• Saturday, 20 June 2020
  • Ngasiran
  • 0

Untuk lebih mengerti nilai ajaran Borobudur, Asosiasi Perguruan Tinggi Agama Buddha Indonesia (APTABI) bekerjasama dengan Yayasan Dharmamega Bumi Borobudur menggelar “Webinar Borobudur Kawedhar; Dulu, Kini, dan Akan Datang”. Acara berlangsung selama dua hari, hari ini Sabtu & Minggu (20 – 21/6) dengan narasumber tunggal Salim Lee.

Webinar diselenggarakan melalui zoom webinar dan disiarkan langsung lewat facebook, dan youtube channel Bumi Borobudur. Berdasarkan informasi dari panitia setidaknya lebih dari 700 orang mendaftar untuk mengikuti acara ini melalui zoom. Sementara itu menurut pengamatan BuddhaZine live streaming youtube Bumi Borobudur disaksikan 300 orang lebih, bahkan beberapa komunitas ada yang mengikuti dengan nonton bersama.

Ketua ABTABI, Bhante Ditthi Sampanno dalam sambutannya menyampaikan bahwa Candi Borobudur adalah kitab terbuka yang mempunyai nilai ajaran lengkap. “Borobudur merupakan sebuah sumber pengetahuan yang lengkap, sebuah tuntutan untuk mencapai potensi spiritual manusia. Di sana kaya dengan ajaran moral melalui cerita-cerita menarik, juga ajaran spiritual yang lengkap,” katanya.

“Karena itu, ABTABI bekerja sama dengan Yayasan Dharmamega Bumi Borobudur menyelenggarakan webinar Borobudur Kawedar. Kami ingin belajar dari Bapak Salim Lee yang telah meneliti secara khusus nilai ajaran yang terdapat di Borobudur. Untuk mengerti ajaran Borobudur yang telah diteliti secara mendalam oleh Tim Yayasan Dharmamega Bumi Borobudur,” lanjut Bhante.

Lahir di Semarang, Jawa Tengah, Salim Lee, narasumber webinar, merupakan praktisi Buddhadharma yang telah puluhan tahun mempelajari teks sutra-sutra Borobudur. Karena kecintaanya terhadap negeri tercinta dan didorong oleh nilai-nilai ajaran leluhur Nusantara, beliau mencurahkan sebagian waktu dan energinya untuk meneliti teks-teks nusantara. Antaranya Candi Borobudur dan Muara Jambi.

Dengan dipandu oleh Kustiani dan Eko Nugroho Raharjo sebagai moderator, Om Salim memberi seminar dari kediamannya di Perth, Australia, tempat tinggal beliau sejak 50 tahun lalu. “Saya mempunyai sedikit target setelah webinar ini berakhir. Minimal pandangan kita tentang Borobudur akan lain, pengertian kita tentang Borobudur akan lain, dan batu-batu Borobudur akan berbicara,” kata Om Salim mengawali penjelasan Borobudur.

“Kita harus memberi apresiasi, dan penghargaan kepada para arkeolog, peneliti, balai konservasi, dan banyak orang-orang lain yang ikut melestarikan Borobudur. Sehingga hari ini kita masih bisa menikmati karya leluhur nusantara yang membanggakan,” kata Om.

Menurut Om Salim Borobudur merupakan perwujudan agung nusantara yang momot, toleran, cerdas, dan percaya diri. “Momot artinya inklusif dan merangkul. Artinya ajaran Buddha ini datang dari luar, tapi ketika datang ke nusantara ajaran itu tidak diterima gelondongan, tapi diseleksi, disesuaikan kemudian ditampilkan dengan kebudayaan setempat. Misalnya ada kapal itupun kapal lokal, ada ukiran pohon juga pohon loka, jadi kelokalan Borobudur itu patut kita hargai. Pengejawantahannya, pembentukannya adalah otentik lokal,” jelas Om Salim, kagum.

Selain itu, Borobudur adalah bangunan inovatif dan kreatif. Sampai saat ini belum ada bangunan baik dari bangunannya, konstruksi, pemaparan, disain tidak ada contohnya, Ini berarti kebudayaan kita, kebudayaan yang berani berkreasi. “Betapa beraninya leluhur kita ketika membangun. Dan ini akan nampak lagi bila dibanding dengan candi-candi yang dibangun di tahun yang sama, dan di tempat yang sama.

“Dengan kita mengerti itu semua harusnya membuat kita lebih bangga menjadi orang Indonesia. Bangga sebagai keturunan orang cerdas, dan akan lebih menghargai tinggalan nenek moyang. Tetapi kebanggaan yang dilandasi oleh pengetahuan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dengan nilai dan ajaran yang bahkan menjadi warisan dunia,” lanjut Om Salim.

Selama dua jam lebih Om Salim memberi penjelasan mengenai Borobudur. Mulai dari awal ditemukannya kembali Candi Borobudur pada masa kolonial, proses pemugaran yang berkali-kali, penjelasan struktur bangunan hingga nilai-nilai ajaran di dalamnya. Semua diikuti dengan antusias oleh pemirsa. Hal ini terlihat dari komentar-komentar di komentar youtube maupun ratusan pertanyaan yang terlontar dari peserta.

Jo Priastana, seorang penulis dan cendekiawan Buddhis Indonesia yang mengikuti acara itu melemparkan pujian atas penjelasan Borobudur Om Salim yang dianggap menyeluruh. “Gambaran Borobudur secara detail yang menyertakan suasana kehidupan semasanya seakan membawa kita berada semasa keberadaan Borobudur dahulu,” tulis Pak Jo kepada BuddhaZine.

Sedangkan menurut Suranto, Ketua STAB Syailendra, mengatakan bahwa pendekatan dari Om Salim Lee tidak hanya dari satu sisi dalam memaknai Borobudur. Dari pendekatan tersebut telah memberikan makna yang mendalam tentang Borobudur. Pendekatan historis, arkeologis, sosiologis, dan spiritualitas dapat memberikan penjelasan dan pemaknaan Borobudur menjadi lengkap.

“Dari penjelasan Om Salim Lee menyadarkan kita bahwa karya dari nenek moyang kita sangat luar biasa. Mengandung pesan moral, sosial, dan juga spiritual dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, Borobudur layak menjadi live monument, bukan lagi died monument. Secara kontestasi kita juga sangat bangga karena karya yang luhur dari budaya nusantara ini Berani bersaing di kancah pameran international di kala itu,” tulis Suranto kepada BuddhaZine.

Sesi kedua Borobudur Khawedar; Dulu, Kini, dan Akan datang digelar hari Minggu (21/6). Tanpa melakukan pendaftaran lewat Zoom Webinar, siapapun bisa mengikuti seminar ini melalui live youtube Bumi Borobudur.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara