• Monday, 6 October 2025
  • Surahman Ana
  • 0

Foto: Ana Surahman

Indika Foundation menyelenggarakan kunjungan lapangan ke berbagai tempat ibadah lintas agama, termasuk Candi Borobudur, pada Minggu (5/10). Kegiatan ini merupakan bagian dari program “Ruang Riung 2025” yang diikuti setidaknya oleh 31 peserta lintas iman, terdiri dari 26 Warga Negara Indonesia dan 5 Warga Negara Asing. Turut hadir perwakilan dari umat Buddha, termasuk dua Bhikkhuni, seorang bhikkhu manca negara, serta Hendrick Tanuwidjaja, penulis buku Soul of Borobudur, yang hadir sebagai pembicara utama.

Ruang Riung sendiri adalah sebuah inisiatif yang bertujuan menyoroti dan merayakan upaya pembangunan perdamaian di Asia Tenggara, dengan fokus pada inisiatif yang dipimpin perempuan serta dialog antaragama dan antarbudaya (IRD & ICD).

Meskipun mencatat tren positif, Asia Tenggara masih dihadapkan pada sejumlah tantangan berkelanjutan, seperti intoleransi beragama, terbatasnya representasi suara minoritas, struktur patriarki, dan keterpinggiran perempuan dari proses perdamaian formal. Indonesia dan Thailand, meski menghadapi tantangan tersebut, dinilai memiliki sejarah kerja sama antaragama dan antarbudaya yang mendalam.

Seminar dalam program ini dirancang untuk memperkuat praktik pembangunan perdamaian yang inklusif serta mendorong kolaborasi lintas negara dan antaragama yang lebih solid di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian aktivitas Ruang Riung yang lebih luas, mencakup pameran, lokakarya, diskusi, dan kunjungan lapangan. Secara keseluruhan, rangkaian ini menciptakan sebuah platform inklusif untuk dialog, ekspresi budaya, dan pembangunan perdamaian di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara.

Tujuan Kunjungan: Merefleksikan Akar Kerukunan dan Spiritualitas

Kunjungan lapangan ini menjadi bagian integral dari seri Ruang Riung. Rangkaian kunjungan dirancang untuk merefleksikan tradisi kerukunan antaragama serta keterkaitan budaya Asia Tenggara yang telah berlangsung lama.

Para peserta mengunjungi tiga situs bersejarah dan spiritual, yaitu Rumah Doa Bukit Rhema (dikenal sebagai “Gereja Ayam”), Pondok Pesantren Pabelan, dan Candi Borobudur. Melalui kunjungan ini, peserta diajak mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai toleransi, spiritualitas, dan keberagaman telah lama hidup berdampingan di Indonesia.

Candi Borobudur, sebagai salah satu monumen Buddha terbesar di dunia, dinilai mewujudkan akar spiritual bersama antara Indonesia dan Thailand. Warisan ini menyoroti ikatan sejarah dan budaya yang mendalam yang menghubungkan kedua negara, sekaligus menawarkan perspektif untuk merancang kolaborasi Muslim-Buddha masa kini.

Dengan mengambil inspirasi dari situs-situs tersebut, kegiatan ini bertujuan memperkaya perspektif peserta serta memperkuat kapasitas mereka dalam merancang dan mempromosikan inisiatif lintas agama yang inklusif dan berdampak di seluruh Asia Tenggara.

Borobudur: Monumen Hidup dan Simbol Perjalanan Spiritual

Dalam pemaparannya, Hendrick Tanuwidjaja menyampaikan bahwa Borobudur merupakan monumen hidup yang melambangkan perjalanan spiritual manusia untuk mencapai potensi tertingginya. Ia memaparkan keistimewaan candi agung tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukannya.

“Dalam penelitian saya, Borobudur itu sangat detail. Relief-relief di Borobudur itu dari kitab yang berbeda, tetapi dari semua reliefnya menggambarkan nilai-nilai dari masing-masing Buddha. Jadi dari bawah sampai atas, meskipun ceritanya berbeda, tetapi mempunyai kontinuitas, ada kemiripan,” ungkap Hendrick .

Lebih lanjut, Hendrick  menjelaskan bahwa di bagian atas candi terdapat sebuah lingkaran yang melambangkan alam semesta tanpa batas, di mana satu stupa melambangkan satu universe.

“Dengan kata lain, satu Buddha dalam stupa melambangkan satu Buddha dalam satu universe yang dalam Buddhisme disebut Buddha Ksetra (Tanah Buddha),” jelasnya.

Ia menambahkan, “Jadi ketika kita mencapai pencerahan, kita melihat seluruh alam semesta datang kepada kita, sampai akhirnya pada stupa di tengah yang melambangkan the absolut, yang dalam konteks Indonesia umumnya diterjemahkan sebagai ketuhanan. Konon ada yang bilang dalamnya itu kosong, tapi ini masih kontroversi. Kekosongan ini melambangkan emptiness yang dalam Jawa dikenal sebagai suwung,” lanjut Hendrick .

“Jadi, Borobudur bukan cuma bangunan, tetapi diri kita sendiri, karena stupa melambangkan tubuh manusia. Ini adalah simbol perjalanan spiritual kita semua. Jadi ketika masuk ke Borobudur, kita disuguhi atau diajak untuk merefleksikan kehidupan kita, dari relief bawah sampai atas. Dan itulah intisari Borobudur,” tutup Hendrick .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *