• Sunday, 16 August 2020
  • Ngasiran
  • 0

Umat Buddha Indonesia kehilangan seorang cendekia penuh dedikasi, Prof. Chen Chau Ming meninggal dunia hari ini, Minggu 16 Agustus 2020 di usia 68 tahun. Prof. Chen Chau Ming meninggal pada pukul 14.10 WIB di Vihara Ho Tek Bio, Tanjung Pasir, Tangerang saat mengikuti bakti sosial Cetiya Takkasila, Jakarta.

Berdasarkan keterangan Romo Mulyadi Omar dalam sebuah video yang beredar melalui WA, Prof. Chen Chau Ming meninggal tak lama setelah membuat video. “Saya adalah orang terakhir bersama beliau, saat itu saya sedang membuat satu video. Setelah kurang lebih 4 menit pembuatan video itu selesai tiba-tiba beliau terjatuh,” kata Romo Mulyadi dari Rumah Sakit Mitra Husada.

Setelah meninggal jenazah Prof. Chen Chau Ming dibawa ke Rumah Sakit Mitra Husada, Kampung Melayu Barat, Teluk Naga, Tangerang. Menurut informasi dari keluarga, jenazah Prof. Chen Chau Ming akan disemayamkan di Rumah Duka Jabar Agung, Jelambar, Jakarta Barat.

Chen Chau Ming lahir di Jakarta, 3 Oktober 1952. Beliau lulus S1 Fakultas Sastra Inggris, dan Sastra Jepang UKI, Jakarta. Ia dikenal sebagai sosok cerdas dan terpelajar yang menguasai banyak bahasa. Berkat pengetahuan, dan pengabdiannya dalam mengajarkan Buddha Dharma, ia dianugerahi gelar profesor oleh Dharma Buddhis University, Malaysia.

Di Indonesia, Prof. Chen Chau Ming merupakan salah satu dosen senior di Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Nalanda, Jakarta. Ia mengajar sejak tahun 1981, pada masa awal berdirinya akademi Buddhis Nalanda. Hingga kini telah mengabdikan diri di STAB Nalanda selama 39 tahun. Karena itu, kepergian beliau meninggalkan dukha mendalam bagi keluarga Nalanda.

Jo Priastana, salah satu dosen STAB Nalanda seangkatan beliau mengatakan bahwa Prof. Chau Ming mengajar sejak kampus Nalanda masih numpang di Gandhi Memorial School, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Meskipun seorang otodidak, menurut Pak Jo, Prof. Chau Ming adalah sosok yang memiliki pemahaman mendalam ajaran filsafat Mahayana.

“Seorang otodidak yang memiliki pemahaman yang bagus tentang Buddhadharma Mahayana, dan juga berbahasa Mandarin. Pemahaman beliau yang bagus tentang upaya kausalya dalam Mahayana saya kira yang membuatnya menjadi seorang yang mudah berbuat baik, dan berjiwa sosial,” tulis Pak Jo kepada BuddhaZine.

Bagi Pak Jo, Prof. Chau Ming tak sebatas seorang sahabat dan rekan kerja, melainkan juga saudara. “Seorang terpelajar yang juga memberi ruang dan banyak kepustakaannya bagi saya dalam menulis buku “Pokok-Pokok Dasar Mahayana” beliau adalah seorang big-brother, teman se-kalyana mitta maupun sedikit kawan, dan lawan dalam berdiskusi dan berdialektika menyingkap kedalaman dan keluasan makna “kesunyataan” ajaran Sakyamuni,” lanjut Pak Jo.

“Kok Chau Ming, seperti sering engkau katakan, di dalam samsara disitulah pula terletak Nirvana, dan pastilah setiap orang pun memikul Swastika-nya masing-masing sebagaimana dukkha, sumber dukkha, akhir dukkha, dan lenyapnya dukkha terdapat di dalam tubuh kita ini. Gate gate paragate parasamgate bodhi Svaha!,” pesan Pak Jo, mengiring kepergian Prof. Chau Ming.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara