• Saturday, 14 September 2019
  • Surahman Ana
  • 0

STAB Syailendra, Semarang, menyelenggarakan bazar yang berlangsung selama tiga hari sejak tanggal 6 hingga 9 September 2019. Berbagai UKM binaan STAB Syailendra mempromosikan karya, salah satunya dari UKM Seni dengan menampilkan seni ketoprak.

Untuk lebih memeriahkan bazar, dua hari pertama diadakan pertunjukan seni daerah yaitu warok dan lain-lain, sedangkan ketoprak sendiri ditampilkan di penghujung penyelenggaraan bazar pada Senin (9/9) malam. Pertunjukan ketoprak merupakan bagian awal dari UKM seni STAB Syailendra untuk membangkitkan kembali seni ketoprak yang saat ini kian redup. Untuk misi inilah dalam pertunjukan ketoprak pihak STAB menjalin kerjasama dengan seniman-seniman umat Vihara Deplongan untuk menjadi pengiring/penabuh gamelannya.

Hal menarik tersendiri dari penampilan ketoprak STAB Syailendra adalah mengambil tema Buddhis yang diambil dari salah satu relief yang terukir di Borobudur yaitu Lalithavistara. Para pemain ketoprak melibatkan kurang lebih 25 mahasiswa dengan tambahan 2 pemain dari Solo dan Temanggung.

Menurut Wilis Rengganiasih selaku dosen sekaligus pembimbing seni mahasiswa STAB Syailendra, alasan besar mengambil tema Lalitavistara karena waktunya yang masih dekat dengan Waisak sehingga pesan-pesan yang akan disampaikan dalam lakon ketoprak pun sangan relevan.

“Berhubung ini masih belum terlalu lama dengan Waisak maka kami mengambil tema yang masih deket-deket dengan Waisak yaitu Lalitavistara. Karena di dalam Lalithavistara sendiri sudah mengandung pesan dari kisah Pangeran Siddharta yang berani mengorbankan kenyamanannya sendiri untuk kebahagiaan semua makhluk hidup dengan meninggalkan kehidupan nyaman dan mewahnya sebagai seorang putra mahkota dan menjalani hidup sederhana sebagai pertapa,” katanya.

Namun pesan dalam lakon ketoprak tidak hanya berlaku pada masa lampau, pesan lebih luas dari pengorbanan Pangeran Siddharta hingga menjadi Buddha sangat sesuai dengan kondisi pada saat ini. “Kondisi saat ini yang marak dengan terjadinya bencana seperti kebakaran hutan, sebagai contoh kebakaran hutan Amazon Brazil, kebakaran di Kanada, California, Afrika, sebetulnya karena ulah manusia yang rakus.

Namun meskipun dengan bencana yang terjadi seakan belum bisa membuka kesadaran bagi sebagian umat manusia. Bahkan tidak sedikit yang telah mendapatkan hidup yang serba enak, nyaman, malah semakin mengeksploitasi alam.

Apa yang telah dilakukan oleh Pangeran Siddharta bisa menjadi contoh untuk mengurangi bahkan melenyapkan keserakahan, menekan egonya sendiri demi makhluk lain. Dengan mengurangi keserakahan manusia bisa lebih menjaga alam dan hidup harmonis dengan alam, nah ini menjadi benang merah untuk mengingatkan kita dan juga para penonton,” lanjut Wilis.

Hal lebih penting yang harus dihadapi dan membuat Wilis merasa bangga yaitu dengan adanya pentas ketoprak ini justru tercipta suasana yang guyup rukun di antara para mahasiswa dan juga para dosen serta pemain tambahan dari luar.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *