Terjadi sedikit kehebohan di Emporium Pluit Mall, Jakarta ketika ratusan anak membagi-bagikan 2557 suvenir berupa air minum kemasan botol bertuliskan Selamat Waisak dan liontin kepada para pengunjung mal.
Tingkah anak-anak yang menggemaskan makin menarik perhatian banyak mata karena sebagian dari mereka masih lengkap mengenakan pakaian pentas, ada yang berbaju adat daerah, berkostum binatang, kostum tari, hingga kostum seorang bhikkhu.
Para pengunjung mal yang tiba-tiba dihampiri serombongan anak tersebut pun sedikit kaget, terlebih ketika diberi suvenir. Mereka menerimanya dengan penuh senyum melihat kepolosan anak-anak. Anak-anak pun sesekali berebut untuk beroleh kesempatan memberikan suvenir. Wajah mereka berbinar dan tertawa riang ketika suvenir di tangannya berhasil berpindah tangan ke pengunjung mal yang mereka temui.
Aksi bagi-bagi suvenir tersebut adalah salah satu bentuk taburan kebajikan dalam acara “The Kindness Garden”, sebuah rangkaian acara Waisak yang diperuntukkan bagi anak-anak. Kevin Wu, yang didampingi Veve sebagai MC, berpesan kepada anak-anak untuk membagi suvenir tersebut dengan penuh senyum ramah kepada semua pengunjung mal. Kevin menjelaskan, membagi suvenir dan tersenyum ramah adalah salah satu bentuk berbuat baik. “Berbuat baik ternyata mudah kan?” simpul Kevin.
Selama dua hari itu, Sabtu dan Minggu, tanggal 18-19 Mei 2013, Emporium Pluit Mall seolah disulap menjadi sebuah vihara. Lagu dan chanting Buddhis bergantian berdendang. Sejak tengah hari hingga sore menjelang, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa berkerumun di atrium Emporium Pluit menyaksikan keceriaan sekitar 2000 anak menyambut Waisak.
“The Kindness Garden adalah taman yang penuh dengan kebajikan,” jelas Rosjanto, ketua panitia. Taburan kebajikan tersebut disimbolkan dengan teratai yang menjadi ornamen utama acara kali ini, diantaranya panggung berbentuk kelopak teratai, kartu Waisak, hingga booth foto.
Anak-anak memainkan caranya sendiri untuk mengenang Buddha dan menyambut Tri Suci Waisak dengan penuh sukacita khas anak-anak. Pada hari Sabtu, acara lebih banyak berupa perlombaan, yaitu melukis, mewarnai, dan cosplay bertema “Enjoy the Kindness Garden With Prince Siddhartha”. Sedangkan pada hari Minggu, acara lebih banyak berupa aksi panggung anak-anak, yaitu bernyanyi, menari, membaca puisi, hingga memainkan operet. Selain itu juga diadakan teleconference dengan umat Buddha di Batam dan Sydney (Australia) yang juga sedang menyambut Tri Suci Waisak 2557 Buddhist Era (B.E.).
“Tahun ini kita baru pertama kali mengadakan The Kindness Parade. Membawa sekitar 2000 anak-anak keliling mal itu berat sekali,” jelas Imeldha Putrianti, koordinator acara. Panitia harus benar-benar menjaga agar tak ada satupun anak yang terpisah dari rombongan di tengah-tengah keramaian mal yang mencapai puncaknya karena hari Minggu.
Puncak acara adalah operet “The Kindness Garden” yang dimainkan oleh anak-anak Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Sunter berkolaborasi dengan beberapa vihara dan sekolah Buddhis. “The Kindness Garden menceritakan tentang lima ekor burung yang sedang berkeliling dunia untuk merayakan Waisak, dan di setiap tempat itu mereka mempelajari satu pesan kebajikan,” terang Imeldha, yang juga seorang guru agama Buddha. Negara-negara yang mereka kunjungi adalah Thailand, Jepang, Korea, India, dan China.
“Kita ingin sampaikan kepada anak-anak bahwa Waisak itu menarik, dan bukan hanya ada di Indonesia. Waisak di mana-mana ada, dan semuanya meriah,” jelas Imeldha.
Setelah kelima ekor burung tersebut berkeliling dunia, mereka akhirnya memutuskan untuk merayakan Waisak di negeri tercinta, Indonesia. Ada satu hal yang menarik. Ketika mengunjungi setiap negara tersebut, ditampilkan atraksi budaya dari tiap negara yang dikunjungi berupa nyanyian atau tarian. Tiap negara tampil dengan kostum khas masing-masing negara. Namun ketika kelima burung itu kembali ke Indonesia, yang tampil di panggung adalah sejumlah anak dengan berbagai pakaian adat Indonesia, serta dengan musik yang bernuansa beberapa etnik. Jelas sekali terlihat, Indonesia adalah negara yang memiliki budaya paling kaya! Sudah seharusnya kita bangga karenanya.
Momen paling mengesankan dari The Kindness Garden ada di ujung acara. Ketika para pengisi acara, panitia, anak-anak yang menonton, dan orangtua merapat ke panggung, sebanyak 2557 balon warna kuning bergambar senyum ditumpahkan dari langit-langit di atas tempat acara. Tepuk tangan meriah dan teriakan histeris sontak menyambut muntahan balon. Tak pelak, orang-orang segera berebut mendapatkan balon sambil tertawa riang.
Airin, siswa kelas 5 Sekolah Dharma Suci, kemudian menjadi sibuk mengikat beberapa balon yang didapatnya. Ia selalu hadir dalam tiga kali perayaan Waisak anak di mal seperti ini. Pada acara kali ini, yang paling ia suka adalah operet, “Karena tarinya bagus, lagunya juga bagus.”
Tidak hanya anak-anak yang sibuk dengan balon, orangtua anak pun ikut sibuk karenanya. Salah satunya adalah Agus Riyanto, orangtua dari Priscilla Anggraini dan Edward Dharmasaputra. “Inilah kebangkitan anak Buddhis Indonesia!” seru Agus. “Kita harus berusaha untuk tidak monoton, kita harus memodernisasi sehingga anak Buddhis bisa berkembang dengan pesat.”
Erlin, orangtua anak yang lain juga memberikan pujian serupa untuk acara ini. “Acaranya bagus banget!” cetus Erlin, “Anak Buddhis selama ini tidak punya acara kayak gini, mereka pasti menjadi bangga sebagai seorang Buddhis. Saya lihat mereka juga sangat excited sehingga akan menunggu tahun depan akan ada acara apa lagi.”
Ini adalah tahun ketiga panitia gabungan Anak Buddhis Indonesia yang dipelopori oleh Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya merayakan Tri Suci Waisak di mal. Yang pertama tahun 2011 di Mal Artha Gading, Jakarta Utara dengan tema “Prince’s Land” dan yang kedua tahun 2012 di Mal Central Park, Jakarta Barat dengan tema “Vesakh in the Park”. Tercatat 36 vihara, 10 cetiya, dan 4 sekolah Buddhis di Jabodetabek dan sejumlah kota di Indonesia bergabung dalam acara kali ini.
Kenapa menjadikan mal sebagai tempat untuk merayakan Waisak? “Kita memang punya roadmap jangka panjang untuk mengemas Waisak agar Buddhis bisa dikenal oleh publik,” jelas Rosjanto.
“Mal adalah tempat singgah yang menarik bagi anak-anak. Mungkin ada yang bertanya kok merayakan Waisak di mal? Mal dipilih karena banyak orang berkumpul di sana, tapi esensi agama Buddha yang disampaikan tetap sama,” tambah Rosjanto.
“Buddha Dhamma itu tidak kuno yang hanya datang sembahyang, selesai, melainkan sesuatu yang menyenangkan dan sederhana sekali,” timpal Imeldha Putrianti. Ia mencontohkan, “Yang paling sederhana bisa dilakukan adalah berbuat baik. Berbuat baik dengan cara paling simpel pun bisa dilakukan.”
“Dengan menginspirasi anak-anak berbuat baik, melaksanakan sila, maka pada proses berikutnya perlahan-perlahan mereka akan mengenal Dhamma jauh lebih dalam,” harap Imeldha.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara