• Wednesday, 26 September 2018
  • Surahman Ana
  • 0

Bulan sudah terlihat bulat sempurna sore hari saat meditasi dimulai. Shinta Soemarso, seorang praktisi meditasi vipassana mengajak para peserta untuk naik ke lantai 2 rumah kediaman Elizabeth D. Inandiak untuk memulai sesi meditasi bertajuk, “Malam Purnama Centhini.”

Rumah Centhini, Kabupaten Sleman, Yogyakarta kembali mengadakan latihan meditasi bersama Senin (24/9). Kali ini merupakan pertemuan kedua setelah meditasi bersama Kang Zaim Senin (3/9). Acara ini diikuti oleh lebih dari 25 orang dari Yogyakarta, Semarang, Temanggung, Klaten, dan Wonosobo.

Dengan beratapkan langit dan beralas tikar para peserta mengambil posisi duduk melingkar. Tak berselang lama, suara Mbak Shinta terdengar mulai mengarahkan. “Silakan mengambil posisi duduk bersila dengan nyaman. Kali ini kita akan melakukan meditasi memancarkan cinta kasih pada segala kehidupan di alam semesta.”

Baca juga: Agama Buddha di dalam Serat Centhini

Mata mulai dipejamkan, bunyi bel mulai terdengar bertalu-talu sebanyak tiga kali sebagai tanda meditasi dimulai. “Rasakan tubuh Anda mulai dari kaki yang bersentuhan dengan lantai, badan Anda, kepala Anda dan kendorkan otot-otot yang tegang, buat senyaman mungkin,” Mbak Shinta mengarahkan.

“Sekarang, mulai memancarkan cinta kasih yang pertama kepada diri Anda, secara perlahan kepada orang terdekat Anda kemudian kepada semua makhluk di alam semesta.” Meditasi berlangsung selama 25 menit.

Malam purnama Centhini

Elizabeth D. Inandiak adalah seorang peneliti, penyair dan penulis yang menggubah Serat Centhini, sebuah karya Sastra Jawa yang ditulis pada abad 19. Dia menafsirkan ulang karya sastra yang dianggap sebagai ensiklopedia Nusantara ini ke dalam buku yang kemudian diberi judul Centhini; Kekasih yang Tersembunyi.

Pada malam purnama dengan selingan musik Astakosala Volk, buku ini dibaca dan didiskusikan bersama Sang Penulis. Inandiak mulai meneliti dan menafsir ulang serat Centhini mulai pada tahun 2.000. Pada saat itu, menurutnya Serat Centhini sudah hampir dilupakan orang Indonesia.

“Menurut saya, Centhini adalah buku yang amat dalam dan jujur. Karena itu, saya mengagumi ini dan ‘mengabdi’ untuk menerjemahkan Serat Centhini dan menafsirkan kembali dalam 400 halaman. Awalnya dalam bahasa Perancis sekarang sudah ada bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, dan Italia,” tutur Inandiak.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara