Sebuah pemandangan yang membikin kening berkerut kembali terjadi di kantor KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 12 September 2012.
Di tengah kerja keras untuk memerangi korupsi yang begitu kuat di Indonesia, bukannya melatih diri menjalankan Vinaya atau membina umat, sejumlah bhiksu dan bhiksuni dari Dewan Sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) justru meminta dibebaskannya tersangka korupsi Siti Hartati Murdaya.
Para anggota sangha yang berjumlah tujuh orang itu datang bertepatan dengan pemeriksaan terhadap Hartati. “Kami berdoa agar (Hartati) tidak ditahan,” kata salah satu bhiksu sambil berdiri di halaman kantor KPK.
Ternyata mereka tidak hanya membawa doa, namun juga membawa surat untuk Warih Sadono, Deputi Penindakan KPK. Isinya meminta agar mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu tidak ditahan. “Karena belum lama ini dia jatuh sakit kejang-kejang dan tidak sadarkan diri,” tulis para bhiksu itu pada dua lembar surat tersebut.
Surat dari para bhiksu itu lantas dimasukkan ke resepsionis KPK. Hanya dua bhiksu, wakil dari rombongan itu, yang dapat memasuki ruang persuratan. Selebihnya menunggu di halaman kantor KPK. “Kami berharap surat itu mendapat respon dari KPK,” ujar Bhiksu Tadisa Paramitha, koordinator Dewan Sangha Walubi, seusai memasukkan surat itu.
Rabu pagi ini, Hartati akhirnya memenuhi panggilan KPK setelah Jumat, 7 September 2012 tidak datang karena alasan sakit. Ia diperiksa sebagai tersangka. Istri pengusaha dan konglomerat Murdaya Poo itu datang naik mobil ambulans sambil menggunakan kursi roda. Dia didampingi kuasa hukumnya, Tumbur Simanjuntak dan Patra M. Zen.
Hartati ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 8 Agustus 2012 karena diduga menyuruh dua anak buahnya untuk menyuap Bupati Amran sebesar Rp 3 miliar. Tujuannya adalah untuk pengurusan penerbitan hak guna usaha perkebunan sawit PT Cipta Cakra Murdaya, juga milik Hartati, dan Hardaya Inti Plantations.
Kedua anak buahnya itu adalah General Manager PT Hardaya Inti Plantations, Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT Hardaya, Gondo Sudjono. Mereka yang ditangkap KPK sejak 26 Juni lalu itu kini telah menjalani sidang dalam kasus tersebut.
Seharusnya kita semua mendukung penuh KPK melakukan langkah hukum sesuai wewenangnya berdasarkan undang undang yang berlaku, begitu juga para anggota sangha itu. Apalagi mereka adalah anggota sangha yang seharusnya menjadi contoh bagi umat. Sebagai seorang samana, seharusnya mereka tidak boleh melibatkan diri dalam urusan duniawi. Jika memang Hartati terbukti bersalah ya harus dipenjara seperti tersangka korupsi lainnya tanpa pandang bulu.
Hartati saat ini ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait suap terhadap Bupati Buol Amran Batalipu yang dilakukan oleh pegawai PT Hardaya Inti Plantations dan PT Cipta Cakra Murdaya, perusahaan miliknya.
Seperti diketahui, Siti Hartati Murdaya selain sebagai pengusaha papan atas dan politikus, ia juga menjadi Ketua Umum Walubi sejak tahun 1992 hingga saat ini. Walubi bahkan sering dipelesetkan menjadi “Wanita Luar Biasa” yang merujuk pada sangat besarnya pengaruh Hartati di tubuh Walubi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kelangsungan Walubi semua tergantung pada sosok Hartati. Bisa dibilang, dialah satu-satunya penentu nasib Walubi.
Dengan terjeratnya Hartati dalam proses hukum, banyak yang menyangsikan eksistensi Walubi di masa mendatang. Karena akan sangat memalukan jika sebuah organisasi keagamaan tingkat nasional tapi dipimpin dari balik penjara. (tempo/detik)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara