• Sunday, 17 November 2019
  • Ngasiran
  • 0

Semua agama memiliki esensi perdamaian dan harmoni yang sama yakni kebahagiaan semua makhluk. Meskipun begitu, ketegangan antarpemeluk agama masih sering terjadi, termasuk hubungan buddhis – muslim, dan itu perlu dipertimbangkan sebagai fakta sejarah.

Sebagai contoh; konflik yang terjadi di antara perbatasan Myanmar dan Bangladesh, masalah terjadi pada minoritas etnis Rohingya yang sebagian besar muslim, mereka mendapatkan tindakan tidak adil dari masyarakat tertentu atas nama umat Buddha. Sebaliknya di Indonesia, gesekan mayoritas muslim ke umat Buddha juga terjadi. Seperti pada tahun 2014 beberapa orang yang mengatasnamakan muslim menyerang sejumlah vihara Buddha di Sumatera.

Hubungan harmonis, relasi buddhis-muslim sebenarnya sudah terjalin dan mengakar di masyarakat perdesaan Indonesia. Berdasarkan laporan penelitian Centre of Asian Studies (Cenas), yang diterbitkan dalam buku berjudul; Berpeluh Berselaras Buddhis-Muslim Meniti Harmoni tahun 2010, menjunjukkan keselarasan hidup antarpemeluk agama Buddha dan Islam.

Dari tidak daerah yang menjadi sampel Cenas yaitu; Bayuwangi, Temanggung, dan Malang memperlihatkan fakta-fakta menarik tetang hubungan relasi Buddhis-Muslim yang bisa dijadikan bahan pelajaran berharga saat ini. Di Temanggung misalnya, kearifan lokal, warisan budaya dan memori kolektif masyarakat yang mampu menjadi pemersatu kedua komunitas berbeda keyakinan namun memiliki kesamaan akar.

Seperti juga yang disampaikan oleh Prof. Imtiyaz Yusuf, pakar relasi buddhis-muslim, sejarah kedekatan buddhis muslim di Asia Tenggara telah terjadi sejak berabad-abad lalu. Karena itu, Ia memberi arahan supaya dialog buddhis-muslim bisa kembali diadakan. “Perlunya kembali ada dialog bersama diantara Umat Buddha dan umat Islam, ini bisa dimulai dari common history pertemuan Buddhis dan Islam di Asia Tenggara yang khas. Pertemuan dan saling belajar dari umat muslim di abad-abad awal menjadi bukti dekatnya dan akrabnya hubungan kedua umat ini perlu dihidupkan kembali,” katannya.

Menurut Prof. Imtiyaz, relasi buddhis – muslim di Asia Tenggara berperan penting dalam mempromosikan perdamaian dan harmoni. “Demografi di Asia Tenggara memiliki jumlah umat Buddha dan Islam yang seimbang dan karenanya akan memainkan peran penting dalam mempromosikan perdamaian dan harmoni di wilayah ini. Dan upaya bersama dalam mengatasi ekstremisme dan radikalisme di kawasan ASEAN akan sangat mempengaruhi dunia,” tegasnya.

Prof. Imtiyaz Yusuf hadir sebagai pembicara utama dalam perhelatan International Buddhist Conference Indonesia (IBCI) 5 – 7 November 2019 di Hotel Royal Orchid Garden, Batu, Jawa Timur. Dengan mengangkat tema besar International Conference on Strengthening Buddhist-Muslim Relation in Southeast Asia, konferensi Buddhis Pertama di Indonesia itu menghadirkan 22 panelis yang terbagi atas 4 pokok bahasan terkait relasi buddhis-muslim di Asia Tenggara.

Menghasilan 8 rekomendasi

Konferensi ini cukup representatif menampilkan relasi Islam dan Buddha di Asia Tenggara dengan hadirnya sejumlah pembicara berlatar akademisi, tokoh agama, dan aktivis dari Indonesia, Myanmar, Thailand, dan Malaysia. Dari permasalahan yang terjadi di tingkat institusi pendidikan dan organisasi keagamaan, kemudian mempertajam makna kehadiran teknologi komunikasi di masyarakat yang telah terkoneksi secara digital, 4.0, lalu mencoba kembali menggali khasanah perjumpaan masa lampau untuk merefleksi pada situasi kekinian dan diakhiri peran nyata dari kaum perempuan yang sangat penting sebagai penjaga kebersamaman yang damai dan harmonis di masa yang akan datang.

Delapan rekomendasi itu adalah;

Pertama, perlu merencanakan sistem endowment atau komitmen dalam hal pendanaan untuk mendukung program-program yang dilakukan kaitannya dengan relasi buddhis – muslim agar menghasilkan program yang sustainable.

Kedua, membentuk sebuah institut buddhis – muslim yang fokus terhadap isu-isu relasi buddhis and muslim di Nusantara. Institut ini adalah wadah bagi para scholars, pegiat dan ahli yang menekuni dan tertarik pada isu-isu terkait hubungan kedua agama. (Rekomendasi ini khususnya ditujukan kepada STAB Kertarajasa sebagai bentuk tindak lanjut nyata mengikuti konferensi Internasional yang telah diselenggarakan).

Ketiga, untuk memberikan time and space yang bertujuan untuk memfasilitasi kedua komunitas untuk saling terbuka dan berdiskusi bahkan berdebat.

Empat, melakukan program saling kunjung secara berkala antar komunitas buddhis – muslim yang bertujuan untuk memperkenalkan kedua komunitas dan menciptakan ruang-ruang untuk diskusi dan inklusif.

Lima, memberikan upaya dan aksi mengkounter negative stereotyping dengan positive stereotyping. Masih berkaitan dengan ini, positive stereotyping bisa dilakukan melalui media populer. Yaitu dengan mengangkat atau memberitakan relasi kultural dan sosial kedua komunitas dalam media terkait.

Enam, media pemberitaan menyediakan rubrik khusus yang memberitakan ruang-ruang perjumpaan kedua komunitas di masyarakat terutama yang terjadi di tingkat akar.

Tujuh, kedua komunitas menguatkan relasi dan kerjasama melalui community engagement, social work, dan isu-isu lingkungan.

Delapan, rekomendasi terhadap pemerintah kaitannya dengan kurikulum pembelajaran agama: Pembelajaran lintas agama dan mata kuliah agama diampu oleh masing-masing guru/dosen yang ahli di bidangnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara