• Wednesday, 14 February 2018
  • Ngasiran
  • 0

Berbicara temuan situs candi di Temanggung dan sekitar seakan tidak ada habisnya. Meskipun sudah dikunjungi dan ditelusuri sebanyak dua kali yaitu; Ekspedisi Jalur Kuno 1 dengan jalur Gedong Songo – Liyangan dan Ekspedisi Jalur Kuno 2 berdasarkan Prasasti Rukam dan Kayumwungan masih belum menjangkau semua situs candi peninggalan sejarah leluhur.

Kini, Ekspedisi Jalur Kuno 3 kembali dihelat dengan menelusuri situs-situs candi dari Temanggung sampai Wonosobo, Argopuro – Garung. Acara yang digelar pada Sabtu – Minggu, (27-28/1) dan diikuti oleh sekitar 20 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.

Candra Viriyanto, salah satu penggagas kegiatan ini mengatakan ada hubungan yang menarik antara Temanggung dan Wonosobo berdasarkan temuan candi. “Kalau mau kita amati temuan-temuan situs candi dari Semarang, Sukorejo, Temanggung, Wonosobo memiliki kemiripan struktur bangunan. Jadi kita ingin melihat apakah ada hubungan antara Wonosobo – Temanggung pada masa lalu?”

Sementara Goenawan A. Sambodo seorang arkeolog pendamping ekspedisi ini mengatakan bahwa berdasarkan catatan arkeologi, Temanggung, Magelang, Wonosobo hingga Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara masuk dalam data arkeologi Kedu. “Dari Dieng-Temanggung-Magelang di dalam arkeologi masuk dalam tinggalan arkeologis kedu. Borobudur itu termasuk Kedu, Prambanan sudah tidak. Kemudian apakah ada hubungan? Kemungkinan besar ada,” terangnya.

Sabtu, (27/1) pagi peserta yang datang dari Jakarta, Yogyakarta, Wonosobo, dan Temanggung kembali berkumpul di Taman Kota Parakan. Perjalanan menggunakan mobil bak terbuka, sebanyak lima situs sekitar Ngadirejo dan Parakan berhasil kami kunjungi sebelum makan siang. Yaitu; Situs Kenteng, Situs Karanggedong, Makam Mangli, Watu Lapik dan Makam Mangunsari. Hampir semua situs yang dikunjungi dalam kondisi terserak tak terawat.

Candi Argopuro dan sejarah kelam

Setelah menikmati makan siang di Wahana Alam Jumprit (wapit) perjalanan dilanjutkan ke Situs Argopuro. Situs Argopuro berada di Desa Sigedong, Kecamatan Tretep, Temanggung Tepatnya di lereng Gunung Prau. Perjalanan dari Jumprit sekitar 2 jam untuk sampai di situs ini.

Nama Argopuro sendiri muncul dalam tulisanya Friederich pada 1896. Dari candi ini pernah ditemukan dua prasasti dan dua singa juga kala yang diambil dan dibawa ke Temanggung. “Cuman nama Argopuro dia mendapatkannya dari mana saya belum tau,” ujar Mbah Gun.

Baca juga: Peninggalan Leluhur di Candisari yang Terserak

Dua prasasti yang dibawa dari Argopuro adalah Prasasti Wanua Tengah 1 dan Prasasti Wanua Tengah 2. Posisi Prasasti Wanua Tengah 1 saat ini berada di museum naisonal sedangkan Wanua tengah 2 tergeletak dan dikurungi di pendopo kabupaten Temanggung.

“Isi dari prasasti tersebut saya lupa bulan dan tanggalnya. Tetapi tahun 785 Saka itu, Rakai Patapan Mpu Palar itu menetapkan sebuan wilayah di Wanua Tengah sebagai tanah sima. Rajanya waktu itu Rakai Kayuwangi. Sima itu semacam daerah swatantra, daerah otonomi, perdikan. Wanua Tengah 1 dan 2 isinya sama tetapi barisnya beda.”

Berbeda dengan Prasasti Wanua Tengah 1 yang sudah berada di Museum Nasional, kini Prasasti Wanua Tengah 2 nasibnya cukup tragis. “Sekitar empat tahun lalu, ketika pembuatan pagar halaman keliling kabupaten ditemukan prasasti itu. Dianggap prasasti baru padahal prasasti lama yang hilang.”

Pemerintah Kabupaten Temanggung seakan tak menaruh perhatian serius pada prasasti ini. “Bagian atasnya itu kan sangat rentan rusak dan tidak terbaca, maksud kami teman-teman komunitas ini dari posisi tergeletak kami tegakkan supaya tidak rusak. Tetapi bupati ini inginnya ada penelitian lagi lah, apalah…”

Baca juga: Candi Para Dewa di Situs Gumuk Candi

“Padahal dari 1986 sudah ditulis, kemudian ditulis lagi tahun 1913, ditulis ulang 1952, ditulis lagi tahun 1955, ditulis lagi tahun 1971, ditulis lagi tahun 1982 dan ditulis lagi 2003, lalu mau diteliti apa lagi?” pungkas Mbah Gun dengan nada tinggi.

Tak selesai sampai di situ, cerita nasib buruk Candi Argopuro berlanjut ketika sekitar tiga tahun lalu situs ini digali dan diambil dua arca Ganesha dan Dewi Durga. Tetapi sampai sekarang belum jelas siapa yang menggali dan keberadaan dua arca tersebut.

Bersambung…

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara