tahun lalu. Kehadiran filsafat Timur, termasuk agama Buddha, di Barat pada awalnya dipandang sinis karena dianggap mistis. Namun penerjemahan naskah-naskah tersebut telah berhasil menarik minat lebih banyak orang Jerman dan Eropa terhadap filsafat Timur, termasuk Buddhisme. Malah kemudian ajaran dari Timur dipergunakan untuk mengkritisi agama tradisional mereka, yang dianggap tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan metafisika mereka.

Beberapa ilmuwan dan filsuf Eropa yang berjasa menerjemahkan naskah-naskah Buddhis pada tahun 1850-an diantaranya adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860), Thomas W. Rhys Davids (1843-1922), dan Hermann Oldenberg (1854-1920).

Salah satu kritik dilontarkan Schopenhauer, “Penurunan agama Kristen sudah sampai pada titik paling rendah. Kebijaksanaan dari India tidak terhindarkan akan menyebar di Eropa. Walaupun masyarakat Barat memiliki tingkat budaya yang makin tinggi dibandingkan masyarakat di belahan bumi yang lain, tetapi mengapa dalam hal agama dan tatanan mengenai dunia dan kehidupan, orang Barat masih seperti anak kecil.”

“Yang Schopenhauer bilang 200 tahun lalu sampai sekarang masih berlanjut, orang-orang seperti melarikan diri (dari gereja),” beber Linder. Orang Eropa kemudian mencari solusi lain, salah satunya adalah melalui agama Buddha.

Menurutnya, orang-orang di Jerman meninggalkan agama tradisional mereka karena ingin mencari jawaban atas masalah-masalah kehidupan yang lebih nyata, yang mereka tidak temukan di agama mereka sebelumnya.

Generasi muda di Eropa dan Amerika saat ini cenderung tidak mengenal agama. “Di Eropa pada saat sekarang, kalau generasi saya, kalau memang ada yang memeluk agama secara khusus, itu sudah sangat luar biasa. Dianggap juga oleh orang lain sebagai sedikit…,” ucap Linder sambil memiringkan telunjuk di keningnya yang disambut tawa berderai.

Bahkan, kalau di Jerman ada yang tanya, ‘Kamu agama apa?’. Itu sangat aneh dan dianggap sedikit kasar, karena ingin tahu sesuatu yang sangat pribadi dan bukan untuk diketahui orang lain.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara