• Wednesday, 25 June 2025
  • Surahman Ana
  • 0

Foto: Ana Surahman

Ratusan umat Buddha lintas tradisi mengikuti perayaan Waisak di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Dharma Nugraha, Parakan, Temanggung, Minggu (22/6/2025). Perayaan dihadiri oleh Bhante Sananabodhi Mahathera selaku pengisi pesan Dhamma serta para tokoh lintas iman di Kabupaten Temanggung.

Ketua Panitia, Sony Hermawan Suryadiputra, mengucapkan terima kasih atas keterlibatan berbagi pihak dalam perayaan kali ini. Ia berharap perayaan Waisak di TITD menjadi momen untuk menjalin dan memperkuat kebersamaan di antara para umat. Di sela sambutannya Sony juga menyampaikan pesan moral yang terkandung dalam ajaran Tri Dharma.

“Dalam setiap ajaran dalam Tri Dharma mengajarkan kita untuk berdamai. Dan untuk mencapai perdamaian dunia, kita harus dapat menaklukkan diri dengan mengembangkan cinta kasih yang penuh keseimbangan, harmoni dan kesederhanaan dalam kehidupan ini,” ujar Sony.

Acara diawali dengan prosesi pemandian rupang Buddha yang dipimpin oleh Bhante Sasanabodhi beserta anggota Sangha lainnya untuk kemudian diikuti oleh para umat. Kemudian dilaksanakan sembahyang umat Tri Dharma yaitu puja kepada Thian Tuhan Yang Maha Esa dan Kongco Hok Tek Cing Sin dan dilanjutkan dengan upacara kepada YM. San Po Fo. Memasuki acara inti, umat mengikuti puja bakti Waisak dan Dhammadesana oleh Bhante Sasanabodhi.

Kematangan Beragama Menjadikan Seseorang Lebih Terbuka

Seperti perayaan Waisak di tempat-tempat lain, momen ini menjadi pemersatu umat lintas tradisi bahkan lintas iman, yang mencerminkan keharmonisan dalam kehidupan beragama di Indonesia. Mengenai hal ini, Bhante Sasanabodhi menjelaskan bahwa apa pun keyakinan atau agama seseorang tidak perlu mencari dan menegaskan batas-batas perbedaanya. Dengan penghayatan yang mendalam akan ajaran agama, seseorang akan bisa menemukan bahwa ada rasa yang sama ketika kita sudah menyentuh cita rasa universalitas dari ajaran.

“Dengan demikian maka kita pun juga akan bisa menghargai, bisa menghormati tata cara dan keyakinan orang lain. Sebagaimana para senior, para sesepuh, sering mengingatkan kepada kita sekalian bahwa betapa pun air laut, air samudera, bisa saja bersumber dari begitu banyak sungai, tetapi ketika sudah sampai laut, sudah sampai samudera, rasanya sama. Kalau di samudera hanya ada satu rasa, yaitu rasa asin,” terang bhante.

Lebih lanjut bhante menegaskan bahwa dengan kesungguhan dan konsistensi dalam menghayati ajaran agama maka juga akan menemukan cita rasa yang satu yaitu rasa kebebasan universal. Menurut bhante, pencapain pada titik ini akan membawa seseorang terbebas dari kecamasan, ketakutan, dan kekhawatiran ketika bergaul dan berkumpul dengan umat agama atau tradisi lain yang berbeda.

“Kalau kita sudah mencapai kesadaran beragama yang benar, mencapai kecerdasan spiritual yang benar, yang cukup, kita tidak akan pernah takut untuk bersama-sama yang lain, dan kita akan selalu terbuka. Kalau kita masih ada kesangsian, ketakutan, atau prasangka-prasangka buruk, ini malah tambah karma buruk. Semua perbedaan itu hanyalah cara pendekatan bagaimana kita bisa merealisasikan kebenaran sejati tersebut,” tegas bhante.

Selanjutnya, dalam momen Waisak yang memperingati peristiwa penting dalam kehidupan Sang Buddha, bhante mendorong umat untuk menyegarkan batin dengan refleksi diri dan bersyukur atas kelahiran sebagai manusia. Terlahir menjadi manusia merupakan sebuah keberuntungan yang luar biasa, terlepas betapa pun tidak semua manusia yang terlahir beruntung, tetapi bhante menilai hal ini karena manusia tersebut belum sampai pada tahap bisa bersyukur.

“Kalau kita belum seberuntung orang lain ya tidak perlu iri, berarti tabungan kebajikan kita belum cukup, maka harus mulai menanam sekarang juga. Demikian seperti pesan Sang Buddha, “Janganlah berbuat jahat, perbanyak perbuatan bajik, bersihkan hati dan pikiran”, itulah jalan menuju keberuntungan hingga mencapai kebebasan atau Nibbana,” lanjut bhante.

Perenungan inilah yang juga menjadi makna dalam prosesi memandikan ruppang Buddha yaitu memandikan dan membersihkan lahir dan batin supaya bebas dari semua kekotoran. Melalui latihan untuk selalu menyadari kesalahan dan kekeliruan kita setiap hari, serta berusaha untuk memperbaiki di kemudian hari menjadi langkah menempuh dan merealisaikan kebenaran.

“Setiap sore atau malam ketika semua tugas atau pekerjaan untuk satu hari itu selesai, luangkan waktu untuk melepas pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan negatif melalui meditasi. Ketika bangun tidur kita meditasi kembali untuk menumbuhkan semangat dan kesadaran sebelum melakukan aktifitas dan tugas-tugas hidup di hari itu,” jelas bhante.

Acara dilajutkan dengan sesi sambutan dan ditutup dengan penampilan seni dari anak-anak Sekolah Minggu Buddha.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *