Setelah berproses selama empat tahun, akhirnya Vihara Ekasasana Surya, Dusun Pencar, Desa Tempuran, Kecamatan Kaloran, Temanggung telah selesai. Vihara yang terletak di tanah paling atas dusun Pencar ini dapat tebangun berkat kerja sama seluruh masyarkat dan umat Buddha seluruh Indonesia.
Rabu (13/9), dengan dukungan masyarakat lintas agama pula vihara ini diresmikan. Acara peresmian ini dihadiri oleh lima Bhikkhu Sangha di antaranya, Bhikkhu Subhapanyo, Ketua Sangha Theravada Indonesia, Bhikkhu Cattamano, Bhikkhu Dhammakaro, Bhikkhu Santacitto. Camat Kaloran beserta perangkat desa dan umat Buddha dari seluruh pelosok di Temanggung turut menyaksikan acara bersejarah ini.
Acara sendiri dimulai dengan prosesi puja dari Vihara Surya Putra, Ngadisari yang berjarak sekitar 2 kilometer dari tempat acara. Dengan membawa bendera merah putih dan panji-panji Buddhis dalam barisan terdepan, diikuti oleh Buddharupang dan hasil tani, Bhikkhu Sangha dan umat berbaris memanjang dengan membawa dupa dan kain kuning sebagai peneduh dari terik matahari.
Bhikkhu Subbhapanyo, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur yang mendalam atas terselesainya vihara yang agung dan indah. Bukan hanya itu, apresiasi yang besar juga dia sampaikan kepada jajaran pemerintahan desa Tempuran atas dukungannya kepada umat Buddha.
“Bisa diwujudkan bangunan yang agung, ageng dan indah ini terwujud karena kerja sama dengan semua orang. Bahkan bapak lurah sendiri saya dengar yang mendorong panitia pembangunan dan mengurus perizinannya, terima kasih pak Lurah. Tentu bangunan vihara ini tidak akan jadi tanpa gotong royong umat Buddha dan masyarakat lintas agama. Gotong royong itu sendirilah yang menjadi kekuatan kita masyarakat desa terutama masyarakat Temanggung ini,” ujar bhante.
“Saya sempat jalan-jalan menengok vihara bersama bhante Dhammakaro di Temanggung ini. Yang membuat saya senang adalah banyak bangunan vihara yang berdekatan dengan masjid, itulah indahnya keberagaman masyarakat Temanggung ini,” tambah bhante.
Menurut bhante, umat Buddha di desa, seperti di Temanggung harus tetap menjaga identitas budayanya, “Umat Buddha di Temanggung tidak sama dengan di Thailand, tidak sama dengan di China, Myanmar dan negara-negara lain.
“Lalu bagaimana seharusnya umat Buddha di Pedesaan, seperti di Temanggung, seperti tadi ada prosesi puja, itu tidak ada di Thailand, umat Buddha di Temanggung, karena orang Jawa yang dalam melakukan sembahyang bisa menggunakan bahasa Jawa. Umat Buddha Temanggung juga harus tau itu Badra Santi, saya sendiri belum pernah dengar dan ingin mendengar orang yang nembang Badra Santi.”
Senada dengan bhante Subhapanyo, Muhammad Nizar Ardhani, Camat Kaloran juga mengapresiasi sikap tolerasi dan gotong royong masyarakat Temanggung selama ini.
“Kami ucapkan selamat atas dilaksanakanya acara peresmian purna pugar vihara di dusun Pencar ini. Semoga vihara yang telah dibangun dengan susah payah ini dapat bermanfaat dan menambah keyakinan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Perlu saya sampaikan bahwa masyarakat Kaloran merupakan masyarakat yang beragam dan majemuk.
“Di dusun pencar ini pun demikian. Tetapi saya yakin dengan keberadaan vihara di dusun pencar ini tidak akan membuat jarak antaragama tetapi malah menambah kerukunan. Kami mendapat laporan dari panitia bahwa acara ini pun mendapat bantuan dari agama lain, jadi saya merasa bangga atas toleransi seperti ini,” imbuhnya. Acara ini diakhiri dengan penanaman pohon bodhi dan puja bakti.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara