• Tuesday, 18 April 2023
  • Surahman Ana
  • 0

Mengenang kembali jasa-jasa Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, Keluarga Buddhayana Indonesia (KBI) menyelenggarakan Peringatan 21 Tahun Mendiang Y.A. Maha Biksu Ashin Jinarakkhita pada Selasa (18/4).

Peringatan mengusung tema Menjaga dan Merawat Warisan Pemikiran Sang Pelopor. Acara dilaksanakan di Vihara Sakyawanaram, Lembah Cipendawa, Pacet, Jawa Barat dan disiarkan secara live streaming melalui channel YouTube Buddhayana TV. 

Davit Kurniawan, salah satu panitia menyampaikan bahwa acara dihadiri oleh ratusan umat dan puluhan anggota Sangha. “Ratusan umat hadir langsung, dihadiri oleh puluhan anggota Sangha,” katanya. 

Acara ini juga dirangkai bersama dengan kegiatan Dhammatalk bertema “Perkembangan Agama Buddha di Indonesia dari Waktu ke Waktu”.

Ada tujuh pembicara yang dihadirkan dalam Dhammatalk ini, di antaranya; Y.M. Nyana Suryanadi Mahathera, Y.M. Dharmavimala Mahathera, Y.M. Nyanamaitri Mahasthavira, Y.M. Khemacaro Mahathera, Y.M. Sasanabodhi Mahathera, Y.M. Nyanasila Thera, dan Y.M. Nyanapundarika Mahatheri. 

Ketua Vihara Sakyawanaram Bhikkhu Sasana Bodhi menyampaikan terima kasihnya atas kehadiran para umat dalam acara ini.

“Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada segenap anggota Sangha dan para umat yang sudah berkenan hadir di vihara ini dalam rangka peringatan 21 tahun Mendiang Y.M. Ashin Jinarakkhita. Saya juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelenggaraan acara ini. Dan mohon maaf atas segala kekurangan kami dalam mempersiapkan acara” katanya.

Rangkaian acara diisi dengan pendarasan paritta suci dan mantra dalam tiga tradisi yaitu Theravada, Mahayana, dan Vajrayana. Seusai sesi istirahat, acara dilanjutkan Dhammatalk yang berlangsung selama kurang lebih dua jam. 

Maha Nayaka Sangha Agung Indonesia, Bhante Nyanasuryanadi salah satu pembicara Dhammatalk menyampaikan tentang nilai-nilai Buddhayana. Setidaknya ada lima poin utama yang dimaknai dalam nilai-nilai Buddhayana.

“Nilai-nilai Buddhayana ini meliputi cara pandang melihat agama Buddha sebagaimana mestinya. Dimana keragaman tradisi dalam agama Buddha merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Dharma.

“Kedua, cara pandang inklusif yang menekankan bagaimana melihat dan menerima kebenaran ajaran Dharma dalam berbagai tradisi, ini kita maknai sebagai proses/bagian dari ajaran atau kebenaran yang kita hayati.

“Ketiga, nilai Buddhayana mengusung bagaimana menghayati nilai-nilai pluralis, nilai-nilai moderasi beragama,  yaitu bagaimana kita bisa toleransi menerima keragaman, kita tidak bisa menyamakan dan membanding-bandingkan satu sama lain,” jelasnya. 

Bhante melanjutkan, nilai keempat Buddhayana yaitu mengusung nilai-nilai universalisme. Umat Buddhayana sadar penuh bahwa apa yang kita hayati dan dihayati orang lain juga merupakan nilai-nilai kebenaran, sekalipun berbeda agama dan tradisi.

Sementara yang terakhir adalah mengusung nilai-nilai kebenaran terkait dengan Ketuhanan Yang Maha Esa,  dimana hal ini  merupakan pondasi atau dasar di Negara Indonesia. Menurut bhante, dalam berbagai sebutan Ketuhanan Yang Maha Esa secara akademik ini sudah selesai. 

Sementara satu pembicara lain, Bhante Dharmavimala Mahathera, Anggota Dewan Upajjhaya dan Acariya Sangha Agung Indonesia (SAGIN) membedah warisan Sang Pelopor (Y.M Ashin Jinarakkhita). Salah satu poin materi Bhante Dharmavimala adalah bahwa Bhikkhu Ashin berjasa dalam membawa pemikiran umat Budha Indonesia untuk lebih fokus kepada inti ajaran Dharma.

“Agama Buddha Indonesia hendaknya urusannya  essential dan kontekstual (inti dan membumi). Inklusif dan non-sektarian, seharusnya tidak  terjebak formalisme agama,” paparnya.

Poin penting lain yang bhante sampaikan adalah Bhikkhu Ashin berjasa dalam mengembalikan peran umat awam. Mengutip bagian isi buku Shravasti Dhammika, Jejak Langkah di Hamparan Debu-Kehidupan Buddha dari Sumber-sumber Paling Kuno, Penerbit Karaniya, Juni 2022, bhante pun menjelaskan bagaimana seharusnya peran umat awam. 

“Pada abad-abad selanjutnya suatu pembagian tajam muncul di antara kedua komunitas, ketika para bhikkhu dilihat sebagai satu-satunya pelestari, pengajar, dan pengulas Dhamma, dan umat awam perannya diturunkan menjadi penyedia kebutuhan materi para bhikkhu, keadaan yang telah bertahan meluas hingga saat ini.

Pembagian yang merusak seperti itu tidak sesuai dengan visi Buddha dan tidak terjadi selama generasi pertama agama Buddha,”  

“Begitulah petikan isi buku tersebut. Jadi memang mestinya para umat perumah tangga juga bisa berlatih bukan hanya menjadi penyedia kebutuhan materi para bhikkhu,” tegas bhante.

Ketua Umum SAGIN, Bhante Khemacaro menjadi pembicara terakhir menyampaikan pesan bagaimana Buddhayana ke depan.“Saat ini, kita, Buddhayana sudah mewarisi pemikiran-pemikiran dari Y.M. Ashin Jinarakkhita. Tinggal bagaimana ke depan Buddhayana ini menjadi pewaris yang benar –benar bisa menjaga tidak hanya sebatas nilainya saja. Tetapi juga dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata dalam pergaulan, secara khusus dalam keagamaan Buddha,” jelas bhante. 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *