• Wednesday, 7 November 2012
  • Sutar Soemitro
  • 0

Sewaktu terjadi konflik antara etnis Sinhala dan Tamil di Sri Lanka, Dalai Lama mendorong pemerintah Sri Lanka untuk mencari solusi yang humanis.

Begitu juga berkaitan dengan konflik Rohingya yang saat ini sedang terjadi di Myanmar, Dalai Lama telah dua kali menulis surat kepada penerima Nobel Perdamaian 1991 Aung San Suu Kyi untuk memintanya menggunakan pengaruhnya untuk mencari solusi damai dalam konflik Rohingya di Provinsi Rakhine.

Perwakilan Dalai Lama di New Delhi juga mencoba untuk menghubungi Kedutaan Myanmar untuk menyampaikan pandangan Dalai Lama tentang masalah kemanusiaan yang serius ini.

Dalai Lama beberapa kali menerima perwakilan dari pihak-pihak yang peduli terhadap krisis Rohingya, termasuk mahasiswa dan staf Jamia Millia Islamia University New Delhi, dimana Dalai Lama pernah menjadi pembicara di sana pada September lalu, yang meminta Dalai Lama ikut ambil peran dalam penyelesaian krisis ini. Dalai Lama berkata bahwa dalam kasus di Myanmar ini, Aung San Suu Kyi adalah satu-satunya pemimpin di Myanmar yang ia kenal secara personal, dan ia telah menyampaikan pandangannya.

Sejumlah orang mendorong Dalai Lama agar mengunjungi Myanmar, sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Jika ada kesempatan, Dalai Lama akan mempertimbangkan untuk mengunjungi tempat-tempat yang bermasalah di seluruh dunia, untuk membuka kemungkinan membantu menyelesaikan masalah. Selain itu, selama ini Dalai Lama juga mengunjungi sejumlah negara secara rutin atas undangan lembaga pendidikan atau lembaga terkait. Namun, aspek politik di luar kendalinya, karena untuk kawasan Asia, ada sejumlah negara yang tidak memungkinkan dikunjungi oleh Dalai Lama. Dan sayangnya Myanmar adalah salah satunya.

Meski begitu, jika ada kesempatan, Dalai Lama akan tetap melanjutkan memberi perhatian terhadap isu Rohingya ini agar tercapai penyelesaian yang positif.

Sementara itu Aung Suu Kyi sendiri memancing rasa kecewa dari sebagian besar kelompok HAM internasional karena sikapnya terhadap kondisi yang dihadapi etnis Rohingya. Sebagai peraih Nobel Perdamaian, sikap Suu Kyi tersebut dianggap mengecewakan. Para pemerhati HAM melihat Suu Kyi seharusnya memainkan peranan penting untuk meredakan konflik yang terjadi dan membuat dunia lebih memberikan perhatian kepada etnis Rohingya.

Para pengamat dan aktivis kini memiliki pandangan baru terhadap Suu Kyi, saat perempuan berusia 67 tersebut memulai karir baru di dunia politik Myanmar. Mantan tahanan politik itu kini dianggap lebih bersikap sebagai politisi yang memilih cara aman untuk bertahan di percaturan politik Myanmar.

“Secara politis, Aung San Suu Kyi tidak akan memperoleh apapun bila membuka mulutnya dan berbicara tentang ini (etnis Rohingya),” ujar pengamat Myanmar, Maung Zarni, seperti dikutip Associated Press.

“Suu Kyi bukan lagi seorang tahanan politik yang mencoba mempertahankan prinsipnya. Kini dia seorang politisi dan mencoba memenangkan satu tujuan yakni, memenangkan suara mayoritas warga Buddha di pemilu 2015,” lanjutnya.

Seorang pengamat Kanada Abid Bahar mengaku terkejut dengan sikap Suu Kyi yang gagal untuk mengambil langkah meredakan konflik ini. “Sebagai pemenang Nobel Perdamaian, seharusnya dia bisa memainkan peran yang besar. Kini dia hanya mengabaikan (Rohingya). Saya kira dirinya adalah satu-satunya sosok yang bisa diandalkan oleh etnis Rohingya,” tutur Bahar. (dalailama.com/okezone)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara