• Thursday, 18 April 2019
  • Deny Hermawan
  • 0

Banyak artefak peninggalan sejarah di Indonesia yang mampu menjadi inspirasi bagi umat manusia. Salah satu contohnya adalah bangunan Candi Sojiwan di wilayah Prambanan, Klaten, Jawa Tengah.

Candi Sojiwan bercorak Buddhis. Hal ini dibuktikan dengan bentuk candi yang memiliki beberapa stupa. Candi ini dibangun kira-kira pada pertengahan abad ke-9 Masehi. Menurut beberapa prasasti yang sekarang disimpan di Museum Nasional, Sojiwan kurang lebih dibangun antara tahun 842 dan 850 Masehi. Candi ini dibangun pada saat yang sama dengan Candi Plaosan dibangun.

Candi Sojiwan memiliki daya tarik tersendiri karena relief-relief di candi ini kebanyakan menggambarkan ajaran moral dalam bentuk cerita binatang (fabel) atau yang berhubungan dengan cerita-cerita Jataka atau Pancatantra yang berasal dari India. Cerita-cerita tersebut dapat menjadi renungan sehari-hari agar kehidupan manusia menjadi bijaksana.

Dari 20 relief ini, tinggal 19 relief yang sekarang masih ada. Sebanyak 15 relief di antaranya menceritakan ajaran moral, yang kesemuanya memiliki makna kebijaksanaan dan dapat dijadikan teladan bagi kehidupan kita. Dari belasan cerita itu, inilah cerita pilihan yang sangat inspiratif:

1. Relief Seorang Prajurit dan Pedagang

Relief ini merupakan cerita Dhawalamukha yang terdapat pada Kathasaritsagara, kitab dongeng abad ke-11 yang dikarang oleh Somadeva. Isinya tentang seorang punggawa kerajaan yang memiliki dua orang sahabat yaitu seorang prajurit dan seorang pedagang atau saudagar. Si prajurit siap melindungi bila punggawa mengalami gangguan. Demikian juga saudagar yang siap menolong dengan hartanya sewaktu-waktu bila punggawa itu memerlukan bantuannya.

Punggawa itu ingin menguji mereka. Ia berpura-pura sedang mengalami kesulitan yang tak terampuni oleh raja dan hal itu disampaikan kepada dua sahabatnya. Mendengar hal tersebut, sang saudagar berkata tak dapat berbuat apa-apa, tetapi si prajurit menyatakan siap dengan pedang dan tamengnya untuk membela si punggawa. Hal ini menunjukkan betapa sang prajurit memiliki rasa kesetiakawanan dan persaudaraan yang besar terhadap punggawa.

2. Relief Buaya dan Kera

Relief ini menggambarkan cerita Jataka mengenai seekor kera yang merupakan Bodhisattwa yang duduk di tepi sungai Gangga. Seekor buaya betina melihatnya dan berkeinginan memakan hati si kera, maka ia menceritakan maksud tersebut kepada buaya jantan dan menyuruhnya untuk menangkap si kera.

Buaya jantan menemui si kera dan menceritakan bahwa di seberang sungai terdapat pohon buah-buahan yang sedang berbuah dan memiliki rasa yang lezat. Buaya bersedia menyeberangkan si kera ke tempat tersebut bila ia ingin mengambil buah-buahan tersebut.

Si kera menyetujuinya dan naiklah si kera di atas punggung buaya. Sesampainya di tengah sungai buaya jantan berterus-terang mengatakan kepada si kera bahwa ia akan menangkapnya dan akan mengambil hatinya untuk makanan buaya betina. Maka si kera mengatakan kepada si buaya bahwa ia rela hatinya dimakan. Tapi sayangnya hatinya tertinggal di atas pohon di seberang sungai.

Maka diajaklah si buaya untuk mengambil hatinya tersebut dan buaya menyetujuinya dan mengantar si kera mengambil hatinya yang tertinggal di pohon seberang sungai. Sesampainya di pinggir sungai si kera langsung meloncat ke daratan dan melarikan diri dengan selamat. Buaya tidak dapat memakan hati si kera karena kecerdikan si kera untuk meloloskan diri dari maut.

3. Relief Perkelahian Banteng dan Singa

Relief ini menggambarkan sebuah cerita yang terdapat pada Pancatantra dengan judul usaha memisahkan persaudaraan. Banteng bernama Syatrabah semula bersahabat dengan singa tetapi karena fitnah seekor serigala bernama Dimnah.

Keduanya saling mencurigai dan terjadilah perkelahian antara keduanya. Akhirnya sang banteng dan singa, kedua-duanya tewas akibat hasutan dan fitnah dari serigala.

4. Relief Seorang Wanita dan Seekor Serigala

Relief ini menggambarkan kisah seorang wanita muda yang cantik. Dia merupakan istri dari seorang petani tua kaya. Ia merasa tidak bahagia dalam hidupnya. Lalu ia berjalan-jalan dan bertemu dengan seorang penyamun yang dengan licik memuji-muji kecantikannya.

Berbanggalah wanita itu dengan pujian dari sang penyamun dan menyetujui untuk membawa seluruh harta suaminya dan mengikuti penyamun itu. Ketika tiba di sebuah sungai dan akan menyeberang, si penyamun menyarankan agar harta dan pakaian wanita tersebut diseberangkan terlebih supaya tidak basah. Sang wanita tersebut setuju serta menyerahkan harta dan pakaiannya untuk diseberangkan oleh sang penyamun.

Baca juga: Ritual Waisak Tiga Langkah Satu Namaskara di Candi Sojiwan

Setelah ditunggu-tunggu sang penyamun tidak datang kembali malah pergi dengan harta serta baju milik sang wanita tersebut. Ia merasa tertipu dan duduk termenung. Lantas muncul seekor serigala betina membawa daging di moncongnya. Karena melihat ikan yang amat banyak di sungai maka ia melepaskan daging dari mulutnya dan berharap mendaptkan banyak ikan.

Tetapi kesialan menimpa sang serigala betina tersebut. Ikan yang diharapkan tidak dapat tertangkap dan daging yang dilepaskannya pun hilang diambil oleh burung gagak. Baik sang wanita dan serigala betina mendapatkan pelajaran bahwa hidup harus disyukuri dengan apa adanya dan tidak mudah terlena oleh pujian.

5. Relief Pemburu dan Serigala

Relief ini menggambarkan sebuah kisah bagaimana ambisi yang berlebihan akan menyengsarakan. Di sebuah negeri bernama Kalyanakataka tinggallah seorang pemburu yang bernama Bhairawa. Suatu ketika ia pergi berburu di pegunungan Windhya dan mendapatkan seekor rusa.

Dipikullah hasil buruannya pulang. Sesampainya di tengah jalan bertemulah ia dengan babi hutan yang amat menakutkan. Segera ia menurunkan pikulannya dan mengambil anak panah beserta busur dan membidik babi hutan sampai terkena. Tetapi babi hutan itu belum mati. Kemudian terjadi perkelahian yang sengit antara pemburu dan babi hutan hingga kedua-duanya tewas dengan pemburu bersandar di sebuah pohon.

Selang beberapa saat datang serigala yang kelaparan ke tempat tersebut dan mendapatkan makanan yang berlimpah yaitu daging rusa, babi hutan, dan manusia. Tetapi ia tidak ingin tergesa-gesa dengan makanan tersebut. Ia memilih usus yang dipakai sebagai tali busur untuk dimakan.

Sial menimpa serigala tersebut. Ketika memakan tali busur tersebut maka meluncurlah panah yang telah dipasang oleh pemburu tepat mengenai rahang sang serigala dan tewas pula serigala tersebut.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara