Umat Buddha di Jepang mengikuti acara tahunan festival Hiwatari Matsuri pada Minggu 14 Maret 2021 yang lalu di dekat Gunung Takao, sekitar 50 kilometer barat dari Tokyo. Selama acara partisipan berjalan di atas bara panas dengan telanjang kaki sambil berdoa untuk kesehatan dan keselamatan untuk mereka, keluarganya, dan dunia.
“Berjalan di atas bara panas membersihkan jiwa mu dan membuat doamu terkirim kepada Buddha,” ujar Koshou Kamimura, seorang biksu dari Biara Takao-san Yakuouin, dikutip dari Reuters.
Festival ini biasanya diadakan pada hari Minggu, Minggu ke dua bulan Maret, biasanya menarik tiga ribu sampai empat ribu pengunjung, namun tahun ini dibatasi untuk seribu saja demi menjaga protokol kesehatan. Walau beberapa monastik memimpin upacara dengan tidak mengenakan masker, umat umum dan pengamat mengenakan masker dan menjaga jarak. Acara tahun kemarin dilaksanakan secara tertutup karena pandemi.
“Menurut sejarah, Gunung Takao adalah tempat yang penting untuk berdoa dan menghindarkan dari bencana, maka saya merasa kami harus melaksanakan festival ini dengan melaksanakan protokol kesehatan,” imbuh Kamimura.
Sebelum berjalan di atas bara api, para biksu melakukan pendarasan, diikuti dengan ritual dan penampilan yang bertujuan untuk menangkal roh jahat. Kemudian, nama donatur untuk acara akan disebutkan.
Untuk mempersiapkan bara api untuk di jalani, biksu menyiapkan kayu untuk di bakar yang terdiri dari kayu dan daun Japanese Cypress yang menciptakan api unggun. Mereka kemudian menyiramkan air ke api unggun dan menggelar bara api yang ditata seperti jalan setapak untuk berjalan di atasnya ketika pendarasan.
Para donatur dipersilahkan untuk berjalan di atas bara api. Beberapa biksu menggendong anak kecil melalui asap sehingga mereka juga bisa mengikuti acara tanpa harus melukai kaki mereka.
Jepang sedang berada di tengah gelombang ketiga dari pandemi virus Corona, dan Tokyo dalam kondisi gawat darurat untuk menghentikan penyebaran virus. Mereka sedang merencanakan untuk mengadakan Olimpiade, yang sudah diundur dari tahun kemarin karena pandemi. Rakyat Jepang memiliki pandangan yang tidak serasi akan menggelar acara sebesar itu dalam waktu dekat.
“Virus Corona sudah menyebar ke seluruh dunia, jadi saya berdoa supaya tidak menyebar lebih jauh lagi, ” ujar Eriko Nakamura, 46. “Acara berjalan di atas bara api ini dilaksanakan di ruang terbuka dan pengunjung dibatasi. Namun untuk Olimpiade, acara itu akan dilangsungkan di dalam ruangan, jadi saya harap mereka bisa membatasi penontonnya menjadi setengah dari yang seharusnya.”
Jepang sedang mempertimbangkan untuk membatasi jumlah pendamping delegasi asing pada perlombaan musim panas nanti, dan tamu akan diminta untuk melakukan tes COVID-19 sebelum keberangkatan dan setibanya di Jepang. Rencananya pesta olahraga Olimpiade ini akan dilangsungkan pada tanggal 23 Juli hingga 8 Agustus ini.
Pandemi global sudah mencapai 120,2 juta kasus dan mengakibatkan 2,66 kematian, menurut John Hopkins Resource Center. Jepang seperti negara lainnya di Asia Timur, sudah menghadapinya dengan cukup baik dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara di Eropa, yang mencatat 448,000 kasus terkonfirmasi, dan 8,625 kematian.
Ada halnya gelombang ketiga ini, yang memuncak pada pertengahan Januari, adalah yang terbesar yang dialami negara ini, dengan kasus baru perhari mencapai 5,000. Dalam beberapa minggu belakangan mencatat kasus baru sebesar 1,000 per hari.
Terjemahan dari: Justin Whitaker/Buddhistdoor Global
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara