• Monday, 26 March 2018
  • Ngasiran
  • 0

Selain Mbah Kalam dan Mbah Kasboe, masih ada sosok lain yang cukup penting dalam perkembangan agama Buddha di Jepara, yaitu Mbah Karni.

Tidak banyak info yang didapat BuddhaZine saat meliput khusus umat Buddha Jepara awal bulan Februari. Kami, tim BuddhaZine sempat berkunjung ke rumah beliau, tetapi rumahnya kosong.

Beberapa umat Buddha yang kami temui menyebut bahwa pada masa kebangkitan, Mbah Karni selalu bersama Mbah Kalam dalam melakukan pembinaan di kantong-kantong Buddhis masa itu. “Kalau seingat saya, dulu ya Pak Kalam dan Pak Karni yang bukak alas pertama kali hingga ada agama Buddha di sini,” begitu tutur mbah Sudar, tokoh agama Buddha Desa Ujung Watu, Kecamatan Doronorojo.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Pak Mintono, seorang guru agama Buddha sekolah dasar yang juga anak angkat dari Mbah Kasboe. Beliau menuturkan pada masa berdirinya agama Buddha, tiga tokoh yang berjasa adalah Mbah Kalam, Mbah Kasboe, dan Mbah Karni.

Baca juga: Sebaran Umat Buddha di Jepara

Keterangan lebih jelas kami dapatkan dari Tuty Dian Karuna. Ia mengungkapkan bahwa Mbah Karni mempunyai kedekatan khusus dengan Mbah Kalam karena memiliki hubungan keluarga. “Jadi bapak itu iparan dengan mbah Karni, istrinya bapak dan istrinya Mbah Karni adalah saudara kandung.”

Sedangkan menurut Kasipan, Ketua Magabudhi Jepara saksi hidup Mbah Karni mengatakan bahwa Mbah Karni adalah sosok spiritualis Jawa.

“Saya dulu sering berkunjung ke rumahnya. Beliau ‘orang pintar’, banyak masyarakat yang datang padanya untuk meminta nasihat. Misalnya kalau mau punya hajat harus menggunakan hari apa yang baik,” tutur Kasipan.

Semasa hidupnya, Mbah Karni mempunyai hobi yang cukup unik. Beliau suka mengunjungi tempat-tempat yang dianggap keramat. “Beliau selalu mendatangi tempat-tempat keramat, di mana pun itu ketika ada informasi tempat yang dikeramatkan selalu beliau datangi meskipun dengan jalan kaki. Tetapi ketika ada orang yang datang ke rumah beliau dinasehati untuk tidak mengikuti apa yang beliau lakukan,” imbuh Kasipan.

Dalam melakukan pembinaan agama Buddha, Mbah Kalam dan Mbah Karni selalu berjalan bersama. Meskipun begitu mereka menggunakan pendekatan berbeda. Mbah Kalam sebagai sosok yang tegas selalu berapi-api dalam melakukan ceramah sementara Mbah Karni lebih menggunakan cara yang halus.

“Mbah Kalam lebih ke pemerintah dan menggunakan pendekatan cukup keras sementara mbah Karni lebih halus,” pungkas Kasipan.

Mbah Karni wafat pada hari Rabu Pon, 24 Februari 2010, dimakamkan di kompleks pemakaman Buddhis Desa Tunahan, Jepara.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara