• Thursday, 27 February 2025
  • Surahman Ana
  • 0

Foto: Ana Surahman

Meditasi, sebuah praktik spiritual yang lebih dikenal dalam tradisi Agama Buddha, kini semakin populer di kalangan masyarakat umum. Tidak hanya dipraktikkan oleh umat Buddha, meditasi juga menarik minat banyak orang dari berbagai latar belakang kepercayaan. Hal ini terlihat jelas dalam gelaran Borobudur Meditation Forum (BMF) 2025 bertajuk “Awareness, Noble Silent, and Deep Relaxation”, yang diselenggarakan oleh Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) selama lima hari, mulai Kamis hingga Senin (20-24 Februari 2025), di Kampoeng Semar dan Candi Borobudur, Magelang.

Acara tahunan ini telah menjadi agenda rutin BWCF, dengan lokasi yang berbeda-beda setiap tahunnya, namun tetap berpusat di Candi Borobudur. Tahun ini, sebanyak 21 peserta dari berbagai daerah di Indonesia turut serta, dipandu oleh enam pembimbing dan praktisi meditasi ternama, seperti Bhante Ditthisampano dari STIAB Smaratungga, Boyolali; Bhiksu Lobsang Gyatso dari Sangha Vajrayana Indonesia; Bhante Nyadabadhra dari Plum Village, Thailand; Johnson Khuo dari Ayurjnana Wellness & Lamrimnesia Foundation; Robin Liu, M.Sci dari Soundbath, Singapura; dan Laura Romano, praktisi Meditasi Sumarah asal Solo. Acara dipandu oleh Debra Yatim dan Seno Joko Suyono, pendiri BWCF.

“Semoga dengan mengikuti kegiatan ini, kita semua mendapatkan pengetahuan serta pengalaman spiritual dari para pembimbing meditasi. Kita juga bisa belajar beragam metode meditasi dari para ahli,” ujar Seno Joko Suyono dalam sambutannya.

Meditasi Pagi di Keagungan Borobudur

Rangkaian acara BMF 2025 dimulai dengan praktik meditasi pagi di Candi Borobudur setiap pukul 05.00 WIB. Suasana tenang, udara dingin, dan kabut pagi menciptakan atmosfer spiritual yang mendalam. Hari pertama di pimpin oleh Bhante Nyanabadhra yang mengajarkan meditasi Mindfuness dari Plum Village, pagi kedua dipimpin oleh Bhante Ditthisampano dengan meditasi duduk, berdiri, serta berjalan, sementara pagi ketiga dipimpin oleh Bhiksu Lobsang Gyatso dengan meditasi tradisi Vajrayana.

“Mindfulness atau kesadaran ini nampaknya sudah mulai populer di kalangan masayarakat umum, bahkan di Amerika dan Eropa sudah terkenal, sampai di sekolah-sekolah juga sudah banyak yang mengenal istilah ini. Ini diajarkan oleh Guru Besar saya Master Thich Nhat Hanh dari Vietnam, dimulai dari kita belajar memperhatikan setiap tarikan dan hembusan nafas kita dengan penuh kesadaran dan juga body scan,” terang Bhante Nyanabadhra.

Usai meditasi di taman kenari kurang lebih satu setengah jam, para peserta mulai naik struktur Candi Agung pada pukul 07.00 WIB. Sebelum tiba di puncak, terlebih dahulu mereka melakukan pradaksina mengitari candi di beberapa tingkatan hingga sampai pada stupa induk. Sambil mengelilingi stupa induk, mereka melakukan puja sembari mendengarkan alunan paritta atau mantra dari Bhikkhu Sangha. Masih di area puncak, mereka kemudian melanjutkan meditasi kembali selama kurang lebih 15 menit sebelum turun pada sekitar pukul 08.00 WIB untuk kembali ke Kampoeng Semar.

Workshop Meditasi: Menyelami Beragam Metode

Setelah meditasi pagi, peserta mengikuti serangkaian workshop yang memperkenalkan berbagai metode meditasi. Dalam workshop ini pun para peserta tidak hanya mendapatkan pengetahuan, mereka juga langsung diajak praktik di sela-sela acara sehingga memberikan pengalaman langsung dari teori yang mereka terima. Hari pertama, diisi oleh Johnson Khuo, dengan materi Resiliensi Mental Melalui Meditasi “Terima Kasih” Warisan Sriwijaya.

“Ini ajaran dari Swarna Dvipa mengenai compassion, dan dalam konteks terima kasih, kita menengarai bahwa sejarah kata ini berasal dari sebuah ajaran dari guru Swarna Dvipa. Ajaran ini terkait dengan ajaran welas asih. Secara singkat, terima adalah menerima penderitaan orang lain, kita ambil. Sementara kasih, itu kita memberikan kebahagiaan kita ke orang lain,” jelas Johnson.

“Itu konteks dasar adanya meditasi terima kasih,” imbuhnya.

Workhsop hari kedua para peserta mendapatkan wawasn baru tentang Soundbath and Meditation – Focus and Grounding yang dibawakan oleh Robin Liu, M.Sci asal Singapura. Selain itu mereka juga mendapatkan pengalaman melalui praktek meditasi Soundbath and Yoga Nindra – Enhancing Relaxation.

“Meditasi Soundbath menggunakan suara dari bowl sebagai titik fokus. Efek fisik dari Soundbath ini adalah pengurangan stress, relaksasi otot, dan perubahan fisiologi. Selain itu juga mempunyai efek mental dan emosi seperti peningkatan fokus, pelepasan emosional, dan entrainment otak,” jelas Robin.

Di hari terakhir, Laura Romano membawakan workshop “Sumarah, Spiritual Wisdom of Java”. Meditasi Sumarah, yang berasal dari tradisi Jawa, menekankan pada penyerahan diri dan keheningan batin. Sumarah yang berarti menyerah merupakan filsafat hidup dan aliran meditasi asal Jawa. Aliran kebatinan ini didirikan di Jawa Tengah pada 1935 oleh Raden Ngabei Soekinohartono. Meditasi ini kadang juga disebut sujud Sumarah karena memasrahkan diri pada Tuhan.

Pengalaman Spiritual yang Mengesankan

Bagi para peserta, BMF 2025 bukan sekadar ajang belajar meditasi, tetapi dengan wawasan baru dan praktik beragam metode, memperkaya kisah perjalanan spiritual mereka. Hal ini pula yang dirasakan oleh Arahang Gata, peserta salah Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Syailendra, Semarang, yang mengaku sangat senang bisa megikuti BMF.

“Saya mendapatkan banyak wawasan baru, baik dari para ahli meditasi maupun dari peserta lain. Rangkaian acaranya sangat seru, dan saya berharap acara ini terus berkembang,” ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Cecilia Candra dari Jakarta yang sudah sering mengikuti kegiatan-kegiatan BWCF. Ia menilai kegiatan BWCF selalu menawarkan pengalaman serta tantangan berbeda dalam setia tahunnya, terlebih dengan kehadiran para narasumber yang berkompeten.

“Kegiatan BWCF ini menarik, karena setiap tahun berbeda-beda, dan pemapar yang dihadirkan juga bagus-bagus sekali. Ini baik sekali, karena kita menjadi bertambah wawasan serta pengalaman. Saya bahkan ajak beberapa teman untuk ikut,” ujarnya.

Borobudur Meditation Forum 2025 tidak hanya menjadi wadah untuk belajar meditasi, tetapi juga sarana untuk meresapi keagungan Candi Borobudur sebagai warisan budaya dan spiritual Nusantara. Melalui kegiatan ini, BWCF berharap dapat terus berkontribusi dalam melestarikan nilai-nilai spiritual sekaligus memperkaya pengetahuan masyarakat tentang meditasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *