• Saturday, 28 November 2020
  • Hartini
  • 0

Hidup kita sedang berubah secara radikal. Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence (AI) dan yang terus bertambah, robot, telah menjadi sebuah kenyataan dari bagian hidup kita.

Umat manusia telah mulai melakukan uji coba dengan mobil-mobil yang bisa mengemudi sendiri dan memanfaatkan robot-robot yang didesain untuk layanan kebersihan, robot hewan peliharaan, robot yang merawat kaum lanjut usia.

Yang lebih mutakhir belakangan ini, para robot bahkan dilibatkan dalam layanan dan institusi keagamaan.

Pada tahun 2016, Vihara Longquan di Beijing memperkenalkan Xian’er, robot biarawan yang berinteraksi dengan para pengunjung selama peringatan 500 tahun Reformasi pada tahun 2017.

Pada tahun 2019, kuil Kodai-ji di Kyoto mencatat sejarah ketika kepala pendetanya mengaltarkan robot Mindar sebagai perwujudan Bodhisattwa Kannon.

SanTo, robot yang didesain hingga menyerupai orang kudus untuk melayani para sesepuh, memunculkan pertanyaan theologis Nord, terutama semenjak Trovato merujuk SanTo sebagai “pelaksana penganugerahan ilahiah,” serta sebagai sebuah penanda tibanya paham untuk mendayagunakan iptek demi mengatasi keterbatasan manusiawi.

Jenis pertanyaan-pertanyaan teologi seperti ini nampaknya asing bagi para anggota dan pengunjung yang berinteraksi dengan Pepper dan Mindar, bahkan (yang berinteraksi) dengan Xian’er juga.

Pepper. Sumber: theguardian.com

Tetapi bagaimana maksudnya dengan mengklaim bahwa Mindar mewakili, menghubungkan, atau memanifestasikan Bodhisattwa Kannon ?

Bodhisattwa Kannon mewakili “transformasi” Avalokiteshvara, Bodhisattwa welas asih, ala Jepang. Dalam agama Buddha Mahayana, banyak Bodhisattwa mempopulerkan mitos, naskah suci, dan seni, serta diagungkan di kuil-kuil.

Di Asia Timur, Bodhisattwa dipahami sebagai perantara antara Buddha dan manusia. Secara filosofis, mereka merupakan perwujudan kasih mutlak dengan totalitas sedemikian rupa hingga mereka (bersedia) merealisasikan kebuddhaan bersama dengan semua makhluk.

Bab 25 dari Sutra Teratai (Sutra Saddharmapundarika) menerangkan bahwa Kanon mengambil berbagai penjelmaan yang tak terhingga macamnya.

Di Jepang, Bodhisattwa Kanon digambarkan dalam berbagai cara, kadang sebagai ibu, tetapi seringkali sebagai perwujudan yang mendua (androgini, bisa dianggap sebagai lelaki sekaligus sebagai perempuan), terkadang dengan 11 kepala, kadangkala dengan 1,000 lengan.

Mindar. Sumber: technocracy.news

Bagaimanapun, yang lebih penting adalah, agama Buddha Mahayana tidak membedakan antara alam-alam batiniah maupun yang adiduniawi.

Naskah-naskah Sunyatavada mengklaim bahwa samsara tidaklah berbeda dari nirvana dan begitu juga sebaliknya. Bagi kebanyakan umat Buddha Mahayana, ini bukan sekedar “makhluk hidup” (T 374.12.522) melainkan juga makhluk tidak bernyawa (T 374.12.522) yang menyatu dengan hakikat Buddha.

Di Jepang, perihal pemikiran tanpa esensi dan tidak mendua ini juga telah meluas dan merasuki keyakinan sehari-hari. Sebagai contohnya, masyarakat percaya dan menghargai kekuatan adikodrati dari tanuki (sejenis musang Jepang) dan rubah.

Terjemahan dari: Gereon Kopf; Buddhistdoor Global

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara