• Thursday, 25 August 2022
  • Deny Hermawan
  • 0

Situs Candi Muaro Jambi merupakan sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Asia Tenggara, dengan luas 3.981 hektar, yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kawasan ini dapat ditempuh selama sekitar 30 menit lewat perjalanan darat dari Kota Jambi.

Pada tahun 1975 sampai sekarang Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala melakukan pemugaran pada beberapa candi di sana, seperti Candi Tinggi, Gumpung, Astano, Kembarbatu, Gedong I dan II, dan Kedaton.

Dari sekian banyak reruntuhan bangunan suci di Muara Jambi, memang yang cukup menarik perhatian adalah Candi Kedaton. Terlebih karena Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana meninjau Candi Kedaton pada Kamis, 7 April 2022.

Jokowi mengatakan, kawasan bersejarah Muaro Jambi memiliki jejak-jejak peradaban yang harus terus dilestarikan.

“Inilah sejarah yang perlu kita lestarikan agar jejak-jejak peradaban kita di bidang pendidikan utamanya juga diketahui,” ujarnya, dikutip dari siaran YouTube Sekretariat Presiden.

Menurut presiden, candi yang terbentuk dari tumpukan batu bata itu berada di kawasan yang merupakan pusat pendidikan terbesar di Asia pada abad ke-7. Oleh karenanya, Jokowi menyebut peradaban Indonesia pada saat itu sudah dikenal luas.

“Bukan hanya yang berkaitan dengan teologi tetapi di kawasan cagar budaya Muaro Jambi ini juga dulunya juga menjadi pusat pendidikan bagi kedokteran dan obat-obatan, kemudian filsafat, kemudian arsitektur dan seni, dan yang lain-lainnya,” jelasnya.

Candi Kedaton yang didatangi Jokowi terletak sekitar 1500 meter menuju arah barat dari Candi Gedong 2, pada sebuah dataran yang sekelilingnya masih merupakan semak belukar. Lokasinya secara administratif terletak di wilayah Desa Dusun Baru, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muaro Jambi.

Arkeolog Bambang Budi Utomo lewat salah satu tulisannya menyebut, Situs Candi Kedaton dibatasi tembok pagar keliling yang berukuran 200 x 230 meter membujur arah utara-selatan. Di sisi utara tembok pagar keliling terdapat reruntuhan gerbang pintu masuk halaman kelompok candi, yang disebutnya sebagai vihāra.

Sebagaimana halnya Candi Gumpung dan Candi Tinggi, halaman Candi Kedaton dibagi dalam beberapa ruang. Antara ruang yang satu dengan ruang yang lain dibatasi tembok bata. Tembok-tembok penyekat ini membagi halaman candi menjadi 9 ruang. Di dalam halaman yang terpisah-pisah ini terdapat sekurang-kurangnya 10 buah runtuhan bangunan, yaitu bangunan induk, bangunan maṇḍapa, gerbang, dan bangunan lain yang ukurannya lebih kecil. Bangunan induk dan bangunan maṇḍapa terletak di halaman tengah yang berukuran 92 x 123 meter agak ke selatan.

Bangunan induk yang berukuran 26,3 x 27 letaknya agak ke arah selatan, merupakan bangunan yang terbesar dari seluruh bangunan candi yang ada di Kompleks Muaro Jambi. Bangunan penampil terletak di sisi utara, sekaligus berfungsi sebagai tangga naik. Bagian yang masih tersisa adalah bagian kaki bangunan. Bagian kaki bangunan ini dibagi dalam beberapa ”ruang”.

Ruang yang terbesar berukuran 16,25 x 16,25 meter dengan tinggi 7,20 meter. Ruangan-ruangan ini diisi dengan batu kerakal. Adapun fungsi batu isian ini belum diketahui. Mungkin berkaitan dengan konstruksi bangunan agar tidak mudah runtuh. Sayangnya batu-batu kerikil ini setelah pekerjaan pemugaran selesai tidak dikembalikan ke tempatnya semula, sehingga memberi kesan bangunan utama Kedaton seperti mempunyai ruangan, padahal merupakan bangunan massif yang diisi dengan kerikil.

Penggalian arkeologis yang mengambil lokasi di sebelah timur Candi Kedaton menurut Bambang berhasil menemukan sebuah belanga yang dibuat dari bahan perunggu. Belanga ini berukuran cukup besar dengan garis tengah lebih dari 1 meter. Pada bagian tepiannya terdapat sepasang kupingan yang cukup besar guna mengaitkan pada kayu/logam yang melintang ketika dipakai memasak.

Jauh di sisi utara halaman, di tengah tembok pagar keliling sisi utara terdapat gapura pintu masuk halaman. Ambang pintu gapura ini tidak lurus dengan undak-undakan pada bangunan utama dan bangunan maṇḍapa, melainkan agak bergeser ke arah barat. Di sisi kiri dan kanan tangga naik gapura terdapat dua pasang makara, sepasang menghadap ke arah utara (luar), dan sepasang menghadap selatan (dalam). Bentuknya lebih indah dari bangunan utama, ditambah lagi dengan hiasan dua pasang makara yang menghadap keluar dan ke dalam.

Sepasang makara yang menghadap ke arah dalam pada bagian badannya terdapat tulisan. Pada bagian bawah belakang belalai makara sebelah barat terdapat dua baris tulisan yang ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa Kuno.

Bunyi dari tulisan tersebut adalah: //[1] pamursitanira mpu ku [2] suma// yang menurut Bambang dapat ditafsirkan sebagai “tempat mengheningkan ciptanya (meditasinya) Mpu Kusuma”.

“Boleh jadi, Vihara Kedaton dimaksudkan sebagai tempat meditasi dari Mpu Kusuma,” tulis Bambang.

“Tidak tahu siapa dia [Mpu Kusuma] karena datanya hanya itu. Tidak ada data pendukung yang lain,” imbuhnya.

Ia juga menyebut makara yang satunya terletak di sebelah timur dengan tulisan singkat terdapat di bagian belakang belalai. Tulisan yang ditulis dalam aksara Jawa Kuno tersebut berbunyi // so nga //.

Bentuk aksara yang terdapat pada kedua makara ini berlanggam kwadrat, salah satu bentuk aksara yang berkembang di Kadiri, Jawa Timur pada sekitar abad ke-11 Masehi. Cirinya sangat berbeda pada cara pemahatannya. Kalau pada prasasti lain dipahatkan masuk, tetapi pada aksara kwadrat dipahatkan menonjol/timbul.

Bambang menjelaskan pula di sisi sebelah timur Candi Kedaton pernah ditemukan sebuah belanga perunggu yang berdiameter sekitar 1 meter dan tingginya juga sekitar 1 meter. Belanga sebesar ini dipakai untuk memasak makanan yang dikonsumsi orang banyak.

“Di sebuah aśrama/vihāra biasanya ditemukan peralatan masak yang berukuran besar. Dalam lingkungan vihāra di negara yang sebagian besar masyarakatnya menganut ajaran Buddha, seperti di Bhutan, Tibet, Thailand dan Myanmar banyak ditemukan alat masak yang berukuran besar.

Juru masak di vihāra pada pagi hari sudah menyiapkan masakan yang dimasak dalam belanga besar. Sementara itu para siswa/samanera pergi mandi pada tempat mandi yang ada di dalam kompleks vihāra atau di sungai yang terdekat dari vihāra.

Selesai mandi sebelum belajar para bhikṣu dan siswa tersebut mengantri makanan yang dibagikan oleh para sangha. Setelah semuanya selesai barulah mereka belajar hingga tengah hari waktunya makan siang. Pujabhakti dilakukan sehari dua kali, pagi dan petang.

Mengenai pujabhakti di masing-masing tempat berbeda. Ada yang sehari dua kali, dan ada yang sehari sekali. Demikianlah kegiatan rutin sehari-hari di dalam lingkungan vihāra/aśrama,” papar Bambang.

Terjemahan Pamursitanira Mpu Kusuma

Laman Kebudayaan.kemendikbud.id juga menyebutkan terjemahan tulisan “Pamursitanira Mpu Kusuma” yang kurang lebih sama dengan penjelasan Bambang Budi Utomo. Namun ada terjemahan yang agak berbeda, dikemukakan Novie Hari Putranto, Pamong Budaya Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi. Ia menjelaskan, arti katanya adalah “Persembahan dari Mpu Kusuma” seperti diberitakan detikTravel, 31 Mei 2022.

Terjemahan lain diungkapkan epigraf Goenawan A. Sambodo. Menurutnya, kata pamursita + nira mpu kusuma berarti tempat sembahyang-nya Mpu Kusuma.

“Pamursita kalau tidak salah semacam tempat sembahyang dalam ruang khusus,” kata Goenawan kepada BuddhaZine belum lama ini.

Namun, ia meneruskan, kemungkinan besar pemenggalan suku kata yang benar adalah “pamurṣīta ni ira mpu kusuma”.

“Yang artinya saya tidak tahu, karena saya cari di kamus Jawa Kuna kata ‘murṣīta’ itu tidak ada, mungkin serapan Sanskerta yang artinya sama dengan di artikel [Kemendikbud] itu,” imbuhnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara